Waspada, Mayoritas Penjahat Siber Beraksi lewat Telegram
01 July 2024 |
14:27 WIB
Penjahat dunia maya semakin meresahkan. Mereka selalu memanfaatkan media sosial untuk menjerat korbannya atau mengatur modus kejahatannya. Selain forum dark web, Telegram belakangan dianggap menjadi media paling efektif untuk berkomunikasi antarsesama hacker hingga menjerat korban.
Tim Kaspersky Digital Footprint Intelligence baru-baru ini menganalisis bahwa penjahat dunia maya semakin banyak menggunakan Telegram sebagai platform untuk aktivitas pasar underground. Mereka secara aktif mengoperasikan saluran dan grup di Telegram yang didedikasikan untuk mendiskusikan skema penipuan, dan mendistribusikan database yang bocor.
Baca juga: Hampir 6 Juta Ancaman Siber Terdeteksi di Indonesia, Cek Cara Mencegah Serangannya
Selain itu, mereka memperdagangkan berbagai layanan kriminal, seperti pencairan dana, pemalsuan dokumen, layanan serangan distributed denial-of-service (DDoS), dan banyak lagi melalui Telegram. Menurut data Digital Footprint Intelligence Kaspersky, volume postingan semacam itu melonjak sebesar 53 persen pada Mei-Juni 2024 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Analis di Kaspersky Digital Footprint Intelligence Alexei Bannikov mengatakan meningkatnya minat terhadap Telegram dari komunitas penjahat dunia maya didorong oleh beberapa faktor utama. Pertama, messenger ini sangat populer, audiensnya telah mencapai 900 juta pengguna bulanan, menurut Pavel Durov.
Kedua, Telegram dipasarkan sebagai pengirim pesan paling aman dan independen yang tidak mengumpulkan data pengguna apa pun, sehingga memberikan rasa aman dan impunitas bagi pelaku ancaman.
Ketiga, menemukan atau membuat komunitas di Telegram relatif mudah. “Dikombinasikan dengan faktor-faktor lain, memungkinkan berbagai saluran, termasuk saluran penjahat dunia maya, untuk mengumpulkan audiens dengan cepat,” tuturnya.
Bannikov menerangkan penjahat dunia maya yang beroperasi di Telegram umumnya menunjukkan kecanggihan dan keahlian teknis yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang ditemukan di forum dark web yang lebih terbatas dan terspesialisasi. Hal ini disebabkan rendahnya hambatan masuk ke komunitas bayangan Telegram.
Di Telegram, seseorang dengan tujuan berbahaya hanya perlu membuat akun dan berlangganan sumber kriminal yang dapat mereka temukan karena sudah menjadi bagian dari komunitas kriminal tersebut. Selain itu, Telegram tidak memiliki sistem reputasi yang serupa dengan yang ditemukan di forum dark web.
Dia menyebut banyak penipu di dunia kriminal siber Telegram bahkan cenderung menipu sesama anggota komunitasnya. Tren lainnya, Telegram muncul sebagai platform tempat berbagai peretas membuat pernyataan dan mengekspresikan pandangan mereka.
Oleh karena basis penggunanya yang luas dan distribusi konten yang cepat melalui saluran Telegram, para peretas menganggap platform ini sebagai alat yang mudah digunakan untuk memicu serangan DDoS dan metode merusak lainnya terhadap infrastruktur yang ditargetkan.
“Selain itu, mereka dapat melepaskan data curian dari organisasi yang diserang ke domain publik menggunakan saluran bayangan”, catat Bannikov.
Di tengah maraknya ancaman aktivitas peretas, individu, pelaku bisnis, maupun pemerintah diimbau melakukan mitigasi yang tepat. Mitigasi bisa dimulai dengan sumber daya yang sadar akan risiko serangan dunia maya hingga teknologi mumpuni mencegah serangan dari berbagai sisi.
Untuk meningkatkan keamanan sebagai pengguna telegram, ada beberapa langkah yang bisa kalian lakukan, di antaranya sembunyikan nomor telepon, pakai lock chat yang dapat mengunci semua pesan secara otomatis setelah tidak digunakan selama beberapa saat.
Baca juga: Awas, Modus Serangan Siber 2024 Makin Canggih dan Mata Duitan
Kemudian, gunakan fitur self-destruct chat yang akan menghilangkan pesan yang telah dikirim antar pengguna. Lalu, hapus pesan berdasarkan tanggal dan batasi undangan masuk grup.
Editor: Fajar Sidik
Tim Kaspersky Digital Footprint Intelligence baru-baru ini menganalisis bahwa penjahat dunia maya semakin banyak menggunakan Telegram sebagai platform untuk aktivitas pasar underground. Mereka secara aktif mengoperasikan saluran dan grup di Telegram yang didedikasikan untuk mendiskusikan skema penipuan, dan mendistribusikan database yang bocor.
Baca juga: Hampir 6 Juta Ancaman Siber Terdeteksi di Indonesia, Cek Cara Mencegah Serangannya
Selain itu, mereka memperdagangkan berbagai layanan kriminal, seperti pencairan dana, pemalsuan dokumen, layanan serangan distributed denial-of-service (DDoS), dan banyak lagi melalui Telegram. Menurut data Digital Footprint Intelligence Kaspersky, volume postingan semacam itu melonjak sebesar 53 persen pada Mei-Juni 2024 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Analis di Kaspersky Digital Footprint Intelligence Alexei Bannikov mengatakan meningkatnya minat terhadap Telegram dari komunitas penjahat dunia maya didorong oleh beberapa faktor utama. Pertama, messenger ini sangat populer, audiensnya telah mencapai 900 juta pengguna bulanan, menurut Pavel Durov.
Kedua, Telegram dipasarkan sebagai pengirim pesan paling aman dan independen yang tidak mengumpulkan data pengguna apa pun, sehingga memberikan rasa aman dan impunitas bagi pelaku ancaman.
Ketiga, menemukan atau membuat komunitas di Telegram relatif mudah. “Dikombinasikan dengan faktor-faktor lain, memungkinkan berbagai saluran, termasuk saluran penjahat dunia maya, untuk mengumpulkan audiens dengan cepat,” tuturnya.
Bannikov menerangkan penjahat dunia maya yang beroperasi di Telegram umumnya menunjukkan kecanggihan dan keahlian teknis yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang ditemukan di forum dark web yang lebih terbatas dan terspesialisasi. Hal ini disebabkan rendahnya hambatan masuk ke komunitas bayangan Telegram.
Di Telegram, seseorang dengan tujuan berbahaya hanya perlu membuat akun dan berlangganan sumber kriminal yang dapat mereka temukan karena sudah menjadi bagian dari komunitas kriminal tersebut. Selain itu, Telegram tidak memiliki sistem reputasi yang serupa dengan yang ditemukan di forum dark web.
Dia menyebut banyak penipu di dunia kriminal siber Telegram bahkan cenderung menipu sesama anggota komunitasnya. Tren lainnya, Telegram muncul sebagai platform tempat berbagai peretas membuat pernyataan dan mengekspresikan pandangan mereka.
Oleh karena basis penggunanya yang luas dan distribusi konten yang cepat melalui saluran Telegram, para peretas menganggap platform ini sebagai alat yang mudah digunakan untuk memicu serangan DDoS dan metode merusak lainnya terhadap infrastruktur yang ditargetkan.
“Selain itu, mereka dapat melepaskan data curian dari organisasi yang diserang ke domain publik menggunakan saluran bayangan”, catat Bannikov.
Di tengah maraknya ancaman aktivitas peretas, individu, pelaku bisnis, maupun pemerintah diimbau melakukan mitigasi yang tepat. Mitigasi bisa dimulai dengan sumber daya yang sadar akan risiko serangan dunia maya hingga teknologi mumpuni mencegah serangan dari berbagai sisi.
Untuk meningkatkan keamanan sebagai pengguna telegram, ada beberapa langkah yang bisa kalian lakukan, di antaranya sembunyikan nomor telepon, pakai lock chat yang dapat mengunci semua pesan secara otomatis setelah tidak digunakan selama beberapa saat.
Baca juga: Awas, Modus Serangan Siber 2024 Makin Canggih dan Mata Duitan
Kemudian, gunakan fitur self-destruct chat yang akan menghilangkan pesan yang telah dikirim antar pengguna. Lalu, hapus pesan berdasarkan tanggal dan batasi undangan masuk grup.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.