Ilustrasi branding dan marketing (dok: Unsplash/Patrik Michalicka)

Menimbang Branding dan Marketing, Mana yang Paling Penting?

19 August 2021   |   11:10 WIB
Image
Rezha Hadyan Hypeabis.id

Pelaku usaha tentunya sudah tidak asing lagi dengan istilah branding dan marketing. Dua istilah yang saling berkaitan satu sama lain dan menjadi kunci suksesnya sebuah bisnis apabila implementasinya dilakukan dengan tepat.

Namun, tak bisa dipungkiri jika masih banyak pelaku usaha yang belum memahami dan mengetahui bagaimana mengimplementasikan keduanya dengan baik. Bahkan, tak sedikit pula yang mengira bahwa hanya salah satu dari keduanya yang memegang peranan penting dalam sebuah bisnis.

Menurut pakar branding Subiakto Priosoedarsono, pada dasarnya branding dan marketing berada di posisi yang sejajar. Strategi marketing apapun tanpa dukungan branding yang tepat tidak akan memberikan hasil yang optimal.

Kemudian, Pak Bi--demikian sapaan akrabnya--juga mengungkapkan bahwa bisnis yang berkelanjutan membutuhkan branding yang tepat, tidak hanya sekadar strategi marketing. Oleh karena itu, branding dapat diibaratkan sebagai aset yang harus dijaga demi kelangsungan bisnis di masa mendatang.

Brand-nya enggak bagus ya bisnisnya nggak bagus. Karena brand itu adalah trust. Percuma kalau semuanya bagus tetapi tidak dipercaya maka menjadi sesuatu yang mubazir. Atau semuanya bagus tetapi tidak sustainable, brand itu sifatnya sustainable,” katanya.

Jika diibaratkan sebagai aset, Pak Bi menilai branding yang tepat punya nilai jauh lebih besar dibandingkan dengan aset fisik bernilai fantastis. Karena brand yang tepat merupakan jaminan pendapatan bagi suatu bisnis di masa depan.

“Bisnis jangan hanya bicara profit atau cuan saja, harus berkelanjutan. Karena bisnis itu pada dasarnya adalah membesarkan aset, kalau profit saja itu salah besar,” tegasnya.

Khusus untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), Pak Bi sejak 2019 telah menyiapkan program Rebranding Indonesia untuk mendorong mereka mampu memperluas pasarnya dan lebih dikenal oleh konsumen.

Potensi yang dimiliki UMKM terbilang besar mengingat pergerakan mereka bisa jauh lebih lincah dibandingkan dengan pelaku usaha berskala besar dalam hal strategi branding dan marketing. Mereka dapat dengan mudah mengubah strategi tersebut sesuai kebutuhan atau kondisi pasar.

Bicara mengenai branding dan UMKM, CEO Timor Moringa Meybi Agnesya menilai strategi branding yang tepat menjadi kunci dari kesuksesan produk olahan daun kelornya. Lewat strategi branding yang tepat, produknya kini mampu menjangkau lebih banyak konsumen dari segmen pasar yang berbeda dari sebelumnya.

Menurut Meybi, sebelumnya branding dari Timor Moringa adalah oleh-oleh khas Nusa Tenggara Timur (NTT) yang tentunya menyasar konsumen dari kalangan pelancong. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, ditambah lagi dengan adanya pandemi Covid-19 dia memutuskan untuk mengubah branding menjadi produk herbal dengan berbagai manfaat.

“Di era pandemi ini terjadi shifting customer behaviour, orang-orang lebih aware dengan kesehatan. Sehingga Timor Moringa memutuskan untuk mengubah segmentasi produknya menjadi untuk masyarakat umum yang membutuhkan sesuatu untuk menjaga kesehatannya atau meningkatkan daya tahan tubuh,” ujarnya.

Namun, Meybi meyakini bahwa perubahan strategi branding yang dia lakukan bukanlah satu-satunya faktor penentu dari moncernya penjualan Timor Moringa. Dia mengaku ikut mengubah strategi pemasarannya, menitikberatkan pada penjualan daring menggunakan berbagai platform, termasuk marketplace.

Selain itu, Meybi juga mulai menyadari pentingnya menjalin hubungan baik dengan konsumen lewat komunikasi dua arah. Adapun, media yang digunakan adalah platform daring seperti situs web dan media sosial.

“Ruang kita secara fisik sangat terbatas, satu ruang yang tidak terbatas adalah ruang digital, itu yang harus disadari dulu dan penting untuk membangun literasi digital sebelum memasuki strategi branding," tambahnya.

Head of Brand & Reputation Management Niagahoster Ayunda Zikrina mengatakan branding dan marketing yang tepat, khususnya marketing digital masih belum dilakukan secara maksimal oleh para pelaku usaha di Tanah Air. Niagahoster mencatat sebanyak 24,38?ri klien kalangan pelaku usaha terpaksa menutup kanal digitalnya karena bisnisnya tidak berjalan lancar.

Hal ini dinilai merupakan gabungan dari persoalan pengembangan produk yang tidak matang, masalah dari sisi produksi dan perencanaan keuangan, hingga kurang memaksimalkan promosi di kanal digital.

"Proses branding dan promosi digital sering dilupakan dalam membangun bisnis. Akibatnya proses inovasi produk jadi terhambat. Orang sekedar berjualan tanpa memerhatikan feedback atau masukan dari pasar. Inilah yang membuat bisnis tidak mampu bertahan.” ungkapnya.

Editor: Dika Irawan

SEBELUMNYA

Blackpink The Movie jadi Film dengan Pendapatan Tertinggi di Korsel

BERIKUTNYA

Intel Buktikan Keseriusan Masuk Pasar GPU Awal 2022

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: