Melihat Rumah-rumah Berlanggam Arsitektur Tropis ala Mustafa Pamuntjak
25 June 2024 |
14:47 WIB
Nama mendiang Mustafa Pamuntjak mungkin tak sepopuler rekan arsitek semasanya seperti Han Awal, Bianpoen, Soejoedi Wirjoatmodjo, dan YB. Mangunwijaya. Namun, karya-karya arsitektural Pamuntjak menawarkan perspektif menarik dengan desain ikonik, utamanya dalam merespons kondisi iklim tropis di Indonesia.
Dalam merancang rumah tinggal, Pamuntjak meyakini bahwa rumah tidak hanya harus nyaman dihuni, tetapi juga perlu mengakomodasi preferensi dan kebiasaan sehari-hari sang penghuni. Dalam keseharian, penghuni berperan utama dalam mengadaptasikan arsitektur rumahnya, dan memiliki pilihan bebas dalam merespons ruang-ruang yang sudah dirancang sesuai dengan kebutuhan, cara hidup, dan seleranya masing-masing.
Baca juga: Menyelami Karya Arsitektural Mustafa Pamuntjak dalam Pameran Dari Rumah ke Rumah: Keseharian
Pada 2017, Pamuntjak pernah menuliskan kisahnya dalam buku persembahan untuk sahabatnya sesama arsitek, Han Awal. Dalam tulisannya, dia menceritakan pengalamannya selama menempuh pendidikan arsitektur di Jerman.
Salah satu ajaran gurunya yang menjadi prinsip kuat yang dia pegang yaitu bahwa arsitek sebelum merancang rumah tinggal harus memahami kehidupan sehari-hari dari klien atau pemberi tugasnya, bahkan bila perlu menginap bersama mereka agar bisa mengenal kepribadiannya secara mendalam.
Dengan latar belakang itu, Pamuntjak memiliki banyak pertimbangan dalam merancang bangunan, terlebih untuk rumah tinggal yang bersifat lebih personal. Dia memiliki sejumlah daftar yang dijadikannya sebagai acuan dasar untuk memahami klien sebelum memulai membuatkan desainnya, mulai dari kebiasaan, cara hidup, hingga hobi penghuni rumah.
Rumah yang berada di Jalan Bango misalnya, terdiri dari sejumlah massa yang berdiri agak menyerong, membingkai sebidang kebun yang luas di belakang. Karena lahannya yang cenderung berkontur, hierarki ruang pada rumah ini terlihat dari ketinggian lantainya yang semakin menurun seiring dengan gerak dari sisi terluar rumah hingga sisi yang terdekat dengan kebun.
Selain itu, rumah itu juga memiliki susunan massa bangunan dan bukaan kaca yang lebar, sehingga tetap membuat ruang-ruang di dalam rumah saling terhubung secara visual walaupun setiap orang berada di ruang yang berbeda. Desain ini dirancang Pamuntjak sejalan dengan keseharian penghuni rumah yang memiliki anak-anak kecil. Adapun, rumah ini menggunakan lantai terakota yang membuat nuansa hunian terlihat hangat.
Rumah ikonik lainnya yang dirancang Pamuntjak ialah yang berada di Jalan Jaya Mandala. Keunikan rumah ini terletak pada massa bangunannya yang terdiri dari komposisi bidang dan ruang rektangular di lahan yang bersudut-sudut, serta pengulangan bentuk melengkung di beberapa area transisinya.
Meski terletak di perkotaan, rumah itu memiliki lahan terbuka dengan kolam renang dan vegetasi yang dapat dilihat oleh penghuni melalui bukaan-bukaan kaca yang mengelilingi sebagian ruang interiornya.
Tak hanya itu, Pamuntjak juga berperan dalam perancangan sebuah rumah tinggal di bilangan Cibubur, Jakarta Timur, pada 1992. Pada rumah ini, sang arsitek merancang komposisi atap-atap miring dan tritisan yang menjadi karakteristik desain Pamuntjak dalam merespons kondisi tropis.
Baca juga: Eksklusif Yori Antar: Menjaga & Melestarikan Rumah Adat Demi Keberlangsungan Arsitektur Nusantara
Arsitek Astrid Susanti menilai secara arsitektural, salah satu yang menonjol dari sosok Mustafa Pamuntjak ialah cara dan karakter sang arsitek mendekati klien. Menurutnya, sebagai arsitek, Pamuntjak memiliki pendekatan yang akrab sekaligus detail untuk benar-benar merancang rumah sesuai dengan preferensi dan kebutuhan klien.
"Itu yang tidak dimiliki atau terungkap dari arsitek-arsitek lain," katanya saat ditemui Hypeabis.id di Universitas Pembangunan Jaya (UPJ) Bintaro, Senin (24/6/2024).
Perempuan pendiri biro desain SAIA Architecture itu juga menambahkan ciri khas lain yang menonjol dari sosok Pamuntjak ialah implementasi desain yang sesuai dengan iklim tropis di Indonesia, yakni ditandai dengan kehadiran tritisan, teras, dan atap yang besar. "Sehingga kualitas udara di rumah itu terjaga dengan baik," imbuhnya.
Berbeda dengan rumah-rumah lainnya, rumah di Megamendung memiliki denah berbentuk segi enam sehingga Pamuntjak menamainya Rumah Hexagon atau Villa Hexagon.
Dengan organisasi ruang komunal yang minim sekat dan sebuah conversation pit di tengah denah lantainya, rumah ini mengakomodasi kegiatan berlibur yang melibatkan keluarga atau kelompok. Plus, dilengkapi dengan atap yang mirip atap rumah tradisional joglo, serta kombinasi material kayu dan batu-batuan.
Sementara rumah yang terletak di daerah Cilember, komposisi atap-atap miring dan tritisan menjadi karakteristik desain Pamuntjak. Rumah ini menunjukkan cara sang arsitek memanfaatkan elemen struktural sebagai karakteristik visual. Terlihat dari gording, kaso, dan kuda-kuda kayu yang kerap dibiarkan terekspos di bawah plafon yang miring.
Pada rumah ini, kombinasi balok dan kolom baja prefabrikasi menjadi aksen dengan warna putih dan biru yang kontras dengan elemen-elemen kayu pada struktur atap dan pelapis lantai. Selain itu, struktur baja yang kokoh dan dinding yang ringan menjadikan rumah ini sesuai dengan konteksnya yang merupakan dataran tinggi berkontur.
Peneliti dari Yayasan Museum Arsitektur Indonesia Siti Arfah Annisa mengatakan konsep desain arsitektur tropis yang diusung oleh Mustafa Pamuntjak tak sekadar menghadirkan nuansa hijau dan asri pada rumah. Lebih dari itu, sang arsitek merancang bangunannya dengan mempertimbangkan kondisi iklim tropis di Indonesia.
Misalnya, menghadirkan tritisan yang cukup lebar untuk menghindari air hujan yang masuk pada hunian. Selain itu, bukaan-bukaan yang lebar pada rumah sehingga hunian tetap sejuk dan nyaman, sekalipun tidak menggunakan pendingin ruangan. Begitupun dengan teras-teras yang luas, yang hadir untuk menopang tritisan yang panjang sekaligus menciptakan ruang transisi udara dari luar ke dalam rumah.
Sementara untuk material, Pamuntjak menyesuaikannya dengan jenis proyek dan kebutuhan klien, sehingga tidak ada ciri khas khusus dari segi material. "Strategi-strategi desain ini yang sebenarnya banyak bisa kita lihat di rancangannya Pak Pamuntjak. Walaupun ada bukaan rumah yang tidak terlalu besar, pasti biasanya sepanjang fasad rumah itu berupa bukaan semua," katanya.
Menurut perempuan yang karib disapa Nisa itu, pendekatan desain arsitektur Pamuntjak semestinya bisa menjadi landasan dasar bagi para arsitek di Indonesia dalam merancang bangunannya, yakni yang sesuai dengan kondisi iklim tropis di Indonesia. Namun, pada kenyataannya, tak sedikit arsitek yang justru lebih mengedepankan perkembangan tren arsitektur, dan melupakan pemahaman dasar tersebut.
"Karena percuma kalau rumah sudah bagus-bagus, tapi orang yang tinggal di dalamnya merasa kepanasan atau sering bocor, sehingga perawatan jadi mahal. Karena di Indonesia iklimnya tropis, jadi semua arsitek harusnya memikirkan itu," ucapnya.
Senada, Astrid juga berpendapat prinsip-prinsip fisika bangunan dari Pamuntjak bisa menjadi bahan rujukan bagi para arsitek di Indonesia, lantaran dinilai masih relevan dengan kebutuhan arsitektural hari ini.
Jika kalian tertarik untuk menyimak perjalanan karier arsitektural sosok Mustafa Pamuntjak, datanglah ke pameran bertajuk Dari Rumah ke Rumah: Keseharian Dalam Karya Mustafa Pamuntjak. Ekshibisi yang berlangsung hingga Agustus 2024 di Universitas Pembangunan Jaya (UPJ) Bintaro ini mengajak pengunjung untuk menyelami proses perancangan rumah-rumah tinggal karya Pamuntjak, lewat sejumlah arsip seperti foto, dokumen, dan video interaktif.
Baca juga: Hypereport: Net Zero Energy Building hingga Ugahari, Konsep Arsitektur yang Lestari
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful MIllah
Dalam merancang rumah tinggal, Pamuntjak meyakini bahwa rumah tidak hanya harus nyaman dihuni, tetapi juga perlu mengakomodasi preferensi dan kebiasaan sehari-hari sang penghuni. Dalam keseharian, penghuni berperan utama dalam mengadaptasikan arsitektur rumahnya, dan memiliki pilihan bebas dalam merespons ruang-ruang yang sudah dirancang sesuai dengan kebutuhan, cara hidup, dan seleranya masing-masing.
Baca juga: Menyelami Karya Arsitektural Mustafa Pamuntjak dalam Pameran Dari Rumah ke Rumah: Keseharian
Pada 2017, Pamuntjak pernah menuliskan kisahnya dalam buku persembahan untuk sahabatnya sesama arsitek, Han Awal. Dalam tulisannya, dia menceritakan pengalamannya selama menempuh pendidikan arsitektur di Jerman.
Salah satu ajaran gurunya yang menjadi prinsip kuat yang dia pegang yaitu bahwa arsitek sebelum merancang rumah tinggal harus memahami kehidupan sehari-hari dari klien atau pemberi tugasnya, bahkan bila perlu menginap bersama mereka agar bisa mengenal kepribadiannya secara mendalam.
Dengan latar belakang itu, Pamuntjak memiliki banyak pertimbangan dalam merancang bangunan, terlebih untuk rumah tinggal yang bersifat lebih personal. Dia memiliki sejumlah daftar yang dijadikannya sebagai acuan dasar untuk memahami klien sebelum memulai membuatkan desainnya, mulai dari kebiasaan, cara hidup, hingga hobi penghuni rumah.
Suasana rumah di Jalan Bango karya Mustafa Pamuntjak. (Sumber gambar: William Sutanto, 2022)
Rumah di Jalan Bango & Jaya Mandala, Jakarta
Salah satu ciri khas desain arsitektural Pamuntjak ialah peka terhadap iklim tropis dengan teras luas dan bukaan yang lebar. Hal ini misalnya tampak pada dua rumah rancangannya yang berlokasi di Jalan Bango dan Jalan Raya Mandala, Jakarta Selatan.Rumah yang berada di Jalan Bango misalnya, terdiri dari sejumlah massa yang berdiri agak menyerong, membingkai sebidang kebun yang luas di belakang. Karena lahannya yang cenderung berkontur, hierarki ruang pada rumah ini terlihat dari ketinggian lantainya yang semakin menurun seiring dengan gerak dari sisi terluar rumah hingga sisi yang terdekat dengan kebun.
Selain itu, rumah itu juga memiliki susunan massa bangunan dan bukaan kaca yang lebar, sehingga tetap membuat ruang-ruang di dalam rumah saling terhubung secara visual walaupun setiap orang berada di ruang yang berbeda. Desain ini dirancang Pamuntjak sejalan dengan keseharian penghuni rumah yang memiliki anak-anak kecil. Adapun, rumah ini menggunakan lantai terakota yang membuat nuansa hunian terlihat hangat.
Suasana rumah di Jalan Jaya Mandala karya Mustafa Pamuntjak. (Sumber gambar: William Sutanto, 2022)
Meski terletak di perkotaan, rumah itu memiliki lahan terbuka dengan kolam renang dan vegetasi yang dapat dilihat oleh penghuni melalui bukaan-bukaan kaca yang mengelilingi sebagian ruang interiornya.
Tak hanya itu, Pamuntjak juga berperan dalam perancangan sebuah rumah tinggal di bilangan Cibubur, Jakarta Timur, pada 1992. Pada rumah ini, sang arsitek merancang komposisi atap-atap miring dan tritisan yang menjadi karakteristik desain Pamuntjak dalam merespons kondisi tropis.
Baca juga: Eksklusif Yori Antar: Menjaga & Melestarikan Rumah Adat Demi Keberlangsungan Arsitektur Nusantara
Suasana Villa Hexagon di Megamendung, Bogor, Jawa Barat karya Mustafa Pamuntjak. (Sumber gambar: William Sutanto, 2022)
"Itu yang tidak dimiliki atau terungkap dari arsitek-arsitek lain," katanya saat ditemui Hypeabis.id di Universitas Pembangunan Jaya (UPJ) Bintaro, Senin (24/6/2024).
Perempuan pendiri biro desain SAIA Architecture itu juga menambahkan ciri khas lain yang menonjol dari sosok Pamuntjak ialah implementasi desain yang sesuai dengan iklim tropis di Indonesia, yakni ditandai dengan kehadiran tritisan, teras, dan atap yang besar. "Sehingga kualitas udara di rumah itu terjaga dengan baik," imbuhnya.
Beberapa Rumah di Bogor
Tidak hanya mengerjakan proyek rumah tinggal di Jakarta, Pamuntjak juga merancang beberapa rumah di kawasan Bogor, Jawa Barat, diantaranya adalah rumah di Megamendung dan rumah di Cilember, Cisarua.Berbeda dengan rumah-rumah lainnya, rumah di Megamendung memiliki denah berbentuk segi enam sehingga Pamuntjak menamainya Rumah Hexagon atau Villa Hexagon.
Dengan organisasi ruang komunal yang minim sekat dan sebuah conversation pit di tengah denah lantainya, rumah ini mengakomodasi kegiatan berlibur yang melibatkan keluarga atau kelompok. Plus, dilengkapi dengan atap yang mirip atap rumah tradisional joglo, serta kombinasi material kayu dan batu-batuan.
Tampilan luar Villa Hexagon di Megamendung, Bogor, Jawa Barat karya Mustafa Pamuntjak. (Sumber gambar: William Sutanto, 2022)
Pada rumah ini, kombinasi balok dan kolom baja prefabrikasi menjadi aksen dengan warna putih dan biru yang kontras dengan elemen-elemen kayu pada struktur atap dan pelapis lantai. Selain itu, struktur baja yang kokoh dan dinding yang ringan menjadikan rumah ini sesuai dengan konteksnya yang merupakan dataran tinggi berkontur.
Suasana rumah di Cilember, Bogor, Jawa Barat karya Mustafa Pamuntjak. (Sumber gambar: William Sutanto, 2022)
Misalnya, menghadirkan tritisan yang cukup lebar untuk menghindari air hujan yang masuk pada hunian. Selain itu, bukaan-bukaan yang lebar pada rumah sehingga hunian tetap sejuk dan nyaman, sekalipun tidak menggunakan pendingin ruangan. Begitupun dengan teras-teras yang luas, yang hadir untuk menopang tritisan yang panjang sekaligus menciptakan ruang transisi udara dari luar ke dalam rumah.
Sementara untuk material, Pamuntjak menyesuaikannya dengan jenis proyek dan kebutuhan klien, sehingga tidak ada ciri khas khusus dari segi material. "Strategi-strategi desain ini yang sebenarnya banyak bisa kita lihat di rancangannya Pak Pamuntjak. Walaupun ada bukaan rumah yang tidak terlalu besar, pasti biasanya sepanjang fasad rumah itu berupa bukaan semua," katanya.
Menurut perempuan yang karib disapa Nisa itu, pendekatan desain arsitektur Pamuntjak semestinya bisa menjadi landasan dasar bagi para arsitek di Indonesia dalam merancang bangunannya, yakni yang sesuai dengan kondisi iklim tropis di Indonesia. Namun, pada kenyataannya, tak sedikit arsitek yang justru lebih mengedepankan perkembangan tren arsitektur, dan melupakan pemahaman dasar tersebut.
"Karena percuma kalau rumah sudah bagus-bagus, tapi orang yang tinggal di dalamnya merasa kepanasan atau sering bocor, sehingga perawatan jadi mahal. Karena di Indonesia iklimnya tropis, jadi semua arsitek harusnya memikirkan itu," ucapnya.
Senada, Astrid juga berpendapat prinsip-prinsip fisika bangunan dari Pamuntjak bisa menjadi bahan rujukan bagi para arsitek di Indonesia, lantaran dinilai masih relevan dengan kebutuhan arsitektural hari ini.
Jika kalian tertarik untuk menyimak perjalanan karier arsitektural sosok Mustafa Pamuntjak, datanglah ke pameran bertajuk Dari Rumah ke Rumah: Keseharian Dalam Karya Mustafa Pamuntjak. Ekshibisi yang berlangsung hingga Agustus 2024 di Universitas Pembangunan Jaya (UPJ) Bintaro ini mengajak pengunjung untuk menyelami proses perancangan rumah-rumah tinggal karya Pamuntjak, lewat sejumlah arsip seperti foto, dokumen, dan video interaktif.
Baca juga: Hypereport: Net Zero Energy Building hingga Ugahari, Konsep Arsitektur yang Lestari
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful MIllah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.