Ada Gejala Pernapasan, Epidemiolog Sebut Kemungkinan Flu Burung H5 Berevolusi
13 June 2024 |
18:00 WIB
Kewaspadaan penyebaran virus H5 kembali merebak. Subvarian atau strain H5N1 yang mulanya ditemukan di China pada 1996, kini menyebar di berbagai belahan dunia. Belum selesai dengan H5N1, kini kasus untuk strain H5N2 juga mulai menghkawatirkan.
Beberapa tahun belakangan, perkembangan kedua strain virus ini terjadi di beberapa negara bagian Amerika Serikat. Terakhir, kasus H5 menyerang seorang pekerja ternak di Michigan, Amerika Serikat. Namun, tampaknya kasus tersebut bukanlah penyakit flu burung biasa. Pasalnya, ditemukan karakteristik gejala yang berbeda dari virus flu burung sebelumnya.
Sebagai informasi, Departemen Kesehatan & Layanan Kemanusiaan Amerika Serikat mengonfirmasi perkembangan kasus flu burung di negeri Paman Sam tersebut. Melansir laman CDC, sudah tercatat 3 orang mengalami flu burung dari paparan sapi perah pada rentang 1 April 2024 hingga 29 Mei 2024. Sementara kasus paparan melalui unggas terakhir dikonfirmasi mendera 1 orang pada 28 April 2022 lalu.
Baca Juga: Marak Flu Burung H5 di AS, Kemenkes Siapkan Antisipasi di Pintu Masuk RI
Dokter & Epidemiolog dari Griffith University, Australia Dicky Budiman melihat temuan penting dalam kasus ketiga dikonfirmasinya flu burung H5 tersebut. Pertama, Dicky menyebut pasien tersebut mengalami gejala pernapasan seperti batuk setelah terpapar langsung dengan sapi yang terinfeksi. “Ini adalah pertama kalinya flu burung menyebabkan gejala pernapasan pada manusia, dua sebelumnya hanya mengalami mata merah,” katanya.
Menurut Dicky, gejala pernapasan yang dialami pasien tersebut menunjukkan kemungkinan flu burung telah berevolusi dan potensi adanya penyebaran antar manusia baik melalui udara atau droplets. Kondisi ini perlu menjadi perhatian dunia media, sebab Dicky melihat potensi flu burung menjadi pandemi bisa saja makin dekat dan perlu kewaspadaan khusus.
Meskipun risiko infeksi flu burung bagi masyarakat tergolong rendah, masyarakat dan seluruh stakeholder kesehatan perlu menyiapkan langkah pencegahan dan mitigasi. Dicky menekankan pentingnya menggunakan APD saat berinteraksi dengan hewan yang mungkin terinfeksi. Kemudian, perlu untuk menghindari kontak langsung atau berkepanjangan dengan hewan yang terinfeksi, atau lingkungan yang sudah terkontaminasi tanpa menggunakan pelindung.
Penyakit terkait virus juga sangat terkait dengan higienitas. Dicky menganjurkan masyarakat untuk rutin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir setelah berinteraksi dengan hewan atau lingkungan yang terkontaminasi. Jika memungkinkan, lakukan desinfeksi lingkungan untuk memastikan lingkungan kerja dan alat-alat yang digunakan disterilkan secara rutin.
Tak kalah penting, lakukan pengamatan gejala kesehatan utamanya yang terkait dengan keluhan batuk, demam, hingga mata merah atau masalah konjungtivitis setelah kontak dengan hewan. Saat pasien terinfeksi, perlu kesadaran untuk melakukan isolasi mandiri dan merantau kesehatan secara rutin. Isolasi mandiri dijalankan untuk mencegah kemungkinan penularan dan melihat pada kondisi dan gejalanya makin memburuk.
Pasien dapat melakukan penggunaan obat antiviral, yakni obat antivirus seperti oseltamivir untuk mengurangi gejala-gejala virus dan mempercepat pemulihan. Dalam ketiga kasus flu burung tersebut, pasien juga diberikan perawatan dengan pemberian obat oseltamivir.
Gejala batuk dan ketidaknyamanan pada mata (kondisi berair) mulai membaik setelah konsumsi obat dibarengi dengan isolasi mandiri di rumah. Dalam praktiknya, oseltamivir sudah sering digunakan untuk mencegah dan mengobati infeksi virus influenza tipe A dan tipe B seperti flu burung dari varian sebelumnya.
Baca Juga: Dikonfirmasi WHO, Pria di Meksiko Meninggal Setelah Terpapar Flu Burung H5N2
Editor: M. Taufikul Basari
Beberapa tahun belakangan, perkembangan kedua strain virus ini terjadi di beberapa negara bagian Amerika Serikat. Terakhir, kasus H5 menyerang seorang pekerja ternak di Michigan, Amerika Serikat. Namun, tampaknya kasus tersebut bukanlah penyakit flu burung biasa. Pasalnya, ditemukan karakteristik gejala yang berbeda dari virus flu burung sebelumnya.
Sebagai informasi, Departemen Kesehatan & Layanan Kemanusiaan Amerika Serikat mengonfirmasi perkembangan kasus flu burung di negeri Paman Sam tersebut. Melansir laman CDC, sudah tercatat 3 orang mengalami flu burung dari paparan sapi perah pada rentang 1 April 2024 hingga 29 Mei 2024. Sementara kasus paparan melalui unggas terakhir dikonfirmasi mendera 1 orang pada 28 April 2022 lalu.
Baca Juga: Marak Flu Burung H5 di AS, Kemenkes Siapkan Antisipasi di Pintu Masuk RI
Dokter & Epidemiolog dari Griffith University, Australia Dicky Budiman melihat temuan penting dalam kasus ketiga dikonfirmasinya flu burung H5 tersebut. Pertama, Dicky menyebut pasien tersebut mengalami gejala pernapasan seperti batuk setelah terpapar langsung dengan sapi yang terinfeksi. “Ini adalah pertama kalinya flu burung menyebabkan gejala pernapasan pada manusia, dua sebelumnya hanya mengalami mata merah,” katanya.
Menurut Dicky, gejala pernapasan yang dialami pasien tersebut menunjukkan kemungkinan flu burung telah berevolusi dan potensi adanya penyebaran antar manusia baik melalui udara atau droplets. Kondisi ini perlu menjadi perhatian dunia media, sebab Dicky melihat potensi flu burung menjadi pandemi bisa saja makin dekat dan perlu kewaspadaan khusus.
Meskipun risiko infeksi flu burung bagi masyarakat tergolong rendah, masyarakat dan seluruh stakeholder kesehatan perlu menyiapkan langkah pencegahan dan mitigasi. Dicky menekankan pentingnya menggunakan APD saat berinteraksi dengan hewan yang mungkin terinfeksi. Kemudian, perlu untuk menghindari kontak langsung atau berkepanjangan dengan hewan yang terinfeksi, atau lingkungan yang sudah terkontaminasi tanpa menggunakan pelindung.
Penyakit terkait virus juga sangat terkait dengan higienitas. Dicky menganjurkan masyarakat untuk rutin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir setelah berinteraksi dengan hewan atau lingkungan yang terkontaminasi. Jika memungkinkan, lakukan desinfeksi lingkungan untuk memastikan lingkungan kerja dan alat-alat yang digunakan disterilkan secara rutin.
Tak kalah penting, lakukan pengamatan gejala kesehatan utamanya yang terkait dengan keluhan batuk, demam, hingga mata merah atau masalah konjungtivitis setelah kontak dengan hewan. Saat pasien terinfeksi, perlu kesadaran untuk melakukan isolasi mandiri dan merantau kesehatan secara rutin. Isolasi mandiri dijalankan untuk mencegah kemungkinan penularan dan melihat pada kondisi dan gejalanya makin memburuk.
Pasien dapat melakukan penggunaan obat antiviral, yakni obat antivirus seperti oseltamivir untuk mengurangi gejala-gejala virus dan mempercepat pemulihan. Dalam ketiga kasus flu burung tersebut, pasien juga diberikan perawatan dengan pemberian obat oseltamivir.
Gejala batuk dan ketidaknyamanan pada mata (kondisi berair) mulai membaik setelah konsumsi obat dibarengi dengan isolasi mandiri di rumah. Dalam praktiknya, oseltamivir sudah sering digunakan untuk mencegah dan mengobati infeksi virus influenza tipe A dan tipe B seperti flu burung dari varian sebelumnya.
Baca Juga: Dikonfirmasi WHO, Pria di Meksiko Meninggal Setelah Terpapar Flu Burung H5N2
Editor: M. Taufikul Basari
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.