Saksikan Flores The Singing Island Festival, Kado Istimewa dari Flores untuk Indonesia
15 August 2021 |
20:11 WIB
Indonesia bakal mendapat kado istimewa dari Flores, Nusa Tenggara Timur, pada hari jadinya yang ke-76. Pulau yang namanya memiliki arti tanjung bunga ini akan mempersembahkan parade musik etnik yang digelar secara virtual, bertajuk Flores The Singing Island Festival pada hari kemerdekaan mendatang.
Sebanyak 100 lebih pemusik dari delapan kabupaten dan diaspora asal Flores diagendakan tampil pada acara itu. Untuk menyaksikannya penikmat musik dapat mengunjungi kanal Youtube Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Selasa (17/8/2021), pukul 14.00 WIB.
“Festival ini diikuti delapan sanggar. Diikuti juga Flores diaspora, ada yang menyanyi diari Jakarta, Bali, Jogja,” ujar Ivan Nestorman, musisi neotradisi asal NTT sekaligus penggagas festival ini dalam konferensi pers virtual, Minggu (15/8/2021).
Adapun festival ini memang digelar secara virtual dan bersifat rekaman. “Video ini kami jahit, menjadi satu sajian yang panjangnya 1 jam 30 menit diselingi ucapan. Ini bukan streaming, kita menonton YouTube bersama,” jelas Ivan.
Dia menjelaskan bahwa dalam festival ini penonton dapat melihat dan mendengarkan langsung kekhasan, keberagaman musik dan irama dari Flores.
Jaap Kuns, etnomusikog terkenal Belanda kata Ivan pernah mampir ke Flores dan merekam musik di sana pada 1930-1932. Ivan bercerita bahwa Kuns selalu terkagum-kagum melihat kenyataan musikal yang dijumpai di sana baik berupa alat musik maupun ragam nyanyian masyarakat yang unik.
Misalnya, di Tanjung Bunga yang menyanyi dengan suara 1,2,3. Di Ngada memiliki irama jai. Di Maumere, ada bladut bladat yang biasanya diiringi tarian. Ditambah adanya kemampuan onomatope atau beatbox. Di Ende, ada ritual yang awalnya dulu dipakai untuk mengundang hujan, angin, dengan gaya bernyanyi gawi.
“Di seluruh Flores Barat gunakan skill pentatonik, Manggarai Timur ada perpaduan sedikit nuansa Jawa. Kekhasan ini perlu kita bangun, kita revitalisasi, sama-sama mengolahnya sehingga generasi kita ke depan memiliki katalog yang bisa jadi referensi,” tutur Ivan.
Seiring waktu dengan adanya pertukaran budaya, muncul pula musik neo tradisi yang dipopulerkan Ivan. Ya, menjaga musik etnik agar tetap eksis dan semakin dikenal generasi penerus, serta berkembang menjadi salah satu misi dari festival ini. Para musisi juga ingin membuktikan bahwa Flores bukan hanya indah alamnya namun juga indah dalam hal suara yang disajikan penduduknya.
“Kammi ingin menunjukkan kepada dunia Flores memiliki aset luar bisa yaitu musikalitas yang sangat tinggi. Ini juga bentuk bagaimana kami promosikan kebudayaan di Flores. Hampir semua orang di Flores hobi bernyanyi dan punya musikalitas tinggi,” tegas Dirut Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLF) Shana Fatin.
Dia berharap festival ini tumbuh besar agar lebih banyak lagi seniman atau musikus yang bisa memberikan warna tersendiri dalam musiknya, yakni warna musik Flores.
Editor: Dika Irawan
Sebanyak 100 lebih pemusik dari delapan kabupaten dan diaspora asal Flores diagendakan tampil pada acara itu. Untuk menyaksikannya penikmat musik dapat mengunjungi kanal Youtube Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Selasa (17/8/2021), pukul 14.00 WIB.
“Festival ini diikuti delapan sanggar. Diikuti juga Flores diaspora, ada yang menyanyi diari Jakarta, Bali, Jogja,” ujar Ivan Nestorman, musisi neotradisi asal NTT sekaligus penggagas festival ini dalam konferensi pers virtual, Minggu (15/8/2021).
Adapun festival ini memang digelar secara virtual dan bersifat rekaman. “Video ini kami jahit, menjadi satu sajian yang panjangnya 1 jam 30 menit diselingi ucapan. Ini bukan streaming, kita menonton YouTube bersama,” jelas Ivan.
Flores The Singing Island Festival (Dok. Istimewa)
Dia menjelaskan bahwa dalam festival ini penonton dapat melihat dan mendengarkan langsung kekhasan, keberagaman musik dan irama dari Flores.
Jaap Kuns, etnomusikog terkenal Belanda kata Ivan pernah mampir ke Flores dan merekam musik di sana pada 1930-1932. Ivan bercerita bahwa Kuns selalu terkagum-kagum melihat kenyataan musikal yang dijumpai di sana baik berupa alat musik maupun ragam nyanyian masyarakat yang unik.
Misalnya, di Tanjung Bunga yang menyanyi dengan suara 1,2,3. Di Ngada memiliki irama jai. Di Maumere, ada bladut bladat yang biasanya diiringi tarian. Ditambah adanya kemampuan onomatope atau beatbox. Di Ende, ada ritual yang awalnya dulu dipakai untuk mengundang hujan, angin, dengan gaya bernyanyi gawi.
“Di seluruh Flores Barat gunakan skill pentatonik, Manggarai Timur ada perpaduan sedikit nuansa Jawa. Kekhasan ini perlu kita bangun, kita revitalisasi, sama-sama mengolahnya sehingga generasi kita ke depan memiliki katalog yang bisa jadi referensi,” tutur Ivan.
Seiring waktu dengan adanya pertukaran budaya, muncul pula musik neo tradisi yang dipopulerkan Ivan. Ya, menjaga musik etnik agar tetap eksis dan semakin dikenal generasi penerus, serta berkembang menjadi salah satu misi dari festival ini. Para musisi juga ingin membuktikan bahwa Flores bukan hanya indah alamnya namun juga indah dalam hal suara yang disajikan penduduknya.
“Kammi ingin menunjukkan kepada dunia Flores memiliki aset luar bisa yaitu musikalitas yang sangat tinggi. Ini juga bentuk bagaimana kami promosikan kebudayaan di Flores. Hampir semua orang di Flores hobi bernyanyi dan punya musikalitas tinggi,” tegas Dirut Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLF) Shana Fatin.
Dia berharap festival ini tumbuh besar agar lebih banyak lagi seniman atau musikus yang bisa memberikan warna tersendiri dalam musiknya, yakni warna musik Flores.
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.