Menilik Game Papers, Please: Dilema Petugas Imigrasi dalam Simulasi Birokrasi
14 November 2024 |
12:06 WIB
Bayangkan kita duduk di balik meja petugas imigrasi, memeriksa dokumen orang-orang yang datang dengan berbagai cerita dan motif. Inilah pengalaman yang ditawarkan video game Papers, Please, sebuah karya indie Lucas Pope yang unik dan menantang.
Dirilis pada 2013, game ini mungkin terlihat sederhana, tetapi secara mendalam memberikan cerminan kritis terhadap birokrasi, moralitas, dan dilema kemanusiaan dalam suasana yang kelam dan penuh tekanan.
Tujuan permainan ini sederhana. Sebagai pemain, Genhype akan memegang kendali penuh atas siapa yang bisa masuk ke negara fiktif Arstotzka pada 1982.
Baca Juga: Segera Dirilis Game Mobile Terbaru Capcom, Monster Hunter Outlanders
Pemain akan berperan sebagai petugas imigrasi yang bertugas di perbatasan negara bernama Arstotzka. Setiap hari, pemain harus memeriksa dokumen berbagai individu yang mencoba memasuki negara tersebut. Melalui tugas-tugas yang sederhana seperti mencocokkan data paspor dan visa, pemain dihadapkan pada situasi sulit: harus membuat keputusan cepat dengan konsekuensi yang memengaruhi nasib karakter di dalam game.
Tempat di mana pemeriksaan ketat bertemu dengan empati manusia. Menarik perhatian karena kesederhanaannya dan kompleksitas emosionalnya, Papers, Please menjadi gim yang ikonik di dunia gaming independen.
Tekanan ini membawa pemain dalam perjalanan emosional yang menantang nilai-nilai moral mereka, karena pemain akan berhadapan dengan karakter-karakter yang membutuhkan bantuan atau yang mungkin menyembunyikan agenda tersembunyi.
Salah satu aspek paling kuat dari Papers, Please adalah moralitas kompleks yang dimainkan dalam setiap keputusan. Misalnya, pemain dapat memilih untuk menerima imbalan ilegal untuk memperbolehkan seorang imigran masuk atau, di sisi lain, menolak seorang individu yang jelas-jelas membutuhkan bantuan.
Di sinilah gim ini bukan sekadar simulasi, tetapi juga sebuah refleksi sosial tentang bagaimana kekuasaan dapat berkonflik dengan kemanusiaan. Dalam beberapa kasus, pemain bisa membiarkan seorang keluarga yang terpisah berkumpul kembali, tetapi dengan risiko sanksi berat dari otoritas.
Banyak kritikus memuji game ini atas kedalaman psikologisnya. IGN menulis, “Kamu bukan orang jahat. Kamu hanyalah seorang petugas imigrasi yang menjalankan tugas, menjaga garis tipis abu-abu antara Kolechia dan Arstotzka di tengah arus tanpa henti para pelaku bom bunuh diri, penyelundup, dan tentu saja para 'parasit' yang mencari keuntungan dari (apa yang oleh propaganda diklaim sebagai) kekayaan berlimpah Arstotzka.”
Papers, Please juga dianggap sebagai komentar tajam terhadap birokrasi dan kontrol negara yang berlebihan. Game ini mengilustrasikan bagaimana aturan ketat dan kontrol tanpa kompromi bisa menciptakan suasana yang tidak manusiawi. Keputusan yang tampak kecil bisa berakibat besar pada kehidupan karakter di dalam game, mengingatkan kita pada situasi nyata di banyak negara.
Papers, Please bukan hanya sekadar game indie. Game ini berhasil menarik perhatian luas, mendapatkan berbagai penghargaan, termasuk BAFTA Games Award untuk kategori “Strategy and Simulation” pada 2014.
Gim ini menunjukkan betapa kuatnya media video game dalam menyampaikan pesan moral yang kompleks dan menyentuh. Saat kita menutup game ini, ada pertanyaan yang tersisa dalam benak: seberapa sering kita mengorbankan kemanusiaan demi kepatuhan?
Papers, Please mengingatkan kita bahwa di dunia yang semakin kompleks dan penuh regulasi, penting untuk mempertahankan rasa empati dan tidak menjadi bagian dari sistem yang kaku. Seperti yang diungkapkan dalam salah satu slogan game ini, “Glory to Arstotzka”. Tetapi kemuliaan ini hanya akan bermakna jika tetap diimbangi dengan kemanusiaan.
Baca Juga: Game Black Myth: Wukong Tersedia Edisi Fisik Untuk PS 5
Editor: M. Taufikul Basari
Dirilis pada 2013, game ini mungkin terlihat sederhana, tetapi secara mendalam memberikan cerminan kritis terhadap birokrasi, moralitas, dan dilema kemanusiaan dalam suasana yang kelam dan penuh tekanan.
Tujuan permainan ini sederhana. Sebagai pemain, Genhype akan memegang kendali penuh atas siapa yang bisa masuk ke negara fiktif Arstotzka pada 1982.
Baca Juga: Segera Dirilis Game Mobile Terbaru Capcom, Monster Hunter Outlanders
Pemain akan berperan sebagai petugas imigrasi yang bertugas di perbatasan negara bernama Arstotzka. Setiap hari, pemain harus memeriksa dokumen berbagai individu yang mencoba memasuki negara tersebut. Melalui tugas-tugas yang sederhana seperti mencocokkan data paspor dan visa, pemain dihadapkan pada situasi sulit: harus membuat keputusan cepat dengan konsekuensi yang memengaruhi nasib karakter di dalam game.
Tempat di mana pemeriksaan ketat bertemu dengan empati manusia. Menarik perhatian karena kesederhanaannya dan kompleksitas emosionalnya, Papers, Please menjadi gim yang ikonik di dunia gaming independen.
Tekanan ini membawa pemain dalam perjalanan emosional yang menantang nilai-nilai moral mereka, karena pemain akan berhadapan dengan karakter-karakter yang membutuhkan bantuan atau yang mungkin menyembunyikan agenda tersembunyi.
Papers, Please (Sumber gambar: Tangkapan layar game Papers, Please)
Salah satu aspek paling kuat dari Papers, Please adalah moralitas kompleks yang dimainkan dalam setiap keputusan. Misalnya, pemain dapat memilih untuk menerima imbalan ilegal untuk memperbolehkan seorang imigran masuk atau, di sisi lain, menolak seorang individu yang jelas-jelas membutuhkan bantuan.
Di sinilah gim ini bukan sekadar simulasi, tetapi juga sebuah refleksi sosial tentang bagaimana kekuasaan dapat berkonflik dengan kemanusiaan. Dalam beberapa kasus, pemain bisa membiarkan seorang keluarga yang terpisah berkumpul kembali, tetapi dengan risiko sanksi berat dari otoritas.
Banyak kritikus memuji game ini atas kedalaman psikologisnya. IGN menulis, “Kamu bukan orang jahat. Kamu hanyalah seorang petugas imigrasi yang menjalankan tugas, menjaga garis tipis abu-abu antara Kolechia dan Arstotzka di tengah arus tanpa henti para pelaku bom bunuh diri, penyelundup, dan tentu saja para 'parasit' yang mencari keuntungan dari (apa yang oleh propaganda diklaim sebagai) kekayaan berlimpah Arstotzka.”
Papers, Please juga dianggap sebagai komentar tajam terhadap birokrasi dan kontrol negara yang berlebihan. Game ini mengilustrasikan bagaimana aturan ketat dan kontrol tanpa kompromi bisa menciptakan suasana yang tidak manusiawi. Keputusan yang tampak kecil bisa berakibat besar pada kehidupan karakter di dalam game, mengingatkan kita pada situasi nyata di banyak negara.
Papers, Please (Sumber gambar: Tangkapan layar Papers, Please)
Papers, Please bukan hanya sekadar game indie. Game ini berhasil menarik perhatian luas, mendapatkan berbagai penghargaan, termasuk BAFTA Games Award untuk kategori “Strategy and Simulation” pada 2014.
Gim ini menunjukkan betapa kuatnya media video game dalam menyampaikan pesan moral yang kompleks dan menyentuh. Saat kita menutup game ini, ada pertanyaan yang tersisa dalam benak: seberapa sering kita mengorbankan kemanusiaan demi kepatuhan?
Papers, Please mengingatkan kita bahwa di dunia yang semakin kompleks dan penuh regulasi, penting untuk mempertahankan rasa empati dan tidak menjadi bagian dari sistem yang kaku. Seperti yang diungkapkan dalam salah satu slogan game ini, “Glory to Arstotzka”. Tetapi kemuliaan ini hanya akan bermakna jika tetap diimbangi dengan kemanusiaan.
Baca Juga: Game Black Myth: Wukong Tersedia Edisi Fisik Untuk PS 5
Editor: M. Taufikul Basari
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.