Pameran Walking Through a Songline Ajak Pengunjung Menyelami Kisah Penduduk Asli Australia
07 July 2023 |
15:30 WIB
Kedutaan besar Australia menyelenggarakan pameran seni instalasi digital imersif bertajuk Walking Through a Songline di Museum Kesejarahan Jakarta, Jakarta. Pameran yang akan berlangsung sampai 23 Juli 2023 itu bertujuan untuk mengenalkan budaya dan warisan penduduk asli Australia.
Duta Besar Australia untuk Indonesia Penny Williams PSM mengatakan bahwa para pengunjung memiliki kesempatan yang unik untuk mendalami pengetahuan kuno dengan menggunakan teknologi modern dalam Walking Through a Songline. Pameran ini akan mengajak masyarakat ke dalam perjalanan berbagai sensor. "Sambil mengikuti jejak langkah kisah Dreamtime dari penduduk asli Australia," katanya di Museum Kesejarahan Jakarta, Jumat (7/7/2023).
Baca juga: 4 Destinasi Liburan Ramah Turis di Australia Barat, dari Perth sampai Rottnest Island
Dia menuturkan, pameran itu akan menunjukkan pertukaran budaya dan hubungan antara individu satu dengan yang lainnya, termasuk antara penduduk asli Australia dan masyarakat Indonesia.
Menurutnya, masyarakat Indonesia telah melakukan hubungan dan pertukaran budaya dengan mayarakat asli Australia sejak abad ke-17. Pada saat itu, para pelaut dari Makassar berdagang dengan komunitas penduduk asli Australia di wilayah utara.
“Pameran ini merupakan bagian dari pameran National Museum Australia [Pameran Tracking the Seven Sisters] yang telah diakui secara internasional,” katanya di Jakarta, Jumat, 7 Juli 2023.
Dia berharap, Walking Through a Songline dapat membuat mayarakat Indonesia belajar dan tahu tentang kebudayaan Australia. Menurutnya, hubungan antara individu Australia dan Indonesia yang terjalin sangat penting.
Penny menambahkan bahwa pameran ini juga merupakan bagian dari perayaan Pekan NAIDOC, yakni Komite Nasional Hari Aborigin dan Kepulauan. Pekan ini adalah sebuah perayaan sejarah, budaya, dan pencapaian penduduk asli Australia.
Dalam catatan kuratorial pameran, Walking Through a Songline menggambarkan pengalaman seperti sedang hanyut dalam sebuah lagu. Pameran ini memvisualisasikan songline seven sisters, yakni sebuah cerita yang mengalami pergantian seiring perubahan wilayah di seluruh benua dan area dari berbagai kelompok yang berbeda.
Kisah tersebut dimulai dari sebuah Gurun Barat di Negeri Martu. Pada saat itu, sekelompok saudara perempuan di kejar oleh seorang penyihir penuh nafsu yang sedang mencari istri.
Penyihir yang dapat berubah bentuk itu melakukan penyamaran untuk mengelabui para saudara perempuan dan berusaha memikat agar bisa merasukinya. Sang penyihir biasanya kerap berubah menjadi makanan lezat, air, pohon yang rindang, atau ular yang berair untuk menggodara targetnya yang tengah lapar.
Di sisi lain, para target juga ternyata dapat berubah bentuk. Mereka kerap menggoda dan membuat marah pengejarnya dan menciptakan songline saat berlari dan terbang. Dalam melintasi Anangu Pitjantjatjara Yankunytjatjara dan wilayah Ngaanyatjarra, bahasa para saudara perempuan mengalami perubahan ketika melarikan diri dan melintasi negara yang berbeda.
Aktivitas mereka terekam dalam karkteristik-karakteristik wilayah, seperti komposisi bebatuan, kubangan air, dan langit malam. Sementara itu, songline adalah rute pengetahuan yang melintasi benua dan membentuk sejarah fundamental Australia. Mereka memetakan rute dan aktivitas sosok pencipta leluhur yang telah menanamkan kisah tersebut dalam karakteristik wilayah.
Songline primer membentang di seluruh benua, sementara yang lebih terlokalisasi hanya menghubungkan beberapa situs. Seperti sebuah puisi epik dari tradisi lisan yang besar dari seluruh dunia, songlie adalah cara menyimpan dan mewariskan pengetahuan dalam masyarakat yang tidak berbasis teks.
Baca juga: Pelesiran Asyik ke Mildura Australia, Menyusuri Sungai Murray Menggunakan Kapal Uap Kincir Abad ke-19
Akses terhadap pengetahuan itu berkisar dari versi masyarakat sampai rahasia atau sakral yang hanya diketahui oelh para penjaga paling senior. Songline menjelakan penciptaan dan meneruskan nila-nilai budaya, termasuk protokol perilaku dan cara hidup berkelanjutan di benua Australia.
“Seperti yang telah dilakukan oleh penduduk First Nations Australia selama ribuan tahun,” katanya.
Editor: Dika Irawan
Duta Besar Australia untuk Indonesia Penny Williams PSM mengatakan bahwa para pengunjung memiliki kesempatan yang unik untuk mendalami pengetahuan kuno dengan menggunakan teknologi modern dalam Walking Through a Songline. Pameran ini akan mengajak masyarakat ke dalam perjalanan berbagai sensor. "Sambil mengikuti jejak langkah kisah Dreamtime dari penduduk asli Australia," katanya di Museum Kesejarahan Jakarta, Jumat (7/7/2023).
Baca juga: 4 Destinasi Liburan Ramah Turis di Australia Barat, dari Perth sampai Rottnest Island
Dia menuturkan, pameran itu akan menunjukkan pertukaran budaya dan hubungan antara individu satu dengan yang lainnya, termasuk antara penduduk asli Australia dan masyarakat Indonesia.
Menurutnya, masyarakat Indonesia telah melakukan hubungan dan pertukaran budaya dengan mayarakat asli Australia sejak abad ke-17. Pada saat itu, para pelaut dari Makassar berdagang dengan komunitas penduduk asli Australia di wilayah utara.
“Pameran ini merupakan bagian dari pameran National Museum Australia [Pameran Tracking the Seven Sisters] yang telah diakui secara internasional,” katanya di Jakarta, Jumat, 7 Juli 2023.
Dia berharap, Walking Through a Songline dapat membuat mayarakat Indonesia belajar dan tahu tentang kebudayaan Australia. Menurutnya, hubungan antara individu Australia dan Indonesia yang terjalin sangat penting.
Penny menambahkan bahwa pameran ini juga merupakan bagian dari perayaan Pekan NAIDOC, yakni Komite Nasional Hari Aborigin dan Kepulauan. Pekan ini adalah sebuah perayaan sejarah, budaya, dan pencapaian penduduk asli Australia.
Duta Besar Australia untuk Indonesia, Penny Williams PSM (Sumber foto: Australian Embassy Jakarta)
Kisah tersebut dimulai dari sebuah Gurun Barat di Negeri Martu. Pada saat itu, sekelompok saudara perempuan di kejar oleh seorang penyihir penuh nafsu yang sedang mencari istri.
Penyihir yang dapat berubah bentuk itu melakukan penyamaran untuk mengelabui para saudara perempuan dan berusaha memikat agar bisa merasukinya. Sang penyihir biasanya kerap berubah menjadi makanan lezat, air, pohon yang rindang, atau ular yang berair untuk menggodara targetnya yang tengah lapar.
Di sisi lain, para target juga ternyata dapat berubah bentuk. Mereka kerap menggoda dan membuat marah pengejarnya dan menciptakan songline saat berlari dan terbang. Dalam melintasi Anangu Pitjantjatjara Yankunytjatjara dan wilayah Ngaanyatjarra, bahasa para saudara perempuan mengalami perubahan ketika melarikan diri dan melintasi negara yang berbeda.
Aktivitas mereka terekam dalam karkteristik-karakteristik wilayah, seperti komposisi bebatuan, kubangan air, dan langit malam. Sementara itu, songline adalah rute pengetahuan yang melintasi benua dan membentuk sejarah fundamental Australia. Mereka memetakan rute dan aktivitas sosok pencipta leluhur yang telah menanamkan kisah tersebut dalam karakteristik wilayah.
(Sumber foto: Hypeabis.id/Yudi Supriyanto)
Baca juga: Pelesiran Asyik ke Mildura Australia, Menyusuri Sungai Murray Menggunakan Kapal Uap Kincir Abad ke-19
Akses terhadap pengetahuan itu berkisar dari versi masyarakat sampai rahasia atau sakral yang hanya diketahui oelh para penjaga paling senior. Songline menjelakan penciptaan dan meneruskan nila-nilai budaya, termasuk protokol perilaku dan cara hidup berkelanjutan di benua Australia.
“Seperti yang telah dilakukan oleh penduduk First Nations Australia selama ribuan tahun,” katanya.
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.