Pameran Surakusuma - Mangkunegaran Art Garden, Eksplorasi Ragam Karya Seni Kontemporer di Taman Pracima Tuin
30 June 2024 |
11:48 WIB
Menemukan karya seni di ruang publik di Indonesia ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami. Kalaupun ada, biasanya terbatas di tempat tertentu dan jarang sekali berada di luar ruang. Namun, anggapan tersebut tidak terasa ketika kita berada di Taman Pracima Tuin di kompleks Puro Mangkunegaran, Solo, Jawa Tengah.
Di sini, karya-karya seni kontemporer yang mencuri perhatian berdiri megah, memberikan aksen tersendiri di taman yang dulunya merupakan taman pribadi Mangkunegoro VII.
Baca juga: Pameran Surakusuma - Mangkunegaran Art Garden Dibuka, Kolaborasi Seni Kontemporer & Kebudayaan Jawa
Karya-karya tersebut adalah bagian dari pameran seni bertajuk Surakusuma - Mangkunegaran Art Garden. Kolaborasi antara Tumurun Museum dan Pracima Tuin Mangkunegaran ini dibuka pada 29 Juni 2024 dan dapat dinikmati hingga 29 Juli 2024. Selama pameran, pengunjung dapat mengikuti berbagai program tambahan seperti tur kuratorial, diskusi seni, dan workshop.
Surakusuma menampilkan karya Aditya Novali, Faisal Habibi, Wedhar Riyadi, Gabriel Aries, Yunizar, Ugo Rondinone, Alicja Kwade, Bernar Venet, dan Alex Seton. Di ruang dalam Pracimasana - Pracima Tuin, dipamerkan karya Rita Widagdo dan Gregorius Sidharta yang menandai jejak penting seni patung modernis Indonesia.
Memasuki kawasan Pracima Tuin, pengunjung harus menaati beberapa aturan seperti mengenakan pakaian sopan atau batik, tidak membawa makanan dari luar, dan tidak bersandal jepit. Saat melangkah masuk, kita akan disambut oleh air mancur dan gedung megah putih bergaya neo klasik.
Salah satu karya yang mencuri perhatian adalah patung monumental karya Wedhar Riyadi berjudul Floating Eyes (fiberglass, 100 x 200 cm, 2017). Bentuk abstrak dan dinamisnya memancarkan energi kuat, seolah-olah berinteraksi langsung dengan alam sekitar. Setiap lekukan dan sudut dari sculpture tersebut memberikan narasi tersendiri yang memperkaya pengalaman pengunjung.
Karya ini mengingatkan kita akan fenomena kontemporer di mana media sosial telah mengubah perilaku manusia di ruang publik. Menurut sang seniman, meskipun manusia mudah bersosialisasi dengan siapapun di seluruh dunia, mereka menjadi enggan untuk bertatap muka dengan orang di sekitar. Semua mata tertuju pada layar, dan di dalam layar, semua mata saling memperhatikan.
Bersebelahan dengan Floating Eyes, terdapat karya Aditya Novali berjudul Tumpu (stainless steel, 400 x 200 cm). Sculpture ini menarik perhatian dengan permukaannya yang mengilap dan bentuk impresifnya. Elemen-elemen geometris yang tertumpuk dengan presisi menciptakan komposisi yang seolah-olah menantang gravitasi.
Karya ini menggabungkan keseimbangan dan keteguhan dalam bentuk abstrak, dengan permukaan yang memantulkan lingkungan sekitar, memberikan pengalaman yang imersif dan dinamis.
Aditya dalam membuat karya ini mengacu pada tata cara penataan batu dalam arsitektur candi kuno. Melalui abstraksi geometris, pahatan melambangkan keseimbangan halus bagaimana bentuk-bentuk tersebut terhubung satu sama lain secara formal dan konseptual.
Bahan reflektif yang mendistorsi lingkungan sekitar dan bentuk dasarnya mengekspresikan narasi yang mengalir berdasarkan struktur-struktur yang dibangun, masing-masing berisi cerita dan perspektif sejarah yang berbeda.
Berbeda dengan dua karya sebelumnya, satu karya justru berada di tengah kolam, yaitu Ainsijam (stone, metal, acrylic, and resin, 198 x 94 x 240 cm, 2023) karya Gabriel Aries. Karya ini tampil dengan bentuk geometris dan organik yang terjalin harmonis.
Struktur vertikal yang kokoh dilengkapi dengan bentuk setengah lingkaran di bagian atas, memberikan kesan keseimbangan dan kesatuan. Bagian logam dan akrilik menambah kilauan dan refleksi cahaya yang berubah-ubah, sementara tekstur kasar dari batu memberikan kesan keabadian dan keteguhan.
Penempatan karya di atas kolam menambah dimensi reflektif pada keseluruhan komposisi. Air yang mengelilingi karya mencerminkan bentuk-bentuk di atasnya, menciptakan ilusi visual yang menarik dan memperkaya pengalaman audiens.
Dalam karya ini, Gabriel berfokus pada eksplorasi penggunaan material baru dalam praktik artistik yang sebelumnya berpusat pada patung batu. Dia menggabungkan material yang berbeda untuk mengatasi perbedaan dan kontradiksi, membangun keseimbangan dan harmoni antara entitas alami dan buatan.
Selain karya-karya tersebut, masih terdapat beberapa karya lain yang bisa dieksplorasi oleh pengunjung. Pameran ini berhasil mendekatkan publik pada karya seni, khususnya patung. Selama ini, karya-karya tersebut umumnya hanya berada di dalam ruang pameran, kini beranjak keluar menyapa publik.
Kurator pameran, Hendra Himawan, mencatat bahwa taman dan patung telah lama menjadi bagian integral dari budaya tata ruang Jawa kuno, tercatat dalam relief candi, prasasti, dan literatur. Dari era kerajaan Hindu-Buddha hingga puncak kerajaan Mataram Islam, taman istana yang dihiasi patung candi dan komposisi tumbuhan mencerminkan kekayaan sejarah dengan nilai, simbol, dan filosofi. Modernisasi Barat, yang diperkenalkan melalui penjajahan, semakin memperkaya konsep dan gaya taman istana, mengubahnya menjadi ruang akulturasi budaya berbagai peradaban.
Menurutnya, Surakusuma menghadirkan patung kontemporer sebagai sarana untuk menafsirkan sejarah spasial ruang budaya, menelusuri kesinambungan dan perubahan praktik seni rupa yang bersinggungan dengan sejarah, serta memahami peran patung kontemporer dalam dialog publik.
"Hadirnya karya patung sesungguhnya menandakan kesadaran penting. Patung seperti sirine membangunkan kita akan waktu dan realitas. Karya-karya yang dihadirkan kami harapkan bisa membentuk kesadaran dan menyentuh hati nurani kita," ujar Hendra.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Di sini, karya-karya seni kontemporer yang mencuri perhatian berdiri megah, memberikan aksen tersendiri di taman yang dulunya merupakan taman pribadi Mangkunegoro VII.
Baca juga: Pameran Surakusuma - Mangkunegaran Art Garden Dibuka, Kolaborasi Seni Kontemporer & Kebudayaan Jawa
Karya-karya tersebut adalah bagian dari pameran seni bertajuk Surakusuma - Mangkunegaran Art Garden. Kolaborasi antara Tumurun Museum dan Pracima Tuin Mangkunegaran ini dibuka pada 29 Juni 2024 dan dapat dinikmati hingga 29 Juli 2024. Selama pameran, pengunjung dapat mengikuti berbagai program tambahan seperti tur kuratorial, diskusi seni, dan workshop.
Surakusuma menampilkan karya Aditya Novali, Faisal Habibi, Wedhar Riyadi, Gabriel Aries, Yunizar, Ugo Rondinone, Alicja Kwade, Bernar Venet, dan Alex Seton. Di ruang dalam Pracimasana - Pracima Tuin, dipamerkan karya Rita Widagdo dan Gregorius Sidharta yang menandai jejak penting seni patung modernis Indonesia.
Memasuki kawasan Pracima Tuin, pengunjung harus menaati beberapa aturan seperti mengenakan pakaian sopan atau batik, tidak membawa makanan dari luar, dan tidak bersandal jepit. Saat melangkah masuk, kita akan disambut oleh air mancur dan gedung megah putih bergaya neo klasik.
Salah satu karya yang mencuri perhatian adalah patung monumental karya Wedhar Riyadi berjudul Floating Eyes (fiberglass, 100 x 200 cm, 2017). Bentuk abstrak dan dinamisnya memancarkan energi kuat, seolah-olah berinteraksi langsung dengan alam sekitar. Setiap lekukan dan sudut dari sculpture tersebut memberikan narasi tersendiri yang memperkaya pengalaman pengunjung.
Karya ini mengingatkan kita akan fenomena kontemporer di mana media sosial telah mengubah perilaku manusia di ruang publik. Menurut sang seniman, meskipun manusia mudah bersosialisasi dengan siapapun di seluruh dunia, mereka menjadi enggan untuk bertatap muka dengan orang di sekitar. Semua mata tertuju pada layar, dan di dalam layar, semua mata saling memperhatikan.
Bersebelahan dengan Floating Eyes, terdapat karya Aditya Novali berjudul Tumpu (stainless steel, 400 x 200 cm). Sculpture ini menarik perhatian dengan permukaannya yang mengilap dan bentuk impresifnya. Elemen-elemen geometris yang tertumpuk dengan presisi menciptakan komposisi yang seolah-olah menantang gravitasi.
Karya ini menggabungkan keseimbangan dan keteguhan dalam bentuk abstrak, dengan permukaan yang memantulkan lingkungan sekitar, memberikan pengalaman yang imersif dan dinamis.
Aditya dalam membuat karya ini mengacu pada tata cara penataan batu dalam arsitektur candi kuno. Melalui abstraksi geometris, pahatan melambangkan keseimbangan halus bagaimana bentuk-bentuk tersebut terhubung satu sama lain secara formal dan konseptual.
Bahan reflektif yang mendistorsi lingkungan sekitar dan bentuk dasarnya mengekspresikan narasi yang mengalir berdasarkan struktur-struktur yang dibangun, masing-masing berisi cerita dan perspektif sejarah yang berbeda.
(Sumber foto: Hypeabis.id/Dika Irawan)
Struktur vertikal yang kokoh dilengkapi dengan bentuk setengah lingkaran di bagian atas, memberikan kesan keseimbangan dan kesatuan. Bagian logam dan akrilik menambah kilauan dan refleksi cahaya yang berubah-ubah, sementara tekstur kasar dari batu memberikan kesan keabadian dan keteguhan.
Penempatan karya di atas kolam menambah dimensi reflektif pada keseluruhan komposisi. Air yang mengelilingi karya mencerminkan bentuk-bentuk di atasnya, menciptakan ilusi visual yang menarik dan memperkaya pengalaman audiens.
Dalam karya ini, Gabriel berfokus pada eksplorasi penggunaan material baru dalam praktik artistik yang sebelumnya berpusat pada patung batu. Dia menggabungkan material yang berbeda untuk mengatasi perbedaan dan kontradiksi, membangun keseimbangan dan harmoni antara entitas alami dan buatan.
Selain karya-karya tersebut, masih terdapat beberapa karya lain yang bisa dieksplorasi oleh pengunjung. Pameran ini berhasil mendekatkan publik pada karya seni, khususnya patung. Selama ini, karya-karya tersebut umumnya hanya berada di dalam ruang pameran, kini beranjak keluar menyapa publik.
(Sumber foto: Hypeabis.id/Dika Irawan)
Menurutnya, Surakusuma menghadirkan patung kontemporer sebagai sarana untuk menafsirkan sejarah spasial ruang budaya, menelusuri kesinambungan dan perubahan praktik seni rupa yang bersinggungan dengan sejarah, serta memahami peran patung kontemporer dalam dialog publik.
"Hadirnya karya patung sesungguhnya menandakan kesadaran penting. Patung seperti sirine membangunkan kita akan waktu dan realitas. Karya-karya yang dihadirkan kami harapkan bisa membentuk kesadaran dan menyentuh hati nurani kita," ujar Hendra.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.