Titiek Puspa (Sumber gambar: Instagram/Titiek Puspa)

Titiek Puspa, Bekerja Tulus Maka Alam Akan Membantu

14 May 2023   |   06:32 WIB
Image
Gita Carla Hypeabis.id

Like
Mendapat kesempatan berbincang dengan seorang diva sepanjang zaman yang terkenal dengan karya lagu-lagu ciptaannya menorehkan kesan yang tidak biasa. Alih-alih tampil glamor, seutas senyum ramah menjadi awal perjumpaan yang manis dan menciptakan suasana yang penuh dengan keakraban.

Sudah beberapa tahun ini, eyang, demikian panggilan akrab Titiek Puspa, mendiami sebuah apartemen mungil di kawasan Jakarta Selatan. Irit hati katanya ketika ditanyakan alasan. “Ya irit hati. Engga perlu takut rumah kebakaran, dibobol maling. Saya maunya nyaman sekarang,” ujarnya seraya sedikit terkekeh.

Sejak kecil pemilik nama lahir Sudarwati ini dibiasakan mengerti dan merespons keadaan sekitar. Peduli dengan keadaan keluarganya perempuan yang memiliki 11 saudara ini, ketika berumur 5 tahun sudah bekerja menjajakan wedang jahe di stasiun-stasiun. Tanpa bersungut-sungut, eyang mengerjakannya dengan senang hati.

Baca juga: 70 Tahun Berkarya, Ini Cerita di Balik Hits Legendaris Titiek Puspa

Kecintaannya pada dunia musik awal mulanya ditentang oleh sang ayah, Tugeno Puspowidjojo yang menganggap penyanyi adalah pekerjaan negatif karena mirip “nembang”.


Suatu ketika eyang nekad mengikuti sebuah kontes menyanyi atas saran teman-temannya, perempuan kelahiran 85 tahun silam ini mengganti namanya menjad Titiek Puspo agar tidak ketahuan sang ayah. Titiek adalah nama panggilan sehari-hari sedang Puspo adalah nama ayahnya. Nama inilah yang menjadi cikal bakal nama panggung sang maestro, Titiek Puspa.

Memulai karier di Semarang dengan mengikuti kontes menyanyi bintang radio. Kemudian menjadi penyanyi tetap di Orkes Studio Jakarta. Rekaman piringan hitam pertamanya bertajuk Gembira yang berisikan lagu-lagu ciptaan orang lain seperti Di Sudut Bibirmu, Esok Malam Kau Kujelang dan lainnya.

Telah lama memang eyang Titiek mempunyai kegemaran menuangkan cerita hidup melalui notasi-notasi lagu. Namun, keinginan untuk menyanyikan lagu ciptaan sendiri terwujud dimulai dari album Sihitam dan Pita pada 1963.

Sejumlah penyanyi pun berhasil terangkat namanya setelah membawa lagu ciptaannya, misalnya Lilies Suryani yang membawakan Gang Kelinci, Euis Dahlia dengan Apanya Dong, dan Eddy Silitonga dengan Rindu Setengah Mati.

Hingga sekarang banyak artis yang berebut membawakan lagu ciptaan eyang atau sekadar menggubahnya. Beberapa lagu ciptaan perempuan kelahiran Tanjung, Kalimantan Selatan ini berisikan cerita yang didengarnya dan pengalaman orang lain.

Sebut saja lagu Gang Kelinci, ternyata lagu tersebut dibuat hanya dibuat dalam waktu cepat. Eyang Titiek bercerita bahwa ketika itu dia mengantarkan penyanyi Lilis Suryani pulang ke rumahnya yang ada di Pasar Baru. 

Dengan naik becak, ternyata rumah Lilis berada di gang sempit dengan pemukiman padat. Melewati gang itu, lirik Gang Kelinci pun tercipta. “Pulang naik becak. Saya mengarang. Saya bukan pencipta [lagu], saya penulis suasana,” ujarnya saat memperingati HUT ke-85 secara virtual, Selasa (1/10/2022).

Begitu pula dengan lagu Pantang Mundur. Lagu tersebut juga dibuat saat dia berada di becak setelah melihat para tentara di depan kantor RRI yang akan berangkat ke Irian. Titiek melihat sang tentara mencium perut istrinya yang sedang hamil sebagai salam perpisahan sebelum bertugas untuk negara. “...Penyampaian suasana yang saya lihat,” imbuhnya. 

Contohnya lagi lagu Kupu-Kupu Malam yang berhasil diciptakan berawal dari curhatan seorang ibu yang bertemu dengannya di Semarang. Sebuah lagu fenomenal yang telah beberapa kali dinyanyikan ulang oleh para musisi tanah air.

Wanita tersebut menceritakan harus membesarkan anaknya yang masih kecil sendirian setelah suaminya selingkuh dan meninggalkannya. Kondisi keuangan keluarga semakin memburuk hingga ia terlilit utang dan terpaksa menjadi pekerja seks komersial untuk bertahan hidup. Meskipun selalu berakting, terkadang ia tersenyum dalam tangis dan terkadang menangis dalam senyuman.

Kisah pilu tersebut sangat menggugah hati Titiek Puspa. Setelah menangis bersama dengan wanita tersebut dan berdoa untuk kehidupan yang lebih baik, Titiek kembali ke Jakarta dan menciptakan lagu Kupu Kupu Malam. Lagu ini menceritakan kisah hidup si ibu dengan lirik yang penuh makna.

Tak lama setelah menciptakan lagu tersebut, Eyang Titiek menerima kabar bahwa doanya telah dikabulkan. Wanita tersebut menikah dengan seorang pria yang terhormat dan mereka bahagia bersama. Eyang Titiek percaya bahwa keyakinan pada Tuhan dan takut akan-Nya akan mempermudah segala urusan dalam hidup.

Selama hidupnya, Eyang Titiek telah mempraktikkan keyakinannya dan merasa bahwa itu telah membantunya melewati berbagai tantangan. Lagu Kupu Kupu Malam tetap menjadi lagu yang menginspirasi banyak orang, mengajarkan kita untuk tetap bersemangat dan berjuang meski dihadapkan pada kesulitan hidup. Lagu ini juga menjadi pengingat untuk selalu berempati dan membantu mereka yang membutuhkan dukungan.
 

Pengabdian Tanpa Henti

“Selama ini saya dibilang ibu jalanan. Ngurus anak bisa nyari duit bisa. Samapi sekarang masih dipercaya mengerjakan segala sesuatu sudah sepatutnya mensyukuri,” ujarnya sambil meminum air putih yang merupakan kesukaannya.

Lima puluh tahun lebih berkarya nenek 14 cucu ini mendapat BASF Award ke-10 untuk kategori pengabdian panjang di dunia musik pada 1994. Pada 2021, eyang menerima penghargaan Anugerah Musik Indonesia dengan kategori Dedikasi untuk Musik Indonesia.

Meski terkenal energik, pemeran Inem Pelayan Seksi pada 1976 ini pernah pula mengalami masa kelam. Divonis mengidap kanker rahim menghilangkan keyakinannya untuk bertahan hidup. Setelah selama dua setengah bulan dirawat intensif di rumah sakit Mount Elizabeth Singapore karena kanker rahim dengan menjalani 4 kali tahap kemotrapi,  dia tak juga sembuh.

Merasa sakitnya semakin parah, eyang mendesak untuk pulang ke tanah air. Melalui anaknya, Petty yang mempunyai teman terkena struk yang sudah sehat kembali, eyang akhirnya mengikuti pengobatan alternatif meditasi. Meditasi yang dilakukan 5 jam sehari ini dilakukan dengan duduk tegap tanpa sandaran, mulut dan mata tertutup, lidah dilipat ke atas dengan nafas keluar masuk serasa dimasukkan ke ulu hati lalu berhenti sepuluh senti di bawah pusar.

Lidah dilipat ke atas bertujuan agar aliran yin dan yun berputar dengan baik menghasilkan chi, nantinya syaraf akan mencari tituk akupuntur yang rusak. Setelah 13 hari mengikuti meditasi, sakit yang dideritanya berangsur-angsur mereda. “Mungkin masih banyak yang harus saya lakukan untuk Indonesia. Ini adalah izin Tuhan dan harus saya pergunakan dengan baik.”

Lebih dari 70 tahun berkarya, Titiek Puspa tidak kehilangan pesonanya. Masih banyak stasiun TV dan klien mengundang beliau untuk sekadar mengisi acara. Tak cukup dengan itu, bisnis katering yang telah digeluti sejak 1984 juga semakin pesat omzetnya. Eyang Titiek mengatakan kejujuran dan kualitas yang menjadi penentu kesuksesan Puspa Katering.

“Di dalam ketuaan kita, jangan bercita terlalu tinggi. Yang penting kita mampu mengerjakannya. Kerja itu harus dengan ketulusan. Anda harus cari apa yang bisa dikerjakan. Dengan ketulusan, alam akan menolong kita,” jawabnya ketika ditanya bagaimana menjadi lansia berdaya guna.

Untuk lansia di Indonesia, eyang berharap selain memberi penyuluhan, juga disertai dengan menaikkan emosi mereka. “menaikkan emosi disini maksudnya mengingatkan mereka pada masa mudanya. Apa hobinya dan kuatkan bahwa mereka masih bisa melakukannya. Dosa jikan hanya memanjakan tanpa dibelai hatinya. Diberi semangat untuk mengerjakan apa yang dulu mereka bisa lakukan,” tambahnya.

Ketika ditanya resep awet mudanya, eyang mengaku sejak muda berusaha tidur telentang untuk menghindari pipi merolot. Begitu juga ketika hendak memilih kosmetik, eyang menyapu pipi dari bawah ke arah atas.

Eyang tidak memilih makanan tapi sebisa mungkin masakan rumah dan mengurangi daging merah dan seafood. Dia juga mengurangi mengonsumsi susu karena tidak cocok di tubuhnya. Sedang untuk olahraga, setiap ada kesempatan dia akan jalan kaki di sekitar taman dan melakukan kardio dengan speda statis.

Menanjak tua kadar kecemasan orang akan meningkat. Sebisa mungkin eyang bersikap santai. Nrimo ing pandu, yang berarti menerima apa adanya apa yang telah digariskan. “Setiap kali saya ngobrol sama Tuhan. Pernah saya menantang Tuhan, kini sekarang menjadi sahabatNya. Saya selalu meminta petunjukNya dan hati ini terasa tenang.”

Baca juga: Menginjak Usia 85 Tahun, Intip Resep Awet Muda dan Bugarnya Titiek Puspa

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Fajar Sidik 

SEBELUMNYA

Grup Orkestra TRUST Patahkan Stigma Musik Orkestra Berkesan Kuno dan Kolosal

BERIKUTNYA

Cek 6 Tip untuk Pelari Pemula yang Ingin Ikut Maraton

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: