Sesi bincang A Bucket of Beetles di Patjar Merah Kecil (Sumber Foto: Hypeabis.id/Kintan Nabila)

Proses Kreatif A Bucket of Beetles, dari Panggung Teater Boneka ke Buku Cerita Bergambar

30 June 2024   |   18:10 WIB
Image
Kintan Nabila Jurnalis Hypeabis.id

A Bucket of Beetles merupakan sebuah buku cerita bergambar yang idenya berasal dari Lunang Pramusesa saat usianya empat tahun. Ide cerita itu awalnya dijadikan cerita pertunjukan teater boneka Papermoon Puppet secara virtual oleh ibundanya, yakni Maria Tri Sulistyani yang juga dikenal sebagai Ria Papermoon.

Pertunjukan tersebut ditonton oleh seribu orang lebih, sammpai akhirnya bisa dipentaskan secara langsung di beberapa negara. Tahun ini, A Bucket of Beetles bermetamorfosis menjadi buku cerita bergambar yang ilustrasinya dikerjakan oleh Agris, seniman muda asal Jawa Timur.

Baca juga: Patjar Merah Ketjil 2024: Simak Rangkaian Acara hingga Cara Akses dengan Transportasi Umum

A Bucket of Beetles mengisahkan Tentang persahabatan antara seorang anak kecil bernama Wehea, dan kumbang di sekitarnya. Pesan ceritanya mengajak kita untuk belajar menghargai hal-hal kecil untuk kemudian mampu menghargai hal-hal yang lebih besar berikutnya.

Wehea adalah seorang anak laki-laki yang tinggal di sebuah hutan hujan yang luas. Seperti orang-orang lain yang tinggal di sana, Wehea memiliki hubungan khusus dengan alam. Bahkan makhluk terkecil di hutan itu adalah teman-temannya. Suatu hari, Wehea melihat seekor kumbang yang sangat istimewa.
 

A

A Bucket of Beetles di Patjar Merah Kecil (Sumber Foto: Hypeabis.id/Kintan Nabila)

Dia pun memulai petualangan untuk bertemu dengan kumbang itu, yakni kumbang badak yang sangat istimewa yang selalu mencari cahaya dan ternyata menyelamatkan hidupnya.

A Bucket of Beetles lebih dari sekedar kisah persahabatan yang indah. Ini adalah kisah tentang hubungan antara manusia dan alam. Sebuah kisah yang membuat kita bertanya-tanya: apakah kita cukup menjaga air, tanah, dan udara?

"Ide ceritanya berangkat dari Lunang saat usianya 4 tahun, waktu itu dia sangat suka mendongeng sebelum tidur, dia juga lagi suka-sukanya dengan serangga, terutama kumbang (beetles)," kata Ria Papermoon, di acara Patjar Merah Kecil, festival kecil literasi dan pasar buku keliling, Minggu (30/6/2024)

Ria memaparkan, mengingat usia Lunang masih 4 tahun, tentu dia belum bisa bercerita secara runut. Setiap cerita yang dituturkan oleh Lunang selalu didengarkan dan direkam olehnya, meskipun terkadang kisah-kisahnya sangat absurd. Sampai kemudian cerita-cerita dari Lunang menjadi ide yang menarik Ria dalam menciptakan sebuah buku dan pertunjukan.

"Ceritanya tentang Wehea anak laki-laki yang bertemu dengan kumbang badak, belalang sembah, dan serangga-serangga lainnya," kata Lunang saat sesi mendongeng di Panggung Taman, Patjar Merah Kecil.

Metamorfosis A Bucket of Beetles dari pertunjukan teater boneka ke buku cerita bergambar berangkat dari ide Ria yang ingin orang-orang tidak hanya melihat dan mengenang pentasnya, namun juga menyimpannya sebagai kenang-kenangan dalam bentuk buku.

"Pentas itu terjadi pada saat itu dan dialami pada saat itu, kita keluar dari gedung pertunjukan bisa lupa kalaupun tersimpan hanya potongan-potongannya saja, tapi tidak bisa diulang. Kalau jadi buku, penonton bisa punya kenang-kenangan yang bisa dibawa pulang dan dibaca kapanpun," kata Ria.

Adapun buku A Bucket of Beetles ilustrasinya dikerjakan oleh Agris. Seniman muda asal Jawa Timur tersebut menceritakan proses kreatifnya dalam mewujudkan cerita dari Lunang dan Ria ke dalam bentuk gambar. Selama proses pengerjaannya, tentu dia menghadapi beberapa tantangan untuk mengkolaborasikan cerita dengan ilustrasi artistik 

"Proses pengerjaan gambar ini kurang lebih sekitar tiga bulan, setiap selesai menggambar saya akan presentasi ke Lunang," papar Agris.

Untuk mengilustrasikan anak laki-laki bernama Wehea dan para serangga yang menjadi kawan-kawannya. Agris membuatnya dengan teknik lukis watercolour. Teknik ini merupakan cara melukis objek menggunakan sapuan tipis dari cat air.

"Menurutku watercolour sangat cocok dengan cerita dalam A Bucket of Beetles, efek-efek yang ditimbulkan oleh teknik pewarnaan tersebut mampu menciptakan mood yang berbeda-beda di setiap lembar bukunya," kata Agris.

Selain itu juga menurutnya, watercolour pengerjaannya lumayan efisien dan dari segi harganya pun, cat air lebih terjangkau. dari cat aklirik. Saat diajukan ke Lunang dan Ria, keduanya pun setuju untuk menggunakan teknik watercolour sebagai ilustrasinya.

 

Mengenal Teater Boneka Papermoon

Ria Papermoon selama ini dikenal sebagai seniman sekaligus pendiri Papermoon Puppet Theatre, yakni sanggar yang mewadahi kreativitas anak-anak. Ketertarikannya pada seni teater bermula ketika dia menempuh pendidikan Ilmu Komunikasi di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada 1999.

"Baik seniman dan ibu, jam kerjanya sama-sama 24 jam dan aku tidak cukup cerdas untuk memisahkan itu, akhirnya proses bermainku dengan anak jadi proses kreatifku sebagai seniman," paparnya.

Adapun Teater Boneka Papermoon didirikan pada April 2006 di Yogyakarta, Indonesia. Ria sebagai Co-Artistic Director. mulai membina, mengembangkan, dan memperluas perusahaan bersama Iwan Effendi, seorang seniman visual dan desainer boneka Papermoon.

"Di antara kolaborator dekat lainnya, kami bekerja sama dengan kelompok dalang, antara lain Anton Fajri, Pambo Priyojati, Beni Sanjaya, Muhammad Alhaq dan Hardiansyah Yoga," kata Ria.

Sampai saat ini, Teater Boneka Papermoon telah menciptakan lebih dari 30 pertunjukan boneka serta instalasi dan pameran seni visual, serta telah melakukan tur ke lebih dari 10 negara. Pada 2008, mereka meluncurkan Pesta Boneka, sebuah biennale boneka internasional yang menyambut para dalang dari seluruh dunia ke Yogyakarya, di mana mereka dapat berbagi karya-karyanya dalam lingkungan komunitas.

Teater Boneka Papermoon percaya bahwa segala sesuatu bisa menjadi hidup. Setiap makhluk, setiap benda, setiap benda di dunia ini menyimpan kehidupan di suatu tempat di dalamnya. Melalui pertunjukan, instalasi, lokakarya, kolaborasi, dan festival, mereka berharap dapat mewujudkan hal-hal tersebut melalui bentuk seni pedalangan yang menakjubkan, serta dengan memupuk hal-hal baik di sekitar dan di dalam diri.

Selama lebih dari sepuluh tahun, Papermoon telah membagikan karyanya kepada audiens di seluruh dunia, mulai dari Jepang hingga Belanda, dari Australia hingga Amerika Serikat. Mereka menciptakan pertunjukan wayang asli dengan tema kontemporer, membuat instalasi dan pameran seni rupa, dan menawarkan lokakarya dan diskusi untuk segala usia tentang pembuatan boneka dan pertunjukan.

 



(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Cek Link Live Streaming UEFA Euro 30 Juni - 1 Juli 2024

BERIKUTNYA

Godzilla x Kong: The New Empire Tayang di HBO Go Mulai 4 Juli 2024

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: