Ilustrasi hoaks (Sumber gambar: Markus Winkler/Pexels)

Hoaks Kesehatan Jadi Isu Disinformasi Paling Tinggi, Ini Kata Kemenkes

23 September 2024   |   19:29 WIB
Image
Indah Permata Hati Jurnalis Hypeabis.id

Dalam era digital, penyebaran informasi yang berlangsung sangat cepat menjadi tantangan tersendiri. Tidak hanya dalam isu politik, sektor kesehatan juga terpengaruh besar dalam isu hoaks. Bahkan, data Kominfo (2023) mencatat isu hoaks dalam dunia kesehatan menjadi kategori yang paling tinggi dibanding isu hoaks lainnya.
 
Plt. Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan, hasil survei tentang kepuasan media terkait hoaks kesehatan menunjukkan bahwa 65% responden pernah menerima informasi palsu. Data ini tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya yang menunjukkan bahwa masalah ini terus berlanjut.

Baca juga: Yuk Simak 5 Fakta Tentang HIV/AIDS Biar Enggak Termakan Hoaks
 
Nadia menjelaskan sebanyak 71% orang berusaha memastikan kebenaran informasi saat menerima hoaks. Namun kenyataannya, banyak yang tidak melakukan langkah tersebut. Nadia menjelaskan sudah merupakan pekerjaan rumah bagi lintas sektor untuk meningkatkan literasi digital.

“Khususnya juga literasi ini ditingkatkan di kalangan pegawai negeri sipil (ASN) di Kemenkes, agar mereka dapat menjadi garda terdepan dalam melawan informasi palsu,” ujar Nadia dalam agenda Diskusi RCCE+: Hoaks Kesehatan Makin Canggih.
 

Nadia juga menjelaskan bahwa media sosial khususnya Facebook dan WhatsApp menjadi saluran utama penyebaran hoaks terkait informasi kesehatan. “Facebook dengan jangkauan luas, sering kali digunakan untuk menyebarkan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan,” imbuhnya. Untuk itu, Kemenkes berupaya melakukan counter hoax melalui berbagai saluran termasuk media sosial resmi mereka.

Tantangan dalam penanganan hoaks kesehatan, kata Nadia adalah dengan banyaknya informasi yang salah dan beredar dengan cepat. Namun untuk mengimplementasikannya pun tidak mudah. Dalam beberapa kasus, meski Kemenkes berupaya untuk mengklarifikasi informasi palsu, respons dari masyarakat tidak selalu sesuai harapan. Nadia mengatakan, pihaknya sering kali mendapatkan komentar yang tidak relevan di media sosial.

“Ini menunjukkan bahwa upaya untuk mengedukasi publik masih harus ditingkatkan,” tambahnya.
 
Nadia juga menekankan pentingnya kolaborasi antara berbagai pihak, termasuk Kementerian Kominfo dalam menangani hoaks. Regulasi yang lebih tajam diperlukan untuk memfasilitasi tindakan terhadap penyebaran informasi palsu karena akan membantu mempermudah proses aduan dan penanganan konten yang salah.
 
Salah satu strategi yang diterapkan Kemenkes adalah membuat konten yang mengedukasi masyarakat tentang kesehatan, langsung melalui saluran media sosial resmi. “Melalui konten yang jelas dan terpercaya, diharapkan masyarakat dapat lebih mudah membedakan antara informasi yang benar dan hoaks,” jelasnya. 

Tantangannya dalam membuat informasi kesehatan yang mudah dicerna, serta kecepatan pihak Kemenkes untuk terus menerus mengikuti dan merespons isu-isu kesehatan terkini. Kemenkes juga bekerjasama dengan Badan POM untuk menjelaskan keamanan produk, yang dinilai bisa menjadi langkah penting untuk melawan informasi yang salah terkait isu kesehatan. Melihat kompleksitas masalah ini, Siti Nadia Tarmizi menekankan perlunya pendekatan yang lebih komprehensif untuk terus melakukan edukasi dan klarifikasi informasi kesehatan kepada masyarakat.
 

Tantangan Besar

 

Ilustrasi hoaks (Sumber gambar: Kelly/Pexels)

Ilustrasi hoaks (Sumber gambar: Kelly/Pexels)


Senada dengan Kemenkes, Founder Masyarakat Antifitnah Indonesia (MAFINDO) Harry Sufehmi juga mengatakan masyarakat kian dihadapkan dengan tantangan besar melawan informasi palsu ini di era digital. Termasuk dalam sektor kesehatan, salah satu isu utama yang menggawaginya adalah terbatasnya akses ke ruang publik di platform media sosial.

"Untuk bisa melawan hoaks, kita harus tahu dulu ada hoaks-nya. Sayangnya, banyak platform mulai menutup akses ke data publik," jelas Harry.
 
Harry mencatat bahwa alat pemantau media sosial memiliki peran besar dalam pemantauan hoaks juga. "Jika kita menggunakan social media monitoring, kita mungkin hanya mendapatkan visibilitas 5% hingga 10%," jelasnya. Visibilitas yang rendah ini dinilai Harry dapat mengakibatkan organisasi seperti MAFINDO kesulitan mendeteksi dan membantah hoaks.
 
Perlunya regulasi dari Kominfo untuk membuka akses transparan terkait informasi ke ruang publik, disebut Harry penting untuk membantu membantah hoaks. "Kita tidak bisa melawan hoaks dengan mata tertutup. Kita perlu memantau informasi yang ada di ruang publik," ungkapnya. Tanpa akses yang memadai, usaha untuk mendeteksi dan membantah hoaks ini menjadi kian sulit.
 
Selama masa pandemi Covid-19 dan pemilu, MAFINDO mengklaim mampu melawan banyak hoaks. Namun, tantangan baru terus muncul terutama dalam konteks disinformasi yang terus berkembang. Sehingga, peran komunikasi yang baik dari stakeholder juga dinilai penting menangani hoaks.
 
Lembaga pemerintahan, seperti Kemenkes misalnya disarankan fokus melihat celah di balik narasi yang digunakan dalam konten hoaks yang sering kali lebih menarik dan persuasif dibandingkan konten yang disampaikan oleh pihak resmi.

"Konten hoaks cenderung lebih emosional dan berusaha menjangkau audiens secara lebih intim," jelasnya. Harry menilai hal ini menjadi tantangan besar bagi lembaga resmi pemerintah untuk membuat informasi resmi dikemas lebih menarik.
 
Untuk meningkatkan efektivitas penyampaian informasi kesehatan, Harry merekomendasikan perubahan dalam pendekatan komunikasi. Misalnya dengan mengikuti tren kekinian, hingga memainkan emosi yang berperan penting dalam cara orang menerima informasi.

Baca juga: Sejarah Hoaks dari Masa ke Masa, Salah Satunya Klaim Peneliti Menemukan Manusia Bersayap di Bulan

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Tips Memotret Bintang di Dataran Tinggi untuk Menyaksikan Keajaiban Milky Way

BERIKUTNYA

Ratusan Artefak Bersejarah dari Belanda Siap Dipajang di Pameran Repatriasi

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: