35.757 Bayi Indonesia Berisiko Hepatitis B, Ditularkan Langsung dari Ibu
18 May 2023 |
20:58 WIB
1
Like
Like
Like
Kasus Hepatitis B meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Parahnya, banyak bayi lahir yang berisiko mengidap penyakit peradangan pada organ hati ini. Mereka ditularkan langsung dari ibu yang dinyatakan positif hepatitis. Data Kemenkes menunjukkan, sebanyak 7,1 persen atau 18 juta masyarakat Indonesia terinfeksi hepatitis B.
Dari jumlah tersebut 50 persen diantaranya berisiko menjadi kronis dan 900.000 dapat menjadi kanker hati. Penyakit ini menjadi empat besar penyebab kematian di Indonesia, dengan perkiraan kematian setiap tahunnya sebesar 51.100 kematian.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Mohammad Syahril mengatakan sebanyak 50.744 ibu hamil positif hepatitis B pada 2022. Dari jumlah tersebut, sebanyak 35.757 bayi lahir dari ibu yang positif hepatitis B.
Baca juga: Waspadai, Ini Tipe-tipe Hepatitis
Kendati demikian, sebagian besarnya sudah mendapatkan imunisasi Hb0 dan HBg kurang dari 24 jam. Namun, masih didapati 135 bayi positif Hepatitis B pada usia 9-12 bulan.
Syahril menjelaskan penularan hepatitis B, C, dan D terjadi secara vertikal langsung dari ibu ke anak, dari cairan tubuh seperti air ludah, cairan sperma. Aktivitas seksual tidak aman, menggunakan tindik atau tato, maupun penggunaan jarum suntik tidak steril pada pengguna narkoba juga menjadi media penularannya.
“Penularan Hepatitis B dari secara vertikal ibu ke anak menyumbang sebesar 90-95 persen dari seluruh sumber penularan lainnya” ujarnya dikutip dari siaran pers, Kamis (18/5/2023).
Syahril menyebut pemberian vaksin hepatitis B secara lengkap dan tepat dapat menurunkan prevalensi hepatitis B. Namun, masih terdapat permasalahan yakni risiko bayi yang terinfeksi hepatitis B kemungkinan untuk menjadi kronis dan sirosis mencapai 80 persen.
Sirosis adalah kondisi ketika organ hati telah dipenuhi dengan jaringan parut dan tidak bisa berfungsi dengan normal. “Tetapi masih terdapat permasalahan yang harus dihadapi yaitu risiko untuk menjadi sirosis dan hepatoma serta belum ada pengobatan yang efektif,” tutur Syahril.
Oleh karena itu, memutus atau mencegah sedini mungkin penularan hepatitis menjadi sangat penting. Khusus untuk hepatitis B, pemerintah menggencarkan deteksi dini Hepatitis B yang terintegrasi dengan pemeriksaan HIV dan sifilis untuk minimal 80 persen ibu hamil. Tujuannya untuk memutus atau mencegah penularan secara vertikal dari ibu ke anak.
Pemberian imunisasi Hepatitis B tiga dosis pada bayi juga masuk ke dalam program imunisasi nasional untuk mengurangi insiden. Pemberian HB0 kurang dari 24 jam untuk mengurangi transmisi dari ibu ke bayi turut dilakukan.
Selain itu, pemerintah memberikan HBIg pada bayi lahir dari ibu reaktif HBsAg, dan pemberian Tenofovir pada bumil dengan viral load tinggi.
Kendati demikian, Syahril menyampaikan deteksi dini juga harus dilakukan bagi kelompok berisiko seperti pengguna jarum suntik (penasun) dan eks penasun, ODHIV, pasien hemodialisa. Kemudian deteksi pada populasi kunci seperti WBP, PS, dan LSL, riwayat transfusi, riwayat tato, tindik serta penggunaan alat medis tidak steril harus dilakukan untuk memutus penularan.
Dia juga mengimbau masyarakat Indonesia untuk menghindari praktek seks berisiko. Sebagai contoh melakukan ciuman sampai terjadi perlukaan yang dapat menularkan virus Hepatitis. “Jangan lupa untuk menggunakan pengaman agar menghindari hal-hal yang dapat beresiko penularan untuk kesehatan dan pertumbuhan anak,” tegas Syahril.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Dari jumlah tersebut 50 persen diantaranya berisiko menjadi kronis dan 900.000 dapat menjadi kanker hati. Penyakit ini menjadi empat besar penyebab kematian di Indonesia, dengan perkiraan kematian setiap tahunnya sebesar 51.100 kematian.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Mohammad Syahril mengatakan sebanyak 50.744 ibu hamil positif hepatitis B pada 2022. Dari jumlah tersebut, sebanyak 35.757 bayi lahir dari ibu yang positif hepatitis B.
Baca juga: Waspadai, Ini Tipe-tipe Hepatitis
Kendati demikian, sebagian besarnya sudah mendapatkan imunisasi Hb0 dan HBg kurang dari 24 jam. Namun, masih didapati 135 bayi positif Hepatitis B pada usia 9-12 bulan.
Syahril menjelaskan penularan hepatitis B, C, dan D terjadi secara vertikal langsung dari ibu ke anak, dari cairan tubuh seperti air ludah, cairan sperma. Aktivitas seksual tidak aman, menggunakan tindik atau tato, maupun penggunaan jarum suntik tidak steril pada pengguna narkoba juga menjadi media penularannya.
“Penularan Hepatitis B dari secara vertikal ibu ke anak menyumbang sebesar 90-95 persen dari seluruh sumber penularan lainnya” ujarnya dikutip dari siaran pers, Kamis (18/5/2023).
Syahril menyebut pemberian vaksin hepatitis B secara lengkap dan tepat dapat menurunkan prevalensi hepatitis B. Namun, masih terdapat permasalahan yakni risiko bayi yang terinfeksi hepatitis B kemungkinan untuk menjadi kronis dan sirosis mencapai 80 persen.
Sirosis adalah kondisi ketika organ hati telah dipenuhi dengan jaringan parut dan tidak bisa berfungsi dengan normal. “Tetapi masih terdapat permasalahan yang harus dihadapi yaitu risiko untuk menjadi sirosis dan hepatoma serta belum ada pengobatan yang efektif,” tutur Syahril.
Oleh karena itu, memutus atau mencegah sedini mungkin penularan hepatitis menjadi sangat penting. Khusus untuk hepatitis B, pemerintah menggencarkan deteksi dini Hepatitis B yang terintegrasi dengan pemeriksaan HIV dan sifilis untuk minimal 80 persen ibu hamil. Tujuannya untuk memutus atau mencegah penularan secara vertikal dari ibu ke anak.
Pemberian imunisasi Hepatitis B tiga dosis pada bayi juga masuk ke dalam program imunisasi nasional untuk mengurangi insiden. Pemberian HB0 kurang dari 24 jam untuk mengurangi transmisi dari ibu ke bayi turut dilakukan.
Selain itu, pemerintah memberikan HBIg pada bayi lahir dari ibu reaktif HBsAg, dan pemberian Tenofovir pada bumil dengan viral load tinggi.
Kendati demikian, Syahril menyampaikan deteksi dini juga harus dilakukan bagi kelompok berisiko seperti pengguna jarum suntik (penasun) dan eks penasun, ODHIV, pasien hemodialisa. Kemudian deteksi pada populasi kunci seperti WBP, PS, dan LSL, riwayat transfusi, riwayat tato, tindik serta penggunaan alat medis tidak steril harus dilakukan untuk memutus penularan.
Dia juga mengimbau masyarakat Indonesia untuk menghindari praktek seks berisiko. Sebagai contoh melakukan ciuman sampai terjadi perlukaan yang dapat menularkan virus Hepatitis. “Jangan lupa untuk menggunakan pengaman agar menghindari hal-hal yang dapat beresiko penularan untuk kesehatan dan pertumbuhan anak,” tegas Syahril.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.