Nasib Properti Usai Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Pakar: Banyak Alih Fungsi Gedung
03 July 2024 |
13:56 WIB
Jakarta akan menanggalkan statusnya sebagai Ibu Kota Negara (IKN). Wilayah yang memiliki populasi 11,43 juta jiwa ini digadang-gadang beralih fungsi sebagai pusat bisnis setelah IKN Nusantara, yang terletak di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, diresmikan.
Perjalanan Jakarta sebagai ibu kota memang cukup panjang. Bermula pada 17 Agustus 1945, wilayah yang dulu bernama Batavia tersebut secara de facto menjadi Ibu Kota Indonesia saat kemerdekaan diproklamirkan.
Sempat berpindah ke Yogyakarta dan Bukittinggi, status Ibu Kota kembali kepada Jakarta pada 17 Agustus 1950 setelah Republik Indonesia Serikat (RIS) dibubarkan, berganti menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selama lebih dari 70 tahun, kota ini berkembang tidak hanya sebagai pusat pemerintahan, tetapi menjadi metropolitan yang ramai.
Dengan luas 661,52 km2, pemukiman di Jakarta cukup padat, begitu pula banyaknya kantor dan gedung bertingkat. Ketika status Ibu Kota berpindah ke IKN, sektor residensial dan properti ini tentu akan terdampak.
Baca juga: Jakarta Bakal Jadi Kota Bisnis, Pengamat Nilai Ada Peluang Besar di Sektor Wirausaha
Kendati demikian, Hari Gani, Ketua Komite Tetap Kadin bidang Tata Ruang dan Pengembangan Kawasan menilai dampaknya belum bisa dirasakan saat ini, mengingat pemindahan IKN memerlukan waktu panjang, minimal 25 tahun dan dilakukan secara bertahap.
Adapun untuk periode 2020-2024, merupakan pemindahan tahap awal dengan pembangunan infrastruktur utama seperti Istana Kepresidenan dan gedung MPR/DPR.
Hari menyebut kantor kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kedutaan, hingga swasta kemungkinan masih beroperasi di Jakarta dalam waktu yang lama. Menurutnya, sektor properti di Jakarta akan tetap menarik mengingat lebih dari 10 juta orang tinggal di kota ini. Dengan jumlah penduduk tersebut, perputaran ekonominya pun besar.
Bila dibandingkan dengan kota lainnya, pendapatan masyarakat Jakarta berada di kelas menengah ke atas dan mendorong tingkat daya beli. “Sampai hari ini informasi yang saya dapat dari konsultan-konsultan properti asing yang beroperasi di Indonesia, mereka melihat bahwa Jakarta tetap menjadi lokasi infrastruktur yang paling menarik, bahkan kalau IKN pindah,” tuturnya.
Bicara tantangan properti di wilayah Jabodetabek saat IKN pindah ke Kalimantan Timur, Hari menjelaskan sektor bisnis ini sangat dipengaruhi dengan kondisi ekonomi makro. Pemerintahan Prabowo-Gibran menargetkan ekonomi makro bisa tumbuh di atas 7 persen. Hari berpendapat jika target itu tercapai, sektor properti bisa bangkit kembali seperti 2012, 2000 sampai 2015.
“Kalau ekonomi makro bagus, berarti daya beli masyarakat akan meningkat. Jangankan meningkat daya beli properti, barang-barang konsumsi lainnya juga akan meningkat transaksi penjualannya,” jelas Wakil Ketua Real Estate Indonesia (REI) itu.
Properti di Jakarta saat ini pun cukup beragam. Dari sisi residensial, ada perumahan tapak maupun vertikal. Sementara pada ranah komersial terdapat perkantoran, pusat perbelanjaan, toko, hotel, hingga sarana MICE berskala global yang begitu menarik para investor dan pengembang properti saat ini.
Ketika IKN Nusantara dikukuhkan dan mulai beroperasi sebagai pusat pemerintahan maupun ekonomi, Hari berpendapat hal itu bisa jadi momentum dan peluang Jakarta untuk menata kembali tata ruangnya menjadi lebih baik. Gedung atau bekas kantor pemerintahan yang ditinggalkan bisa dialihfungsikan menjadi hunian vertikal.
Pemerintah pun telah mengeluarkan pembatasan untuk pembangunan rumah tapak di Jakarta. Lagu pula, jika dijadikan hunian rumah tapak, tentu harga jualnya akan sangat tinggi, terutama di wilayah SCBD yang tanahnya saat ini sekitar Rp100 juta per meter. “Dengan hunian vertikal, nanti daya tampung Jakarta bisa ditingkatkan,” imbuhnya.
Selain hunian, aset-aset pemerintahan pusat yang bangunannya sudah sangat jelek akan dijadikan ruang terbuka hijau untuk membuat iklim yang lebih segar dan nyaman bagi penduduk Jakarta. Bahkan menurut Hari ada wacana gedung pemerintahan akan dialihfungsikan sebagai museum.
Terpisah, Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia Syarifah Syaukat, sepakat bahwa signifikansi dampak pindahnya ibu kota negara diperkirakan tidak terlalu berpengaruh terhadap para pengembang properti. Dia berpendapat developer dipastikan melakukan restrategi penjualan dengan menyesuaikan konfigurasi produk sesuai dengan pasar yang bergerak di area Jabodetabek.
Jakarta sebagai pusat bisnis dan perdagangan diperkirakan akan terus tumbuh, terutama sektor propertinya. Kendati demikian, fokus properti komersial nantinya akan mengerucut untuk mendorong transaksi dengan private sector, seperti pada sektor perkantoran.
Sementara itu, untuk sektor properti residential, diperkirakan akan terus tumbuh untuk segmen middle. “Sektor hospitality kemungkinan cukup terdampak, mengingat MICE dari kegiatan pemerintah cukup mewarnai dan menjadi daya ungkit performa setelah pandemi,” kata konsultan properti itu.
Untuk yang berusia 40 tahun ke atas, lebih memilih untuk tinggal di pinggir Jakarta, seperti kawasan Serpong, Sentul, Cikarang, maupun Bekasi yang harga rumah dan tanahnya lebih murah.
Sementara itu, Colliers memperkirakan permintaan apartemen di Jakarta akan mengalami peningkatan sepanjang sisa semester 2024, terutama dengan penetapan pemerintahan baru dan kondisi iklim bisnis yang stabil, juga investasi baru yang masuk. Perusahaan konsultan jasa real estate itu mencatat penambahan pasokan 9.317 unit apartemen akan berlangsung hingga 2026.
“Dari jumlah tersebut, sebanyak 4.516 unit dijadwalkan akan selesai pada sisa kuartal tahun 2024, 3.956 unit pada tahun 2025, dan 845 unit pada tahun 2026,” ujar Head of Research Colliers Ferry Salanto.
Pihaknya berpendapat, membeli apartemen saat ini menjadi peluang yang menguntungkan, mengingat rencana pemerintah untuk menaikkan pajak menjadi 12 persen pada 2025. Selain itu, lahan di sekitar stasiun Bundaran HI ke Kota, mencakup stasiun Thamrin, Monas, Harmoni, Sawah Besar, Mangga Besar, Glodok, dan Kota, menjadi sangat potensial untuk proyek baru dengan adanya pembangunan infrastruktur MRT fase 2A.
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hunian yang menerapkan prinsip Transit-Oriented Development (TOD), yang menekankan pada aksesibilitas, kenyamanan, dan efisiensi. Investasi properti di sekitar area tersebut tidak hanya menambah nilai pada proyek, tetapi juga meningkatkan daya tarik bagi calon pembeli.
Baca juga: Hypereport: Menyiapkan Masa Depan Jakarta
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Perjalanan Jakarta sebagai ibu kota memang cukup panjang. Bermula pada 17 Agustus 1945, wilayah yang dulu bernama Batavia tersebut secara de facto menjadi Ibu Kota Indonesia saat kemerdekaan diproklamirkan.
Sempat berpindah ke Yogyakarta dan Bukittinggi, status Ibu Kota kembali kepada Jakarta pada 17 Agustus 1950 setelah Republik Indonesia Serikat (RIS) dibubarkan, berganti menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selama lebih dari 70 tahun, kota ini berkembang tidak hanya sebagai pusat pemerintahan, tetapi menjadi metropolitan yang ramai.
Dengan luas 661,52 km2, pemukiman di Jakarta cukup padat, begitu pula banyaknya kantor dan gedung bertingkat. Ketika status Ibu Kota berpindah ke IKN, sektor residensial dan properti ini tentu akan terdampak.
Baca juga: Jakarta Bakal Jadi Kota Bisnis, Pengamat Nilai Ada Peluang Besar di Sektor Wirausaha
Kendati demikian, Hari Gani, Ketua Komite Tetap Kadin bidang Tata Ruang dan Pengembangan Kawasan menilai dampaknya belum bisa dirasakan saat ini, mengingat pemindahan IKN memerlukan waktu panjang, minimal 25 tahun dan dilakukan secara bertahap.
Adapun untuk periode 2020-2024, merupakan pemindahan tahap awal dengan pembangunan infrastruktur utama seperti Istana Kepresidenan dan gedung MPR/DPR.
Hari menyebut kantor kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kedutaan, hingga swasta kemungkinan masih beroperasi di Jakarta dalam waktu yang lama. Menurutnya, sektor properti di Jakarta akan tetap menarik mengingat lebih dari 10 juta orang tinggal di kota ini. Dengan jumlah penduduk tersebut, perputaran ekonominya pun besar.
Bila dibandingkan dengan kota lainnya, pendapatan masyarakat Jakarta berada di kelas menengah ke atas dan mendorong tingkat daya beli. “Sampai hari ini informasi yang saya dapat dari konsultan-konsultan properti asing yang beroperasi di Indonesia, mereka melihat bahwa Jakarta tetap menjadi lokasi infrastruktur yang paling menarik, bahkan kalau IKN pindah,” tuturnya.
Bicara tantangan properti di wilayah Jabodetabek saat IKN pindah ke Kalimantan Timur, Hari menjelaskan sektor bisnis ini sangat dipengaruhi dengan kondisi ekonomi makro. Pemerintahan Prabowo-Gibran menargetkan ekonomi makro bisa tumbuh di atas 7 persen. Hari berpendapat jika target itu tercapai, sektor properti bisa bangkit kembali seperti 2012, 2000 sampai 2015.
“Kalau ekonomi makro bagus, berarti daya beli masyarakat akan meningkat. Jangankan meningkat daya beli properti, barang-barang konsumsi lainnya juga akan meningkat transaksi penjualannya,” jelas Wakil Ketua Real Estate Indonesia (REI) itu.
Jajaran gedung perkantoran dan apartemen di Jakarta (Sumber gambar: JIBI/Bisnis/Abdurachman)
Ketika IKN Nusantara dikukuhkan dan mulai beroperasi sebagai pusat pemerintahan maupun ekonomi, Hari berpendapat hal itu bisa jadi momentum dan peluang Jakarta untuk menata kembali tata ruangnya menjadi lebih baik. Gedung atau bekas kantor pemerintahan yang ditinggalkan bisa dialihfungsikan menjadi hunian vertikal.
Pemerintah pun telah mengeluarkan pembatasan untuk pembangunan rumah tapak di Jakarta. Lagu pula, jika dijadikan hunian rumah tapak, tentu harga jualnya akan sangat tinggi, terutama di wilayah SCBD yang tanahnya saat ini sekitar Rp100 juta per meter. “Dengan hunian vertikal, nanti daya tampung Jakarta bisa ditingkatkan,” imbuhnya.
Selain hunian, aset-aset pemerintahan pusat yang bangunannya sudah sangat jelek akan dijadikan ruang terbuka hijau untuk membuat iklim yang lebih segar dan nyaman bagi penduduk Jakarta. Bahkan menurut Hari ada wacana gedung pemerintahan akan dialihfungsikan sebagai museum.
Terpisah, Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia Syarifah Syaukat, sepakat bahwa signifikansi dampak pindahnya ibu kota negara diperkirakan tidak terlalu berpengaruh terhadap para pengembang properti. Dia berpendapat developer dipastikan melakukan restrategi penjualan dengan menyesuaikan konfigurasi produk sesuai dengan pasar yang bergerak di area Jabodetabek.
Jakarta sebagai pusat bisnis dan perdagangan diperkirakan akan terus tumbuh, terutama sektor propertinya. Kendati demikian, fokus properti komersial nantinya akan mengerucut untuk mendorong transaksi dengan private sector, seperti pada sektor perkantoran.
Sementara itu, untuk sektor properti residential, diperkirakan akan terus tumbuh untuk segmen middle. “Sektor hospitality kemungkinan cukup terdampak, mengingat MICE dari kegiatan pemerintah cukup mewarnai dan menjadi daya ungkit performa setelah pandemi,” kata konsultan properti itu.
Apartemen Jadi Pilihan
Hari Gani menerangkan bisnis apartemen tetap menarik di Jakarta meskipun ibu kota telah berpindah dalam waktu dekat. Demografi penghuni rumah vertikal ini kemungkinan akan didominasi kaum muda yang masih produktif seperti milenial dan generasi Z.Untuk yang berusia 40 tahun ke atas, lebih memilih untuk tinggal di pinggir Jakarta, seperti kawasan Serpong, Sentul, Cikarang, maupun Bekasi yang harga rumah dan tanahnya lebih murah.
Sementara itu, Colliers memperkirakan permintaan apartemen di Jakarta akan mengalami peningkatan sepanjang sisa semester 2024, terutama dengan penetapan pemerintahan baru dan kondisi iklim bisnis yang stabil, juga investasi baru yang masuk. Perusahaan konsultan jasa real estate itu mencatat penambahan pasokan 9.317 unit apartemen akan berlangsung hingga 2026.
“Dari jumlah tersebut, sebanyak 4.516 unit dijadwalkan akan selesai pada sisa kuartal tahun 2024, 3.956 unit pada tahun 2025, dan 845 unit pada tahun 2026,” ujar Head of Research Colliers Ferry Salanto.
Pihaknya berpendapat, membeli apartemen saat ini menjadi peluang yang menguntungkan, mengingat rencana pemerintah untuk menaikkan pajak menjadi 12 persen pada 2025. Selain itu, lahan di sekitar stasiun Bundaran HI ke Kota, mencakup stasiun Thamrin, Monas, Harmoni, Sawah Besar, Mangga Besar, Glodok, dan Kota, menjadi sangat potensial untuk proyek baru dengan adanya pembangunan infrastruktur MRT fase 2A.
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hunian yang menerapkan prinsip Transit-Oriented Development (TOD), yang menekankan pada aksesibilitas, kenyamanan, dan efisiensi. Investasi properti di sekitar area tersebut tidak hanya menambah nilai pada proyek, tetapi juga meningkatkan daya tarik bagi calon pembeli.
Baca juga: Hypereport: Menyiapkan Masa Depan Jakarta
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.