Raam Punjabi (kiri) & H.M Soleh Ruslani. (Sumber gambar: Festival Film Indonesia/YouTube)

Profil H. M. Soleh Ruslani & Raam Punjabi yang Raih Lifetime Achievement di FFI 2023

15 November 2023   |   14:34 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Malam anugerah Piala Citra Festival Film Indonesia (FFI) 2023 rampung digelar di Ciputra Artpreneur Theater Jakarta pada Selasa (14/11/2023) malam. Ajang apresiasi insan perfilman paling prestisius itu telah memberikan Piala Citra kepada para pemenang dari 23 kategori dan penghargaan khusus. 

Tahun ini, FFI juga kembali memberikan penghargaan tertinggi Piala Citra untuk Pengabdian Seumur Hidup atau Lifetime Achievement. Penghargaan ini diberikan khusus bagi insan film yang mengabdikan sepanjang hidupnya untuk kemajuan industri sinema nasional. Dua tokoh yang mendapatkan penghargaan tersebut ialah sinematografer HM Soleh Ruslani dan produser Raam Punjabi.

Keputusan dewan pengabdian seumur hidup tersebut diumumkan oleh Reza Rahadian yang menjabat sebagai Ketua FFI. Reza mengatakan penghargaan diberikan kepada H.M. Soleh Ruslani berkat kesetiaannya terhadap profesinya sebagai sinematografer. Sementara Raam Punjabi dihormati atas kemampuannya melalui perubahan dinamika perfilman.

"Keduanya memberikan kontribusi signifikan bagi industri perfilman di Indonesia," kata Reza.

Baca juga: Daftar Lengkap Pemenang Piala Citra FFI 2023, Women From Rote Island Borong 4 Penghargaan
 

Profil H.M. Soleh Ruslani

H.M. Soleh Ruslani adalah seorang sinematografer senior yang telah memproduksi beragam judul film sejak 1970-an. Beberapa di antaranya Pendekar Tangan Hitam (1977),Titian Serambut Dibelah Tujuh (1982), Kodrat (1986), Cinta dalam Sepotong Roti (1990), Kuberikan Segalanya (1992), dan Potret (2015).

Soleh Ruslani lahir di Cirebon, Jawa Barat, pada 1944. Dia kemudian merantau ke Jakarta untuk menempuh studi ekonomi karena dorongan keluarganya. Namun, ketertarikannya justru ada pada dunia film. Berangkat dari rasa sukanya itu, Soleh lebih banyak berguru pada sosok-sosok hebat di industri perfilman, termasuk Sjumandjaja, W.A Cokrowardoyo, dan Soemarjono.

Soleh akhirnya menempuh studi perfilman bersama ketiga soko guru tersebut. Tak hanya di kelas, proses belajarnya juga banyak dilakukan ketika diajak menonton film-film Sjumandjaja.

Dari situ, Sjumandjaja biasanya akan menjabarkan setiap adegan serta filosofi setiap shot dari film yang mereka tonton. Termasuk, bagaimana menerjemahkan karya literatur menjadi karya visual.
 

Saat peristiwa G30S meletus pada 1965 yang banyak menutup rumah produksi, Soleh justru mendapatkan akses untuk memulai kariernya ke Pusat Perfilman Nasional (PFN). Akhirnya, pada 1967, untuk pertama kalinya, dia mulai berkenalan dengan perangkat kamera dan menggarap film-film dokumenter.

Dari situ, Soleh banyak berguru sekaligus bekerja sama tentang sinematografi dengan para sinematografer dari berbagai negara untuk membuat film-film dokumenter. Pada 1980, akhirnya dia berhenti mengabdi di PFN, dan film terakhir yang digarapnya bersama organisasi itu ialah Serangan Fajar (1982) yang disutradarai oleh Arifin C. Noer.

Soleh adalah sosok sinematografer yang gemar membaca. Pengetahuan sinematografi sekaligus inspirasinya dalam merancang visual-visual dalam film didapatnya dari membaca buku. Baginya, pengetahuan sinematografi terhadap alam dan fenomenanya sangat penting demi menciptakan visual yang diinginkan.

Sepanjang kariernya, Soleh telah meraih tujuh nominasi Piala Citra sebagai Sinematografer Terbaik lewat film Yuyun Pasien Rumah Sakit Jiwa (1980), Serangan Fajar (1981), Titian Serambut Dibelah Tujuh (1982), Joe Turun Ke Desa (1989), Bibir Mer (1991), Kuberikan Segalanya (1992), dan Potret (2015).

Dia juga telah menyabet tiga Piala Citra untuk kategori itu lewat film Kodrat (1987) dan Cinta dalam Sepotong Roti (1991). 

Baca juga: Sha Ine Febriyanti Raih Piala Citra untuk Pemeran Utama Perempuan Terbaik di FFI 2023
 

Profil Raam Punjabi

Raam Punjabi adalah produser kenamaan Indonesia yang lahir pada 6 Oktober 1943. Perjalanan Raam Punjabi menekuni industri film berawal pada 1967 dengan mendirikan perusahaan importir film, PT Indako Film, bersama dua kakaknya yakni Dhamoo Punjabi dan Gobind Punjabi dengan modal Rp30 juta.

Melihat Indonesia sebagai negara yang potensial untuk mengembangkan industri film, tiga tahun kemudian, dia pun mendirikan PT Panorama Film dengan memproduksi film pertama berjudul Mama (1972) karya sutradara Wim Umboh.

Sayangnya, kala itu, film tersebut tidak mendapatkan sambutan yang besar oleh penonton dalam negeri. Namun, Raam tidak patah arang. Baginya, di tengah industri film yang cenderung anomali, dia harus terus konsisten memproduksi karya sinema yang berkualitas kepada masyarakat.
 

Terbukti, pada 1980, ketika kondisi perfilman Indonesia sedang terpuruk, Raam malah mendulang sukses dengan membawa tren film komedi di Tanah Air, dengan menampilkan bintang komedi trio Warkop yakni Dono, Kasino, dan Indro.

Dalam kurun waktu 17 tahun awal kariernya sebagai produser, Raam telah memproduksi lebih dari 100 film dengan perusahaan PT Parkit Film yang dia dirikan pada 1981.

Begitu pula pada akhir 1980 hingga awal 1990-an, saat industri sinema nasional benar-benar terpuruk, Raam dengan cepat beralih ke dunia sinetron yang kala itu masih terbilang baru, seiring dengan munculnya RCTI sebagai stasiun televisi swasta pertama. Baginya, hal tersebut merupakan peluang yang baik. Itu terbukti dengan suksesnya serial sinetron komedi Gara-Gara yang dibintangi Lydia Kandou dan Jimmy Gideon.

Barulah pada 1990, dia mendirikan rumah produksi PT Tripar Multivision Plus (MVP). Tak hanya jago kandang, perusahaan tersebut lantas membuka cabang pertama di India pada 2004 untuk distribusi film mancanegara. Dua tahun kemudian, perusahaan melebar ke Negeri Jiran melalui joint venture dengan Astro Malaysia.

Di Indonesia, pengaruh MVP kian luas dengan adanya kerja sama Wilmar Group dan Ciputra. Dari kerja sama inilah muncul anak perusahaan bernama Platinum Sinema yang mengoperasikan jaringan bioskop Platinum Cineplex pada 2011. Hingga sekarang sudah ada 10 Platinum Cineplex yang tersebar di seluruh daerah di Indonesia.

Tiga tahun berselang, MVP membuka lini bisnis baru bernama Pay TV. Hingga pada 2015 distribusi film MVP tersedia di berbagai negara Asia Tenggara, mulai dari Thailand, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Kamboja, dan Laos.

Terbaru, MVP juga resmi melantai atau initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia untuk semakin melebarkan sayap bisnisnya. Lewat kode emiten RAAM, rumah produksi itu menawarkan 15 persen sahamnya dengan nilai IPO sebanyak-banyaknya Rp217,4 miliar.

Raam berencana menggunakan dana ini untuk modal kerja MVP dalam produksi konten film, sinetron, dan serial web. Dia juga ingin lebih serius membangun jaringan bioskop, Platinum Cineplex, yang sudah beroperasi di kota Kebumen, Malang, Ambon, dan delapan kota lainnya.

Baca juga: Eksklusif Profil Raam Punjabi: Formula Jitu Multivision Merajai Jagat Sinema

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Maliq & D’Essentials dan Yovie & Nuno Bakal Tampil di KOI Fest 2023

BERIKUTNYA

Pertama Kalinya, Ada Gim Indonesia di Daftar Nominasi The Game Awards 2023 

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: