Astaga! Ada Kasus Siswa Bakar Sekolah, Psikolog Ingatkan Efek Bahaya Bullying
04 July 2023 |
20:36 WIB
Kasus siswa membakar sekolah menjadi ironi yang perlu menjadi perhatian semua pihak, tidak hanya lembaga pendidikan tetapi juga para orang tua. Banyak warganet menilai kasus ini jangan hanya fokus dilihat pada tindakan kriminal, namun juga penyebab mengapa anak tersebut melakukan aksi nekat.
Seperti diketahui, siswa yang membakar sekolah mengaku merasa sakit hati karena menjadi korban perundungan teman-temannya. Sementara itu, guru dianggap kurang memperhatikannya, bahkan tidak memberikan apresiasi terhadap tugas prakarya yang dikerjakan.
Baca juga: 3 Faktor Penyebab Remaja Lakukan Bullying, Salah Satunya Keluarga
Menanggapi hal ini, Anindya Dewi Paramita, psikolog anak dari Lenting dan psych.edu menegaskan tindakan bullying memang berpengaruh besar dalam kehidupan korbannya. Kehidupan remaja hanya berkutat di lingkungan rumah dan sekolah. Ketika mereka mendapat tindakan yang kurang menyenangkan seperti diolok-olok bahkan mengalami kekerasan. Hal tersebut tentu meninggalkan luka di hatinya.
Jikalau ttdak ada pendampingan dan tidak diselesaikan dengan baik, akan berdampak dalam jangka pendek maupun panjang. Dalam jangka pendek, korban akan merasa sakit hati.
Ketika tiada tempat untuk bercerita, sakit hati itu menjadi tidak terkelola hingga memunculkan keputusan yang tidak bijaksana. Keputusan ini kerap kali tidak diperhitungkan secara matang. Seperti dalam kasus pembakaran sekolah yang dilakukan remaja R berusia 13 tahun itu.
Pada usia tersebut, memang proses berpikir mereka belum matang dalam mengambil keputusan. Analisa atau menilai sesuatu hal masih belum terbentuk. Ibarat kendaraan, remnya belum pakem.
“Akhirnya dia dikuasai emosi negatif, sedih, marah kecewa. Jadinya melihat semuanya jelek, perasaan enggak enak, ditambah rem belum pakem. Ketika sampai di satu ide untuk selesaikan masalah, mungkin penilaian umumnya masuk di kriminal. Hal itu sepadan dengan yang dia terima,” ujar wanita yang akrab disapa Mita itu saat dihubungi Hypeabis.id, Selasa (4//7/2023).
Adapun dampak jangka panjang perundungan, menurut Mita sangat berkaitan dengan kondisi kesehatan mental. Dia menyebut anak yang mengalami perundungan baik secara verbal maupun fisik bisa mengalami kecemasan hingga depresi pada usia dewasa.
Hal ini bahkan bisa menimbulkan risiko penyakit kronik “Orang yang menerima perlakuan tidak menyenangkan di usia 0-18 tahun, ketika besar berisiko kena penyakit jantung lambung, pernapasan. Autoimun juga,” ungkapnya.
Oleh karena itu, seharusnya orang tua dan sekolah menjadi support system untuk para korban perundungan. Mereka yang memiiki peran langsung dengan anak dalam tumbuh dan kembangnya. Jika mereka memiliki support system itu, anak bisa menyelesaikan masalah dengan lebih sehat.
Penanganan Kasus Bullying
Dalam penanganan kasus perundungan yang akhirnya berujung tindakan kriminal dari korban, Mita berpendapat sanksi hukum memang tidak bisa diabaikan. Namun penting untuk melihatnya dari dua sisi.
Di satu sisi, benar ketika korban melakukan kesalahan dalam bentuk kriminal, mereka harus menanggung konsekuensi, dalam hal ini hukum. Kendati demikian, penting juga untuk mempertimbangkan bahwa anak tersebut masih memiliki kehidupan di masa depan.
“Jangan sampai konsekuensi hukum hanya merugikan. Pelari diimbangi dengan penguatan melalui penguatan, pembekalan, dorongan, semangat,” imbuhnya.
Baca juga: Cyberbullying Mengintai Anak, Lakukan 5 Langkah Ini
Sementara untuk pelaku perundungan, seharusnya ada ketentuan hukum yang bisa diterapkan. Memang dari segi psikologis, fenomena ini agak sulit pembenahannya di level individu. Tidak hanya sebatas konseling, sistem dan lingkungan perlu dibenahi, termasuk meningkatkan peran orang tua dan sekolah.
Editor: Fajar Sidik
Seperti diketahui, siswa yang membakar sekolah mengaku merasa sakit hati karena menjadi korban perundungan teman-temannya. Sementara itu, guru dianggap kurang memperhatikannya, bahkan tidak memberikan apresiasi terhadap tugas prakarya yang dikerjakan.
Baca juga: 3 Faktor Penyebab Remaja Lakukan Bullying, Salah Satunya Keluarga
Menanggapi hal ini, Anindya Dewi Paramita, psikolog anak dari Lenting dan psych.edu menegaskan tindakan bullying memang berpengaruh besar dalam kehidupan korbannya. Kehidupan remaja hanya berkutat di lingkungan rumah dan sekolah. Ketika mereka mendapat tindakan yang kurang menyenangkan seperti diolok-olok bahkan mengalami kekerasan. Hal tersebut tentu meninggalkan luka di hatinya.
Jikalau ttdak ada pendampingan dan tidak diselesaikan dengan baik, akan berdampak dalam jangka pendek maupun panjang. Dalam jangka pendek, korban akan merasa sakit hati.
Ketika tiada tempat untuk bercerita, sakit hati itu menjadi tidak terkelola hingga memunculkan keputusan yang tidak bijaksana. Keputusan ini kerap kali tidak diperhitungkan secara matang. Seperti dalam kasus pembakaran sekolah yang dilakukan remaja R berusia 13 tahun itu.
Pada usia tersebut, memang proses berpikir mereka belum matang dalam mengambil keputusan. Analisa atau menilai sesuatu hal masih belum terbentuk. Ibarat kendaraan, remnya belum pakem.
“Akhirnya dia dikuasai emosi negatif, sedih, marah kecewa. Jadinya melihat semuanya jelek, perasaan enggak enak, ditambah rem belum pakem. Ketika sampai di satu ide untuk selesaikan masalah, mungkin penilaian umumnya masuk di kriminal. Hal itu sepadan dengan yang dia terima,” ujar wanita yang akrab disapa Mita itu saat dihubungi Hypeabis.id, Selasa (4//7/2023).
Adapun dampak jangka panjang perundungan, menurut Mita sangat berkaitan dengan kondisi kesehatan mental. Dia menyebut anak yang mengalami perundungan baik secara verbal maupun fisik bisa mengalami kecemasan hingga depresi pada usia dewasa.
Hal ini bahkan bisa menimbulkan risiko penyakit kronik “Orang yang menerima perlakuan tidak menyenangkan di usia 0-18 tahun, ketika besar berisiko kena penyakit jantung lambung, pernapasan. Autoimun juga,” ungkapnya.
Oleh karena itu, seharusnya orang tua dan sekolah menjadi support system untuk para korban perundungan. Mereka yang memiiki peran langsung dengan anak dalam tumbuh dan kembangnya. Jika mereka memiliki support system itu, anak bisa menyelesaikan masalah dengan lebih sehat.
Penanganan Kasus Bullying
Dalam penanganan kasus perundungan yang akhirnya berujung tindakan kriminal dari korban, Mita berpendapat sanksi hukum memang tidak bisa diabaikan. Namun penting untuk melihatnya dari dua sisi.
Di satu sisi, benar ketika korban melakukan kesalahan dalam bentuk kriminal, mereka harus menanggung konsekuensi, dalam hal ini hukum. Kendati demikian, penting juga untuk mempertimbangkan bahwa anak tersebut masih memiliki kehidupan di masa depan.
“Jangan sampai konsekuensi hukum hanya merugikan. Pelari diimbangi dengan penguatan melalui penguatan, pembekalan, dorongan, semangat,” imbuhnya.
Baca juga: Cyberbullying Mengintai Anak, Lakukan 5 Langkah Ini
Sementara untuk pelaku perundungan, seharusnya ada ketentuan hukum yang bisa diterapkan. Memang dari segi psikologis, fenomena ini agak sulit pembenahannya di level individu. Tidak hanya sebatas konseling, sistem dan lingkungan perlu dibenahi, termasuk meningkatkan peran orang tua dan sekolah.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.