Resensi Loversation, Cerita Balada Cinta Penuh Kata
17 January 2024 |
22:02 WIB
Miliaran orang di dunia mungkin pernah mengimpikan balada cintanya. Memang, ada saja cara Tuhan menemukan sepasang kekasih dengan cara-cara yang tak terduga. Bahkan mereka yang terlahir dengan jalan hidup yang berbeda pun bisa menjadi jodoh.
Kisah ini dituangkan dalam cerita yang dikemas Valerie Patkar dalam bukunya yang berjudul Loversation, sebuah novel yang menyatakan jika cinta sebetulnya punya ungkapan dan alasan.
Dalam buku ini, penulis menyampaikan secara gamblang bahwa cinta adalah hal yang penuh dengan kata-kata, meski kadang sulit dijelaskan. Memang, cinta tidak untuk dijelaskan tetapi dirasakan. Begitulah kira-kira Valerie membawa alur cerita dalam buku ini.
Baca juga: Resensi Yellowface, Cerita Kebohongan Lewat Fiksi Penuh Satir
Garis besar cerita ini digambarkan melalui karakter Dirga, seorang pria populer dan Theala, seorang perempuan mandiri. Menariknya, penulis merepresentasikan Dirga sebagai bibir, dan Thealan sebagai suara. Keduanya bisa berbicara dan saling mendengar, meski tak sesederhana itu.
Dirga hidup dengan popularitas. Hidupnya memiliki banyak teman, penuh keramaian, bersinar, dan menggilai kesenangan. Namun rupanya Dirga menyimpan ironi dan terus menerus bersembunyi di balik hingar bingar hidupnya. Sementara Theala datang dari sisi lain dunia yang berbeda 180 derajat dengan Dirga. Theala begitu mandiri, benci dengan angan-angan, dan selalu sembunyi di balik keheningan.
Penulis akan membawa pembacanya ditarik ke masa lalu kedua karakter ini. Tentang bagaimana Dirga dan Theala bisa menghidupi prinsipnya saat ini.
Pembaca akan dipantik dengan kalimat-kalimat menusuk mengenai ingatan masa kecil Theala dan Dirga yang rupanya menyedihkan. Misalnya untuk Dirga, ingatan masa kecilnya masih berkutat dengan pukulan yang menyakiti hatinya. Sementara bagi Theala, kesepian ibunya pasca ayah meninggalkan rumah masih menyisakan goresan luka di hatinya.
Penulis melukiskan kekejaman masa kecil mereka bisa menciptakan dampak yang berbeda di masa dewasa. Meski sama-sama terluka, Dirga dan Theala memiliki prinsip hidup yang berbeda.
Luka membawa keduanya bertemu. Di masa kuliah, Dirga dan Theala menjadi teman bicara satu sama lain yang rupanya berangsur-angsur menyembuhkan trauma masa kecil mereka. Keduanya berupaya menghadapi trauma masa kecil di tengah kehidupan orang dewasa yang juga banyak menemui kekecewaan.
Theala mencerminkan kisah perempuan yang merasa kebebasan adalah kesalahan baginya. Sementara Dirga mencerminkan sisi lak-laki yang dipaksa harus selalu kuat dan menyembunyikan kesedihannya.
Baca juga: Resensi Buku Tragedimu Komediku, Menertawakan Realitas Ala Eka Kurniawan
Buku ini banyak mengambil pesan moral mengenai kesabaran dan mengarungi suka duka bersama. Tentang bagaimana sepasang kekasih terus bersama menciptakan momen-momen menyenangkan, saling menyembuhkan luka masa lalu, dan menemukan jalan baru untuk melanjutkan hidup.
Editor: Fajar Sidik
Kisah ini dituangkan dalam cerita yang dikemas Valerie Patkar dalam bukunya yang berjudul Loversation, sebuah novel yang menyatakan jika cinta sebetulnya punya ungkapan dan alasan.
Dalam buku ini, penulis menyampaikan secara gamblang bahwa cinta adalah hal yang penuh dengan kata-kata, meski kadang sulit dijelaskan. Memang, cinta tidak untuk dijelaskan tetapi dirasakan. Begitulah kira-kira Valerie membawa alur cerita dalam buku ini.
Baca juga: Resensi Yellowface, Cerita Kebohongan Lewat Fiksi Penuh Satir
Garis besar cerita ini digambarkan melalui karakter Dirga, seorang pria populer dan Theala, seorang perempuan mandiri. Menariknya, penulis merepresentasikan Dirga sebagai bibir, dan Thealan sebagai suara. Keduanya bisa berbicara dan saling mendengar, meski tak sesederhana itu.
Dirga hidup dengan popularitas. Hidupnya memiliki banyak teman, penuh keramaian, bersinar, dan menggilai kesenangan. Namun rupanya Dirga menyimpan ironi dan terus menerus bersembunyi di balik hingar bingar hidupnya. Sementara Theala datang dari sisi lain dunia yang berbeda 180 derajat dengan Dirga. Theala begitu mandiri, benci dengan angan-angan, dan selalu sembunyi di balik keheningan.
Penulis akan membawa pembacanya ditarik ke masa lalu kedua karakter ini. Tentang bagaimana Dirga dan Theala bisa menghidupi prinsipnya saat ini.
Pembaca akan dipantik dengan kalimat-kalimat menusuk mengenai ingatan masa kecil Theala dan Dirga yang rupanya menyedihkan. Misalnya untuk Dirga, ingatan masa kecilnya masih berkutat dengan pukulan yang menyakiti hatinya. Sementara bagi Theala, kesepian ibunya pasca ayah meninggalkan rumah masih menyisakan goresan luka di hatinya.
Penulis melukiskan kekejaman masa kecil mereka bisa menciptakan dampak yang berbeda di masa dewasa. Meski sama-sama terluka, Dirga dan Theala memiliki prinsip hidup yang berbeda.
Luka membawa keduanya bertemu. Di masa kuliah, Dirga dan Theala menjadi teman bicara satu sama lain yang rupanya berangsur-angsur menyembuhkan trauma masa kecil mereka. Keduanya berupaya menghadapi trauma masa kecil di tengah kehidupan orang dewasa yang juga banyak menemui kekecewaan.
Theala mencerminkan kisah perempuan yang merasa kebebasan adalah kesalahan baginya. Sementara Dirga mencerminkan sisi lak-laki yang dipaksa harus selalu kuat dan menyembunyikan kesedihannya.
Baca juga: Resensi Buku Tragedimu Komediku, Menertawakan Realitas Ala Eka Kurniawan
Buku ini banyak mengambil pesan moral mengenai kesabaran dan mengarungi suka duka bersama. Tentang bagaimana sepasang kekasih terus bersama menciptakan momen-momen menyenangkan, saling menyembuhkan luka masa lalu, dan menemukan jalan baru untuk melanjutkan hidup.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.