Simak Sejarah & Tema Hari Santri Nasional 22 Oktober 2024
22 October 2024 |
09:34 WIB
Hari Santri Nasional diperingati pada 22 Oktober tiap tahunnya. Hari Santri Nasional pertama kali ditetapkan tahun 2015 oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo. Peringatannya dibuat untuk mengenang, meneladani, serta melanjutkan peran ulama dan santri dalam membela dan mempertahankan NKRI. Termasuk, berkontribusi dalam pembangunan bangsa.
Peringatan Hari Santri Nasional biasanya diisi dengan beberapa kegiatan seperti zikir, shalawat, munajat, doa, dan kegiatan lainnya yang relevan dengan peringatan ini. Adapun, seluruh pelaksanaan kegiatannya disesuaikan dengan kemampuan masyarakat, serta mengedepankan prinsip kesederhanaan dan kekhidmatan.
Baca juga: Makna Logo Hari Santri Nasional 2024, Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan
Menjadi peringatan yang ke-10, Hari Santri Nasional 2024 mengusung tema "Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan", sebagaimana ditetapkan dalam Surat Edaran Menteri Agama RI Nomor SE. 04 Tahun 2024 tentang Panduan Pelaksanaan Peringatan Hari Santri 2024.
Tema ini diusung untuk merayakan semangat juang yang dinamis dan terus berlanjut menuju masa depan yang lebih baik. Tema "Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan" juga dipandang mengangkat makna yang dalam dan relevan dengan zaman sekarang.
"Menyambung Juang" merupakan frasa yang berarti meneruskan semangat juang, sementara "Merengkuh Masa Depan" adalah sebuah ungkapan yang berarti bergerak bersama menuju sejahtera.
"Secara keseluruhan, tema in menyimbolkan perjuangan berkelanjutan pasa santri dalam merengkuh masa depan yang sejahtera, dengan semangat, keberanian, dan nilai-nilai luhur yang selalu dijaga dan diteruskan," demikian tulis surat edaran tersebut.
Melansir dari laman resmi Nahdlatul Ulama (NU Online), Hari Santri pertama kali diusulkan oleh ratusan santri Pondok Pesantren Babussalam, Desa Banjarejo, Malang, Jawa Timur, saat menerima kunjungan Joko Widodo sebagai calon presiden pada 27 Juni 2014.
Pada kesempatan tersebut, Jokowi menandatangani komitmennya untuk menjadikan tanggal 1 Muharram sebagai Hari Santri, dan menegaskan akan memperjuangkannya.
Hari Santri diusulkan sebagai momentum untuk mengingat, mengenang, dan meneladani kaum santri yang telah berjuang menegakkan kemerdekaan Indonesia.
Namun pada perkembangannya, Pengurus Besar NU (PBNU) mengusulkan agar 22 Oktober yang ditetapkan sebagai Hari Santri, bukan 1 Muharram. Hal itu dilatari peristiwa sejarah Resolusi Jihad yang terjadi pada 22 Oktober 1945.
Resolusi itu dibuat oleh para santri dan ulama pondok pesantren dari berbagai penjuru Indonesia, yang mewajibkan setiap muslim untuk membela Tanah Air dan mempertahankan kemerdekaan NKRI dari serangan penjajah.
Usulan Hari Santri pada mulanya menuai polemik, banyak yang setuju, ada pula yang menolaknya. Beragam alasan penolakan muncul, mulai dari kekhawatiran polarisasi, hingga ketakutan akan adanya perpecahan karena ketiadaan pengakuan bagi selain santri.
Namun, Presiden ke-7 RI Joko Widodo pada akhirnya memutuskan untuk menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Hal itu ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri, yang disahkan pada 15 Oktober 2015.
Keputusan presiden tersebut didasari tiga pertimbangan. Pertama, ulama dan santri pondok pesantren memiliki peran besar dalam perjuangan merebut kemerdekaan Republik Indonesia, dan mempertahankan NKRI serta mengisi kemerdekaan.
Kedua, keputusan tersebut diambil untuk mengenang, meneladani, dan melanjutkan peran ulama dan santri dalam membela dan mempertahankan NKRI serta berkontribusi dalam pembangunan bangsa.
Adapun pertimbangan ketiga yakni tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri merujuk pada ditetapkannya seruan resolusi jihad pada 22 Oktober 1945, oleh para santri dan ulama pondok pesantren dari berbagai penjuru Indonesia, yang mewajibkan setiap Muslim untuk membela tanah air dan mempertahankan kemerdekaan NKRI dari serangan penjajah.
Editor: Fajar Sidik
Peringatan Hari Santri Nasional biasanya diisi dengan beberapa kegiatan seperti zikir, shalawat, munajat, doa, dan kegiatan lainnya yang relevan dengan peringatan ini. Adapun, seluruh pelaksanaan kegiatannya disesuaikan dengan kemampuan masyarakat, serta mengedepankan prinsip kesederhanaan dan kekhidmatan.
Baca juga: Makna Logo Hari Santri Nasional 2024, Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan
Menjadi peringatan yang ke-10, Hari Santri Nasional 2024 mengusung tema "Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan", sebagaimana ditetapkan dalam Surat Edaran Menteri Agama RI Nomor SE. 04 Tahun 2024 tentang Panduan Pelaksanaan Peringatan Hari Santri 2024.
Tema ini diusung untuk merayakan semangat juang yang dinamis dan terus berlanjut menuju masa depan yang lebih baik. Tema "Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan" juga dipandang mengangkat makna yang dalam dan relevan dengan zaman sekarang.
"Menyambung Juang" merupakan frasa yang berarti meneruskan semangat juang, sementara "Merengkuh Masa Depan" adalah sebuah ungkapan yang berarti bergerak bersama menuju sejahtera.
"Secara keseluruhan, tema in menyimbolkan perjuangan berkelanjutan pasa santri dalam merengkuh masa depan yang sejahtera, dengan semangat, keberanian, dan nilai-nilai luhur yang selalu dijaga dan diteruskan," demikian tulis surat edaran tersebut.
Hari Santri pertama kali diusulkan oleh ratusan santri Pondok Pesantren Babussalam, Desa Banjarejo, Malang, Jawa Timur. (Sumber gambar: Muhammad Azzam/Unsplash)
Sejarah Hari Santri Nasional
Melansir dari laman resmi Nahdlatul Ulama (NU Online), Hari Santri pertama kali diusulkan oleh ratusan santri Pondok Pesantren Babussalam, Desa Banjarejo, Malang, Jawa Timur, saat menerima kunjungan Joko Widodo sebagai calon presiden pada 27 Juni 2014.Pada kesempatan tersebut, Jokowi menandatangani komitmennya untuk menjadikan tanggal 1 Muharram sebagai Hari Santri, dan menegaskan akan memperjuangkannya.
Hari Santri diusulkan sebagai momentum untuk mengingat, mengenang, dan meneladani kaum santri yang telah berjuang menegakkan kemerdekaan Indonesia.
Namun pada perkembangannya, Pengurus Besar NU (PBNU) mengusulkan agar 22 Oktober yang ditetapkan sebagai Hari Santri, bukan 1 Muharram. Hal itu dilatari peristiwa sejarah Resolusi Jihad yang terjadi pada 22 Oktober 1945.
Resolusi itu dibuat oleh para santri dan ulama pondok pesantren dari berbagai penjuru Indonesia, yang mewajibkan setiap muslim untuk membela Tanah Air dan mempertahankan kemerdekaan NKRI dari serangan penjajah.
Usulan Hari Santri pada mulanya menuai polemik, banyak yang setuju, ada pula yang menolaknya. Beragam alasan penolakan muncul, mulai dari kekhawatiran polarisasi, hingga ketakutan akan adanya perpecahan karena ketiadaan pengakuan bagi selain santri.
Namun, Presiden ke-7 RI Joko Widodo pada akhirnya memutuskan untuk menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Hal itu ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri, yang disahkan pada 15 Oktober 2015.
Keputusan presiden tersebut didasari tiga pertimbangan. Pertama, ulama dan santri pondok pesantren memiliki peran besar dalam perjuangan merebut kemerdekaan Republik Indonesia, dan mempertahankan NKRI serta mengisi kemerdekaan.
Kedua, keputusan tersebut diambil untuk mengenang, meneladani, dan melanjutkan peran ulama dan santri dalam membela dan mempertahankan NKRI serta berkontribusi dalam pembangunan bangsa.
Adapun pertimbangan ketiga yakni tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri merujuk pada ditetapkannya seruan resolusi jihad pada 22 Oktober 1945, oleh para santri dan ulama pondok pesantren dari berbagai penjuru Indonesia, yang mewajibkan setiap Muslim untuk membela tanah air dan mempertahankan kemerdekaan NKRI dari serangan penjajah.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.