Kenapa Pohon Cemara Identik dengan Perayaan Natal? Simak Sejarah Lengkapnya
25 December 2023 |
12:30 WIB
Pohon Natal menjadi elemen dekorasi yang nyaris tidak pernah absen pada tiap perayaan Natal. Pohon ini biasanya berupa cemara atau pinus hijau berhias lampu kerlap-kerlip dan pernak-pernik dekorasi khas Natal, seperti bintang, lonceng, bola-bola, pita, hingga tumpukan kado yang biasanya diletakkan di bawah pohon.
Sebagian dari Genhype mungkin bertanya-tanya, sebenarnya dari mana tradisi pohon Natal ini berasal? Jauh sebelum munculnya agama Kristen, tanaman dan pepohonan yang tetap hijau sepanjang tahun memiliki arti khusus bagi manusia pada musim dingin.
Baca juga: Begini Sejarah Bintang Natal yang Bermakna sejak Zaman Kuno
Mengutip dari History.com, sama seperti orang-orang zaman sekarang mendekorasi rumah mereka selama musim perayaan Natal dan tahun baru dengan pohon pinus dan cemara, banyak orang zaman dahulu menggantungkan dahan hijau di pintu dan jendela mereka. Di banyak negara, pohon cemara dipercaya dapat mengusir penyihir, hantu, roh jahat, dan penyakit.
Di belahan bumi utara, siang terpendek dan malam terpanjang dalam setahun jatuh pada 21 atau 22 Desember dan disebut titik balik matahari musim dingin. Banyak orang zaman dahulu percaya bahwa matahari adalah dewa, dan musim dingin datang setiap tahun karena dewa matahari sakit dan lemah.
Mereka merayakan titik balik matahari karena itu berarti dewa matahari akhirnya akan sembuh. Dahan yang selalu hijau mengingatkan mereka pada semua tanaman hijau yang akan tumbuh kembali ketika dewa matahari kuat dan musim panas akan kembali.
Sementara itu, orang Mesir kuno menyembah dewa bernama Ra, yang berkepala elang dan memakai matahari sebagai piringan menyala di mahkotanya. Pada titik balik matahari, ketika Ra mulai pulih dari penyakitnya, orang Mesir memenuhi rumah mereka dengan pohon palem hijau dan buluh papirus, yang bagi mereka melambangkan kemenangan hidup atas kematian.
Ada pula bangsa Romawi awal menandai titik balik matahari dengan pesta yang disebut Saturnalia untuk menghormati Saturnus, dewa pertanian. Bangsa Romawi tahu bahwa titik balik matahari berarti bahwa pertanian dan kebun akan segera menjadi hijau dan subur. Untuk memperingati peristiwa ini, mereka menghiasi rumah dan kuil mereka dengan dahan yang selalu hijau.
Begitupun orang-orang Skandinavia yang biasanya mendekorasi rumah dan gudang dengan tanaman hijau pada tahun baru, untuk menakut-nakuti iblis dan mendirikan pohon untuk burung-burung selama Natal.
Sejarah Pohon Natal
Menukil dari laman Britannica, pohon Natal diklaim berasal dari barat Jerman, wilayah yang terkenal dengan drama abad pertengahan populer tentang Adam dan Hawa yang mencetuskan istilah 'pohon surga', pohon cemara yang dihiasi dengan apel dan melambangkan Taman Eden. Sejak itu, orang-orang Jerman mendirikan pohon surga di rumah mereka pada 24 Desember untuk memperingati hari raya keagamaan Adam dan Hawa.
Mereka juga menggantungkan wafer di pohon tersebut yang melambangkan hosti ekaristi--tanda penebusan umat Kristiani--yang dalam tradisi selanjutnya, wafer digantikan dengan kue-kue dengan berbagai bentuk. Selain itu, ditambahkan pula dekorasi lilin yang melambangkan Kristus sebagai terang dunia.
Di ruangan yang sama, biasanya dihadirkan juga Piramida Natal, perabot kayu berbentuk segitiga yang memiliki rak untuk menyimpan patung-patung Natal dan dihiasi dengan tanaman hijau, lilin dan bintang. Pada abad ke-16, piramida Natal dan pohon surga tersebut mulai dibuat menjadi satu hingga mulai disebut sebagai pohon Natal.
Martin Luther, reformis Protestan abad ke-16, disebut sebagai orang yang pertama kali menambahkan lilin menyala ke pohon Natal. Menurut beberapa catatan sejarah, saat berjalan pulang pada suatu malam musim dingin, Luther terpesona oleh bintang-bintang yang berkelap-kelip di tengah pepohonan. Untuk menghidupkan kembali pemandangan keluarganya, dia mendirikan sebuah pohon di ruang utama dan menyambungkan cabang-cabangnya dengan lilin yang menyala.
Ketika orang Jerman bermigrasi, mereka membawa pohon Natal ke negara lain, terutama Inggris. Di sana, pada tahun 1790-an, Charlotte, istri Raja George III, mendekorasi pohon untuk liburan. Namun, pangeran kelahiran Jerman, Albert dan istrinya, Ratu Victoria dari Inggris lah yang mempopulerkan tradisi ini di kalangan orang Inggris.
Pasangan ini menjadikan pohon Natal sebagai bagian penting dari perayaan hari raya tersebut, dan pada 1848 sebuah ilustrasi keluarga kerajaan di sekitar pohon yang dihias muncul di surat kabar London. Pohon Natal pun segera menjadi hal biasa di rumah-rumah Inggris.
Pemukim Jerman juga memperkenalkan pohon Natal di Amerika Serikat pada abad ke-19, meskipun awalnya dianggap sebagai sebuah keanehan oleh kalangan puritan yang memandang perayaan Natal sebagai sesuatu yang tidak suci. Namun, perlahan penentangan tersebut memudar seiring masuknya imigran Jerman dan Irlandia pada abad ke-19 yang mengubah warisan Puritan.
Pada 1890-an, hiasan Natal berdatangan dari Jerman dan popularitas pohon Natal meningkat di seluruh AS. Tercatat bahwa orang Eropa menggunakan pohon kecil setinggi sekitar empat kaki, sedangkan orang Amerika menyukai pohon Natal yang memanjang dari lantai hingga langit-langit.
Lalu pada awal abad ke-20, orang Amerika kebanyakan mendekorasi pohon mereka dengan hiasan buatan sendiri, sementara banyak orang Amerika keturunan Jerman terus menggunakan apel, kacang-kacangan, dan kue marzipan.
Popcorn juga ditambahkan ke hiasan pohon setelah diwarnai dengan warna-warna cerah dan diselingi dengan buah beri dan kacang-kacangan. Listrik menghasilkan lampu Natal, sehingga memungkinkan pohon Natal menyala selama berhari-hari. Dengan ini, pohon Natal mulai bermunculan di alun-alun kota di seluruh negeri dan memasang pohon Natal di rumah pun menjadi tradisi Amerika, dan terus menyebar hingga ke seluruh penjuru dunia.
Baca juga: Resep Gingerbread, Kue Jahe Kudapan Natal Tertua di Dunia
Editor: Dika Irawan
Sebagian dari Genhype mungkin bertanya-tanya, sebenarnya dari mana tradisi pohon Natal ini berasal? Jauh sebelum munculnya agama Kristen, tanaman dan pepohonan yang tetap hijau sepanjang tahun memiliki arti khusus bagi manusia pada musim dingin.
Baca juga: Begini Sejarah Bintang Natal yang Bermakna sejak Zaman Kuno
Mengutip dari History.com, sama seperti orang-orang zaman sekarang mendekorasi rumah mereka selama musim perayaan Natal dan tahun baru dengan pohon pinus dan cemara, banyak orang zaman dahulu menggantungkan dahan hijau di pintu dan jendela mereka. Di banyak negara, pohon cemara dipercaya dapat mengusir penyihir, hantu, roh jahat, dan penyakit.
Di belahan bumi utara, siang terpendek dan malam terpanjang dalam setahun jatuh pada 21 atau 22 Desember dan disebut titik balik matahari musim dingin. Banyak orang zaman dahulu percaya bahwa matahari adalah dewa, dan musim dingin datang setiap tahun karena dewa matahari sakit dan lemah.
Mereka merayakan titik balik matahari karena itu berarti dewa matahari akhirnya akan sembuh. Dahan yang selalu hijau mengingatkan mereka pada semua tanaman hijau yang akan tumbuh kembali ketika dewa matahari kuat dan musim panas akan kembali.
Sementara itu, orang Mesir kuno menyembah dewa bernama Ra, yang berkepala elang dan memakai matahari sebagai piringan menyala di mahkotanya. Pada titik balik matahari, ketika Ra mulai pulih dari penyakitnya, orang Mesir memenuhi rumah mereka dengan pohon palem hijau dan buluh papirus, yang bagi mereka melambangkan kemenangan hidup atas kematian.
Ada pula bangsa Romawi awal menandai titik balik matahari dengan pesta yang disebut Saturnalia untuk menghormati Saturnus, dewa pertanian. Bangsa Romawi tahu bahwa titik balik matahari berarti bahwa pertanian dan kebun akan segera menjadi hijau dan subur. Untuk memperingati peristiwa ini, mereka menghiasi rumah dan kuil mereka dengan dahan yang selalu hijau.
Begitupun orang-orang Skandinavia yang biasanya mendekorasi rumah dan gudang dengan tanaman hijau pada tahun baru, untuk menakut-nakuti iblis dan mendirikan pohon untuk burung-burung selama Natal.
Ilustrasi pohon Natal. (Sumber gambar: Kevin Bidwell/Pexels)
Menukil dari laman Britannica, pohon Natal diklaim berasal dari barat Jerman, wilayah yang terkenal dengan drama abad pertengahan populer tentang Adam dan Hawa yang mencetuskan istilah 'pohon surga', pohon cemara yang dihiasi dengan apel dan melambangkan Taman Eden. Sejak itu, orang-orang Jerman mendirikan pohon surga di rumah mereka pada 24 Desember untuk memperingati hari raya keagamaan Adam dan Hawa.
Mereka juga menggantungkan wafer di pohon tersebut yang melambangkan hosti ekaristi--tanda penebusan umat Kristiani--yang dalam tradisi selanjutnya, wafer digantikan dengan kue-kue dengan berbagai bentuk. Selain itu, ditambahkan pula dekorasi lilin yang melambangkan Kristus sebagai terang dunia.
Di ruangan yang sama, biasanya dihadirkan juga Piramida Natal, perabot kayu berbentuk segitiga yang memiliki rak untuk menyimpan patung-patung Natal dan dihiasi dengan tanaman hijau, lilin dan bintang. Pada abad ke-16, piramida Natal dan pohon surga tersebut mulai dibuat menjadi satu hingga mulai disebut sebagai pohon Natal.
Martin Luther, reformis Protestan abad ke-16, disebut sebagai orang yang pertama kali menambahkan lilin menyala ke pohon Natal. Menurut beberapa catatan sejarah, saat berjalan pulang pada suatu malam musim dingin, Luther terpesona oleh bintang-bintang yang berkelap-kelip di tengah pepohonan. Untuk menghidupkan kembali pemandangan keluarganya, dia mendirikan sebuah pohon di ruang utama dan menyambungkan cabang-cabangnya dengan lilin yang menyala.
Ketika orang Jerman bermigrasi, mereka membawa pohon Natal ke negara lain, terutama Inggris. Di sana, pada tahun 1790-an, Charlotte, istri Raja George III, mendekorasi pohon untuk liburan. Namun, pangeran kelahiran Jerman, Albert dan istrinya, Ratu Victoria dari Inggris lah yang mempopulerkan tradisi ini di kalangan orang Inggris.
Pasangan ini menjadikan pohon Natal sebagai bagian penting dari perayaan hari raya tersebut, dan pada 1848 sebuah ilustrasi keluarga kerajaan di sekitar pohon yang dihias muncul di surat kabar London. Pohon Natal pun segera menjadi hal biasa di rumah-rumah Inggris.
Pemukim Jerman juga memperkenalkan pohon Natal di Amerika Serikat pada abad ke-19, meskipun awalnya dianggap sebagai sebuah keanehan oleh kalangan puritan yang memandang perayaan Natal sebagai sesuatu yang tidak suci. Namun, perlahan penentangan tersebut memudar seiring masuknya imigran Jerman dan Irlandia pada abad ke-19 yang mengubah warisan Puritan.
Pada 1890-an, hiasan Natal berdatangan dari Jerman dan popularitas pohon Natal meningkat di seluruh AS. Tercatat bahwa orang Eropa menggunakan pohon kecil setinggi sekitar empat kaki, sedangkan orang Amerika menyukai pohon Natal yang memanjang dari lantai hingga langit-langit.
Lalu pada awal abad ke-20, orang Amerika kebanyakan mendekorasi pohon mereka dengan hiasan buatan sendiri, sementara banyak orang Amerika keturunan Jerman terus menggunakan apel, kacang-kacangan, dan kue marzipan.
Popcorn juga ditambahkan ke hiasan pohon setelah diwarnai dengan warna-warna cerah dan diselingi dengan buah beri dan kacang-kacangan. Listrik menghasilkan lampu Natal, sehingga memungkinkan pohon Natal menyala selama berhari-hari. Dengan ini, pohon Natal mulai bermunculan di alun-alun kota di seluruh negeri dan memasang pohon Natal di rumah pun menjadi tradisi Amerika, dan terus menyebar hingga ke seluruh penjuru dunia.
Baca juga: Resep Gingerbread, Kue Jahe Kudapan Natal Tertua di Dunia
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.