6 Langkah Penting Bagi Investor Muda saat Menghadapi Tanda-Tanda Krisis Ekonomi
30 June 2024 |
23:19 WIB
Genhype, berinvestasi sejak usia muda merupakan keharusan untuk memastikan kesejahteraan pada masa depan. Namun, menanam modal bukanlah perilaku yang bersifat gambling, tetapi merupakan sebuah perjalanan dalam memahami dinamika ekonomi nasional hingga global, sehingga mampu menempatkan dana investasi dalam keranjang yang aman dengan hasil optimal.
Dengan kemampuan itu, berinvestasi akan terasa lebih tenang dan aman serta mampu melihat momentum dan portofolio yang tepat dalam berbagai situasi dan kondisi ekonomi yang terjadi.
Baca juga: Instrumen Investasi yang Cocok untuk 5 Karakter Investor, Genhype yang Mana?
Untuk itu, BNI Sekuritas dalam keterangan tertulisnya memberikan panduan bagi investor muda, dalam menghadapi ketidakpastian geopolitik lewat pembelajaran dalam menghadapi dampak yang dapat terjadi di tengah era ketidakpastian dewasa ini.
Berbagai isu seperti peristiwa politik, perubahan regulasi, sengketa perdagangan, dan ketegangan antarnegara dapat menciptakan ketidakstabilan di pasar keuangan.
SEVP Retail Markets & Technology BNI Sekuritas Teddy Wishadi mengatakan pembelajaran dari krisis ekonomi masa lalu menjadi modal berharga bagi investor, seperti krisis ekonomi di Asia pada 1997 hingga 1998 yang berdampak luas, termasuk di Indonesia, serta krisis ekonomi Argentina tahun 2024 ini yang menyebabkan peningkatan pengangguran, penurunan daya beli, dan meningkatnya ketidakpastian sosial di negara tersebut.
Menurutnya, dari pengalaman ini dapat dipahami bahwa perubahan geopolitik secara tiba-tiba dapat merusak stabilitas pasar keuangan, memicu inflasi signifikan, dan gejolak sosial. Oleh karena itu, pemahaman akan sejarah dan kesiapan untuk menghadapi potensi krisis serupa diperlukan oleh investor dan calon investor muda.
Berikut beberapa tips yang dapat membantu investor muda mengelola investasi apabila krisis ekonomi terjadi.
Salah satu kunci utama dalam menghadapi krisis adalah diversifikasi. Saat krisis ekonomi ataupun tidak, investor sebaiknya menaruh investasi di berbagai instrumen saham dan di berbagai industri.
Diversifikasi diharapkan dapat mengatasi kerugian yang terjadi apabila salah satu instrumen atau industri tidak dalam performa terbaiknya. Diversifikasi membantu mengurangi risiko karena tidak semua aset akan terpengaruh secara negatif pada saat yang sama.
Saat terjadi krisis ekonomi, kemungkinan besar beberapa sektor industri akan turun nilai sahamnya. Investor diharapkan untuk tidak segera panik dan terkena godaan untuk menjual aset. Pasalnya, pasar akan pulih seiring waktu. Setelah krisis ekonomi 1997-1998, pemulihan pasar saham di Indonesia berlangsung secara bertahap.
Pada awal 2000-an, IHSG mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang stabil. IHSG kembali mencapai level pra-krisis pada pertengahan dekade 2000-an dan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Pada 2007, IHSG mencapai rekor tertinggi baru yang melampaui level sebelum krisis.
Saat krisis, beberapa sektor seperti kebutuhan pokok, kesehatan, dan utilitas cenderung lebih stabil dibandingkan sektor lain. Investasi dalam aset defensif ini bisa memberikan perlindungan tambahan terhadap volatilitas pasar. Investor dapat mempertimbangkan obligasi pemerintah yang juga dianggap sebagai safe haven selama periode ketidakpastian ekonomi.
Selain berinvestasi, investor disarankan untuk mempersiapkan dana darurat yang bersifat likuid seperti contoh uang tunai. Hal ini berguna untuk berjaga-jaga apabila krisis terjadi, dana tersebut dapat menjadi bantalan finansial jika terjadi penurunan pendapatan atau kehilangan pekerjaan. Jadi, investor tidak harus secara gegabah menjual aset investasi di saat nilai mereka sedang rendah.
Selain bersiap untuk mempertahankan nilai investasi yang dimiliki, pada saat krisis investor juga memiliki peluang investasi yang mungkin tidak selalu muncul pada waktu normal. Misalnya, aset berkualitas yang dijual dengan harga lebih rendah daripada biasanya. Investor dapat menggunakan dana darurat untuk mempertimbangkan membeli aset yang undervalued.
Namun, jangan terburu-buru memutuskan. Pastikan untuk melakukan riset menyeluruh dan konsultasi dengan penasihat keuangan sebelum mengambil keputusan.
Informasi adalah kunci dalam menghadapi krisis. Tetaplah mengikuti perkembangan ekonomi dan kebijakan pemerintah yang dapat mempengaruhi pasar. Tinjau kinerja keuangan, prospek bisnis, manajemen, dan faktor-faktor lain yang memengaruhi nilai saham. Informasi dapat diperoleh dari situs web perusahaan, liputan media, atau rekomendasi tim riset.
Misalnya, tim riset Ritel BNI Sekuritas melalui program Morning Investview yang memberikan pandangan bagi investor setiap harinya. Dengan pemahaman yang baik terhadap fundamental perusahaan, investor dapat membuat keputusan investasi yang lebih berdasarkan analisis yang objektif.
“Dengan menerapkan strategi-strategi ini, investor diharapkan dapat lebih siap menghadapi ketidakpastian dan melindungi investasinya dari dampak krisis ekonomi,” ujar Teddy.
Dengan kemampuan itu, berinvestasi akan terasa lebih tenang dan aman serta mampu melihat momentum dan portofolio yang tepat dalam berbagai situasi dan kondisi ekonomi yang terjadi.
Baca juga: Instrumen Investasi yang Cocok untuk 5 Karakter Investor, Genhype yang Mana?
Untuk itu, BNI Sekuritas dalam keterangan tertulisnya memberikan panduan bagi investor muda, dalam menghadapi ketidakpastian geopolitik lewat pembelajaran dalam menghadapi dampak yang dapat terjadi di tengah era ketidakpastian dewasa ini.
Berbagai isu seperti peristiwa politik, perubahan regulasi, sengketa perdagangan, dan ketegangan antarnegara dapat menciptakan ketidakstabilan di pasar keuangan.
SEVP Retail Markets & Technology BNI Sekuritas Teddy Wishadi mengatakan pembelajaran dari krisis ekonomi masa lalu menjadi modal berharga bagi investor, seperti krisis ekonomi di Asia pada 1997 hingga 1998 yang berdampak luas, termasuk di Indonesia, serta krisis ekonomi Argentina tahun 2024 ini yang menyebabkan peningkatan pengangguran, penurunan daya beli, dan meningkatnya ketidakpastian sosial di negara tersebut.
Menurutnya, dari pengalaman ini dapat dipahami bahwa perubahan geopolitik secara tiba-tiba dapat merusak stabilitas pasar keuangan, memicu inflasi signifikan, dan gejolak sosial. Oleh karena itu, pemahaman akan sejarah dan kesiapan untuk menghadapi potensi krisis serupa diperlukan oleh investor dan calon investor muda.
Berikut beberapa tips yang dapat membantu investor muda mengelola investasi apabila krisis ekonomi terjadi.
1. Diversifikasi Portofolio Investasi
Salah satu kunci utama dalam menghadapi krisis adalah diversifikasi. Saat krisis ekonomi ataupun tidak, investor sebaiknya menaruh investasi di berbagai instrumen saham dan di berbagai industri.Diversifikasi diharapkan dapat mengatasi kerugian yang terjadi apabila salah satu instrumen atau industri tidak dalam performa terbaiknya. Diversifikasi membantu mengurangi risiko karena tidak semua aset akan terpengaruh secara negatif pada saat yang sama.
2. Fokus pada Investasi Jangka Panjang
Saat terjadi krisis ekonomi, kemungkinan besar beberapa sektor industri akan turun nilai sahamnya. Investor diharapkan untuk tidak segera panik dan terkena godaan untuk menjual aset. Pasalnya, pasar akan pulih seiring waktu. Setelah krisis ekonomi 1997-1998, pemulihan pasar saham di Indonesia berlangsung secara bertahap.Pada awal 2000-an, IHSG mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang stabil. IHSG kembali mencapai level pra-krisis pada pertengahan dekade 2000-an dan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Pada 2007, IHSG mencapai rekor tertinggi baru yang melampaui level sebelum krisis.
3. Pertimbangkan Investasi dalam Aset Defensif
Saat krisis, beberapa sektor seperti kebutuhan pokok, kesehatan, dan utilitas cenderung lebih stabil dibandingkan sektor lain. Investasi dalam aset defensif ini bisa memberikan perlindungan tambahan terhadap volatilitas pasar. Investor dapat mempertimbangkan obligasi pemerintah yang juga dianggap sebagai safe haven selama periode ketidakpastian ekonomi.
4. Siapkan Dana Darurat
Selain berinvestasi, investor disarankan untuk mempersiapkan dana darurat yang bersifat likuid seperti contoh uang tunai. Hal ini berguna untuk berjaga-jaga apabila krisis terjadi, dana tersebut dapat menjadi bantalan finansial jika terjadi penurunan pendapatan atau kehilangan pekerjaan. Jadi, investor tidak harus secara gegabah menjual aset investasi di saat nilai mereka sedang rendah.
5. Manfaatkan Kesempatan dalam Krisis
Selain bersiap untuk mempertahankan nilai investasi yang dimiliki, pada saat krisis investor juga memiliki peluang investasi yang mungkin tidak selalu muncul pada waktu normal. Misalnya, aset berkualitas yang dijual dengan harga lebih rendah daripada biasanya. Investor dapat menggunakan dana darurat untuk mempertimbangkan membeli aset yang undervalued.Namun, jangan terburu-buru memutuskan. Pastikan untuk melakukan riset menyeluruh dan konsultasi dengan penasihat keuangan sebelum mengambil keputusan.
6. Tetap Terinformasi dan Beradaptasi
Informasi adalah kunci dalam menghadapi krisis. Tetaplah mengikuti perkembangan ekonomi dan kebijakan pemerintah yang dapat mempengaruhi pasar. Tinjau kinerja keuangan, prospek bisnis, manajemen, dan faktor-faktor lain yang memengaruhi nilai saham. Informasi dapat diperoleh dari situs web perusahaan, liputan media, atau rekomendasi tim riset.Misalnya, tim riset Ritel BNI Sekuritas melalui program Morning Investview yang memberikan pandangan bagi investor setiap harinya. Dengan pemahaman yang baik terhadap fundamental perusahaan, investor dapat membuat keputusan investasi yang lebih berdasarkan analisis yang objektif.
“Dengan menerapkan strategi-strategi ini, investor diharapkan dapat lebih siap menghadapi ketidakpastian dan melindungi investasinya dari dampak krisis ekonomi,” ujar Teddy.
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.