Kejahatan Siber Makin Marak, Ini yang Harus Dilakukan saat Akun E-Wallet Dibajak
17 May 2023 |
12:12 WIB
Teknologi punya pengaruh besar dalam setiap aspek kehidupan manusia, salah satunya untuk bertransaksi. Uang tunai sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah, kini dinilai sudah tidak praktis lagi. Sekarang masyarakat dimudahkan oleh kehadiran teknologi pembayaran digital atau digital payment.
Namun, ada kalanya teknologi ini begitu rentan terhadap aksi kejahatan siber. Studi Frost & Sullivan yang diprakarsai oleh Microsoft mengungkapkan bahwa potensi kerugian ekonomi di Indonesia yang diakibatkan oleh insiden keamanan siber dapat mencapai nilai US$34,2 miliar.
Baca juga: Tidak Melulu Soal Uang & Aset Digital, Simak Geliat Pertumbuhan Game Web 3 di Indonesia
Dampaknya selain uang yang bisa raib, data-data pribadi pengguna juga berpotensi ikut tercuri. Pratama Persadha, seorang pakar IT yang juga merupakan Ketua Lembaga Keamanan Siber CISSREC memaparkan sejumlah kasus kejahatan siber yang kerap terjadi saat menggunakan platform pembayaran digital.
- Phising yakni pelaku membuat situs palsu untuk mendapatkan data pengguna
- Skimming atau penggandaan kartu kredit/kartu debit
- Malware yakni program jahat yang dapat mengambil-alih kontrol & mencuri informasi.
- Man In The Middle Attack/MITM pelaku mengambil kendali atas koneksi internet dan mencuri informasi pembayaran yang dikirimkan antara platform pembayaran dan pengguna
Lebih lanjut Pratama menyarankan saat mengalami pembajakan akun dompet digital, yang pertama kali harus dilakukan adalah menghubungi layanan pengguna dari platform dompet digital tersebut.
"Ini supaya kita sesegera mungkin dapat melakukan pengamanan atau pemblokiran akun," katanya dalam wawancara bersama Hypeabis.id.
Selanjutnya periksa transaksi terakhir dan mengubah kata sandi, kemudian diikuti dengan beberapa langkah tambahan seperti melaporkan ke pihak kepolisian jika memang diperlukan, serta melakukan pencegahan dengan memanfaatkan fitur autentikasi dua faktor dan biometric.
“Untuk melakukan transaksi digital yang aman, pastikan pengguna hanya menggunakan aplikasi atau situs web resmi dari penyedia pembayaran digital yang digunakan,” tambahnya.
Penting juga untuk menggunakan kata sandi yang kuat, hindari menggunakan jaringan Wi-Fi gratis saat bertransaksi digital, dan jangan membagikan informasi pribadi kepada orang lain dan jangan meng-klik tautan atau lampiran dari orang yang tidak dikenal.
“Pengecekan rekening secara berkala juga perlu dilakukan untuk memeriksa apakah ada aktivitas mencurigakan atau tidak,” paparnya.
Adapun Pratama juga memaparkan bahwa Indonesia sendiri telah mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir dari segi industri pembayaran digital. Ini terlihat dari banyaknya banyaknya perusahaan fintech yang telah memperkuat sistem keamanan mereka.
“Banyak perusahaan fintech menghadirkan fitur verifikasi biometrik serta multi-factor authentication untuk melindungi penggunanya dari penipuan dan kejahatan siber,” jelasnya.
Bank Indonesia juga telah menerbitkan ‘Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025’ dimana dalam salah satu visinya adalah menjamin keseimbangan antara inovasi dengan consumer protection.
Di samping itu juga ada UU Perlindungan Data Pribadi, sehingga semua aplikasi dan situs web yang meminta informasi pribadi harus mematuhi peraturan-peraturan tersebut. Dengan mematuhinya pengguna jadi yakin bahwa informasi pribadinya tidak disalahgunakan ,oleh pihak yang tidak bertanggung jawab
“Ini memberikan jaminan bahwa informasi pribadi kita akan dilindungi dengan baik saat proses pembayaran online dan transaksi digital,” kata Pratama.
Editor: Indyah Sutriningrum
Namun, ada kalanya teknologi ini begitu rentan terhadap aksi kejahatan siber. Studi Frost & Sullivan yang diprakarsai oleh Microsoft mengungkapkan bahwa potensi kerugian ekonomi di Indonesia yang diakibatkan oleh insiden keamanan siber dapat mencapai nilai US$34,2 miliar.
Baca juga: Tidak Melulu Soal Uang & Aset Digital, Simak Geliat Pertumbuhan Game Web 3 di Indonesia
Dampaknya selain uang yang bisa raib, data-data pribadi pengguna juga berpotensi ikut tercuri. Pratama Persadha, seorang pakar IT yang juga merupakan Ketua Lembaga Keamanan Siber CISSREC memaparkan sejumlah kasus kejahatan siber yang kerap terjadi saat menggunakan platform pembayaran digital.
- Phising yakni pelaku membuat situs palsu untuk mendapatkan data pengguna
- Skimming atau penggandaan kartu kredit/kartu debit
- Malware yakni program jahat yang dapat mengambil-alih kontrol & mencuri informasi.
- Man In The Middle Attack/MITM pelaku mengambil kendali atas koneksi internet dan mencuri informasi pembayaran yang dikirimkan antara platform pembayaran dan pengguna
Lebih lanjut Pratama menyarankan saat mengalami pembajakan akun dompet digital, yang pertama kali harus dilakukan adalah menghubungi layanan pengguna dari platform dompet digital tersebut.
"Ini supaya kita sesegera mungkin dapat melakukan pengamanan atau pemblokiran akun," katanya dalam wawancara bersama Hypeabis.id.
Selanjutnya periksa transaksi terakhir dan mengubah kata sandi, kemudian diikuti dengan beberapa langkah tambahan seperti melaporkan ke pihak kepolisian jika memang diperlukan, serta melakukan pencegahan dengan memanfaatkan fitur autentikasi dua faktor dan biometric.
“Untuk melakukan transaksi digital yang aman, pastikan pengguna hanya menggunakan aplikasi atau situs web resmi dari penyedia pembayaran digital yang digunakan,” tambahnya.
Penting juga untuk menggunakan kata sandi yang kuat, hindari menggunakan jaringan Wi-Fi gratis saat bertransaksi digital, dan jangan membagikan informasi pribadi kepada orang lain dan jangan meng-klik tautan atau lampiran dari orang yang tidak dikenal.
“Pengecekan rekening secara berkala juga perlu dilakukan untuk memeriksa apakah ada aktivitas mencurigakan atau tidak,” paparnya.
Adapun Pratama juga memaparkan bahwa Indonesia sendiri telah mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir dari segi industri pembayaran digital. Ini terlihat dari banyaknya banyaknya perusahaan fintech yang telah memperkuat sistem keamanan mereka.
“Banyak perusahaan fintech menghadirkan fitur verifikasi biometrik serta multi-factor authentication untuk melindungi penggunanya dari penipuan dan kejahatan siber,” jelasnya.
Bank Indonesia juga telah menerbitkan ‘Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025’ dimana dalam salah satu visinya adalah menjamin keseimbangan antara inovasi dengan consumer protection.
Di samping itu juga ada UU Perlindungan Data Pribadi, sehingga semua aplikasi dan situs web yang meminta informasi pribadi harus mematuhi peraturan-peraturan tersebut. Dengan mematuhinya pengguna jadi yakin bahwa informasi pribadinya tidak disalahgunakan ,oleh pihak yang tidak bertanggung jawab
“Ini memberikan jaminan bahwa informasi pribadi kita akan dilindungi dengan baik saat proses pembayaran online dan transaksi digital,” kata Pratama.
Editor: Indyah Sutriningrum
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.