Kabut Hitam di Atas Jakarta, Ini Jenis Polutan Berbahaya yang Ada di Dalamnya
15 August 2023 |
07:34 WIB
1
Like
Like
Like
Kondisi udara di Ibu Kota DKI Jakarta beberapa waktu belakangan menjadi perhatian banyak pihak lantaran jauh lebih tinggi standar yang ditentukan oleh organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO). Keadaan itu menggambarkan bahwa sejumlah polutan yang berada di udara perlu menjadi perhatian.
Laporan Inventarisasi Emisi Pencemar Udara DKI Jakarta yang terbit pada 2020 menunjukkan bahwa jenis polutan yang ada di udara DKI Jakarta adalah sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NOx), karbon monoksida (CO), partikulat (PM) 10, partikulat (PM) 2,5, dan senyawa organik volatil non-metana (NMVOCs).
Baca juga: Duh, Ini Bahayanya Polusi Udara Buat Kesehatan Paru-paru
Polutan SO2 tercatat mencapai sebesar 4.257 ton per tahun dengan pemberi kontribusi utama sektor industri manufaktur, yakni 2.637 ton per tahun atau sekitar 61,9 peren. Penggunaan batu bara menjadi penyebabnya.
“… penggunaan batu bara hanya 4 persen. Namun, menghasilkan emisi SO2 sebesar 64 persen,” demikian tertulis. Di posisi kedua terdapat industri energi dengan sumbangan sebesar 1.071 ton per tahun atau sekitar 25,17 persen. Konsumsi bahan bakar minyak menjadi penyebabnya.
Sementara itu, beban emisi NOx mencapai 106.06 ton per tahun dengan sektor transportasi sebagai penyumbang terbesar, yakni 76,793 ton per tahun atau sekitar 72,4 persen. Transportasi darat tercatat berkontribusi terkait polusi NOx.
Kondisi tersebut dapat terjadi lantaran penggunaan bahan bakar minyak di sektor ini sangat siginifikan dan berbanding lurus dengan jumlah kendaraan. Sementara itu, industri energi dan Manufaktur memberikan kontribusi yang cukup signifikan yaitu masing-masing sebesar 12.244,27 ton/tahun (11,54%) dan 12.182,50 ton/tahun(11,49%).
Industri energi bisa menjadi kontribusi NOx sebesar itu lantaran mengonsumsi natural gas. Sementara itu, industri manufaktur menggunakan bahan bakar minyak.
Kemudian, beban emisi CO tercatat mencapai 298.170 ton/tahun dengan emisi terbesar berasal dari sektor transportasi, yaitu 287.317 ton/tahun atau 96,4 persen. Sektor transportasi darat, terutama sepeda motor, adalah pemberi kontribusi terbesar.
Sementara itu, sektor industri energi dan manufaktur masing-masing memiliki kontribusi sebesar 1,76 persen dan 1,25 persen. Penyebab emisi CO terbesar adalah penggunaan bahan bakar jenis gas dan batu bara.
Laporan itu juga menunjukkan hasil inventarisasi emisi untuk parameter Partikulat (PM)10, PM2,5 dan BC yang masing-masing sesesar 8.817 ton/tahun, 7.842 ton/tahun, dan 6.007 ton/ tahun.
Sektor transportasi lagi-lagi menjadi adalah kontributor terbesar dengan nilai sebesar 57,99 persen untuk PM10. Sementara PM2,5 mencapai 67,03 persen. Adapun, BC sebesar 84,04 persen.
Laporan itu juga mencatat bahwa sektor industri manufaktur juga berkontribusi secara signifikan terhadap partikulat, yaitu 33,9 persen untuk PM10, 26,81 persen untuk PM2,5 dan 13,31 peren untuk BC. Di sektor Industri manufaktur terlihat bahwa partikulat terbesar berasal dari penggunaan bahan bakar minyak.
Kemudian, total emisi NMVOCs untuk daerah DKI Jakarta mencapai 201.971 ton/tahun. Sektor transportasi disebutkan menjadi sumber utama dengan besaran 198.936,18 ton setiap tahun atau 98 persen.
Selain itu, sektor industri manufaktur, energi, perumahan, dan Komersial berkontribusi di bawah 1 persen. Penggunaan sepeda motor dan mobil penumpang dengan bahan bakar bensin merupakan pemberi sumbangan terbesar emisi NMVOCs.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Laporan Inventarisasi Emisi Pencemar Udara DKI Jakarta yang terbit pada 2020 menunjukkan bahwa jenis polutan yang ada di udara DKI Jakarta adalah sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NOx), karbon monoksida (CO), partikulat (PM) 10, partikulat (PM) 2,5, dan senyawa organik volatil non-metana (NMVOCs).
Baca juga: Duh, Ini Bahayanya Polusi Udara Buat Kesehatan Paru-paru
Polutan SO2 tercatat mencapai sebesar 4.257 ton per tahun dengan pemberi kontribusi utama sektor industri manufaktur, yakni 2.637 ton per tahun atau sekitar 61,9 peren. Penggunaan batu bara menjadi penyebabnya.
“… penggunaan batu bara hanya 4 persen. Namun, menghasilkan emisi SO2 sebesar 64 persen,” demikian tertulis. Di posisi kedua terdapat industri energi dengan sumbangan sebesar 1.071 ton per tahun atau sekitar 25,17 persen. Konsumsi bahan bakar minyak menjadi penyebabnya.
Sementara itu, beban emisi NOx mencapai 106.06 ton per tahun dengan sektor transportasi sebagai penyumbang terbesar, yakni 76,793 ton per tahun atau sekitar 72,4 persen. Transportasi darat tercatat berkontribusi terkait polusi NOx.
Kondisi tersebut dapat terjadi lantaran penggunaan bahan bakar minyak di sektor ini sangat siginifikan dan berbanding lurus dengan jumlah kendaraan. Sementara itu, industri energi dan Manufaktur memberikan kontribusi yang cukup signifikan yaitu masing-masing sebesar 12.244,27 ton/tahun (11,54%) dan 12.182,50 ton/tahun(11,49%).
Industri energi bisa menjadi kontribusi NOx sebesar itu lantaran mengonsumsi natural gas. Sementara itu, industri manufaktur menggunakan bahan bakar minyak.
Kemudian, beban emisi CO tercatat mencapai 298.170 ton/tahun dengan emisi terbesar berasal dari sektor transportasi, yaitu 287.317 ton/tahun atau 96,4 persen. Sektor transportasi darat, terutama sepeda motor, adalah pemberi kontribusi terbesar.
Sementara itu, sektor industri energi dan manufaktur masing-masing memiliki kontribusi sebesar 1,76 persen dan 1,25 persen. Penyebab emisi CO terbesar adalah penggunaan bahan bakar jenis gas dan batu bara.
Laporan itu juga menunjukkan hasil inventarisasi emisi untuk parameter Partikulat (PM)10, PM2,5 dan BC yang masing-masing sesesar 8.817 ton/tahun, 7.842 ton/tahun, dan 6.007 ton/ tahun.
Sektor transportasi lagi-lagi menjadi adalah kontributor terbesar dengan nilai sebesar 57,99 persen untuk PM10. Sementara PM2,5 mencapai 67,03 persen. Adapun, BC sebesar 84,04 persen.
Laporan itu juga mencatat bahwa sektor industri manufaktur juga berkontribusi secara signifikan terhadap partikulat, yaitu 33,9 persen untuk PM10, 26,81 persen untuk PM2,5 dan 13,31 peren untuk BC. Di sektor Industri manufaktur terlihat bahwa partikulat terbesar berasal dari penggunaan bahan bakar minyak.
Kemudian, total emisi NMVOCs untuk daerah DKI Jakarta mencapai 201.971 ton/tahun. Sektor transportasi disebutkan menjadi sumber utama dengan besaran 198.936,18 ton setiap tahun atau 98 persen.
Selain itu, sektor industri manufaktur, energi, perumahan, dan Komersial berkontribusi di bawah 1 persen. Penggunaan sepeda motor dan mobil penumpang dengan bahan bakar bensin merupakan pemberi sumbangan terbesar emisi NMVOCs.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.