Cara Sutradara Iswadi Pratama Lakukan Proses Regenerasi dalam Teater Satu Lampung
13 May 2023 |
20:30 WIB
1
Like
Like
Like
Perkembangan atau sejarah teater modern di Indonesia telah berlangsung sejak awal abad ke-19. Secara garis besar, sejarah teater modern Tanah Air terbagi dalam empat periode yakni masa perintisan, masa kebangkitan, masa perkembangan teater modern, dan teater Indonesia mutakhir.
Periode teater Indonesia mutakhir diawali setelah 1965, dimana ditandai dengan adanya Dewan Kesenian Jakarta, sayembara naskah dan terjemahan naskah drama asing. Pada masa ini, muncul sejumlah kelompok teater dengan nama-nama tokoh yang menonjol diantaranya Rendra dengan Bengkel Teater, Teguh Karya (Teater Populer),dan Arifin C. Noer (Teater Kecil).
Namun, acapkali kejayaan beberapa kelompok teater di Tanah Air begitu mengandalkan peran tokoh-tokoh pendirinya yang cenderung memegang kendali penuh baik dalam urusan produksi pertunjukan hingga manajemen internal. Ketika tokoh-tokoh sentral itu tak lagi ada, hilang pula ruh kelompok-kelompok teater tersebut.
Baca juga: Warahan Selip Teater Satu Lampung, Komedi Satire dalam Gelak Tawa Penonton
Kondisi inilah yang membuat regenerasi begitu penting dalam kelompok teater. Tak hanya sebagai sutradara atau aktor, regenerasi juga perlu menyentuh berbagai bidang dalam seni pertunjukan teater seperti dramaturg, penulis naskah, pekerja panggung, manajemen pengelola, termasuk penonton dan kritikus.
Hal inilah yang disadari betul oleh Iswadi Pratama, Sutradara sekaligus Pendiri Teater Satu Lampung. Sejak mendirikan Teater Satu Lampung pada 1996, dia telah menaruh perhatian yang besar untuk membangun ekosistem komunitas teater yang berkelanjutan sekaligus proses regenerasi demi tetap menjaga eksistensi kelompok tersebut.
Telah berdiri selama 26 tahun, Teater Satu Lampung kini memiliki anggota aktif sebanyak 20 orang yang didominasi oleh kalangan anak muda dengan rentang usia 20-35 tahun. Meski tidak ada proses rekrutmen yang sistematis, kelompok teater ini selalu terbuka untuk menerima anggota baru yang berkeinginan kuat untuk menggeluti seni pertunjukan teater.
Adapun, proses regenerasi dalam tubuh Teater Satu Lampung boleh dibilang dilakukan secara organik. Sebagai pemimpin kelompok, Iswadi memberikan tanggung jawab kepada masing-masing anggota komunitas senior untuk mencari sekaligus membina minimal satu anggota baru.
"Mereka bertanggung jawab dengan adik-adiknya, soal perkembangan intelektual hingga aktivitas dan progresivitas kemampuan mereka layaknya kakak-kakak yang mengasuh adik-adiknya. Jadi enggak terpusat di aku," ujar pria yang juga dikenal sebagai penulis itu kepada Hypeabis.id.
Sementara untuk anggota yang memiliki kemampuan untuk menyutradarai pertunjukan akan diberikan kesempatan untuk mengajar di berbagai kelompok ekstrakurikuler teater di sejumlah sekolah dan kampus. Hal inilah yang membuat mereka akhirnya memiliki basis komunitas dan penikmat teater masing-masing.
Di samping itu, Teater Satu Lampung juga konsisten membangun sekaligus menjaga komunikasi dengan komunitas penonton dan pihak-pihak swasta yang mendukung mereka dengan memanfaatkan media sosial. "Jadi kami terus menjaga komunikasi dan hubungan dengan penonton kami karena itu bagian dari membangun ekosistem," jelasnya.
Selain dari internal komunitas, membangun ekosistem teater di Indonesia juga perlu mendapatkan dukungan penuh dan berkelanjutan dari pemerintah. Iswadi menilai selama ini dukungan yang diberikan pemerintah acapkali tidak tepat sasaran dan cenderung hanya menggelar sejumlah event teater.
Dalam hal ini, dia melihat adanya peluang untuk mendekatkan industri perfilman dan teater untuk saling menyerap sumber daya manusia (SDM) di kedua bidang tersebut. Para pembuat film dapat menggunakan aktor-aktor teater untuk dapat menghadirkan karya sinematik yang berkualitas, sehingga SDM yang ada industri teater bisa mendapatkan penghasilan dari keterlibatan mereka.
Sementara untuk beberapa kompetisi teater yang dihelat juga dinilai harus menerapkan proses berteater dengan menggunakan metode yang benar, sehingga dapat menghasilkan aktor-aktor yang siap untuk diserap oleh kebutuhan industri perfilman yang saat ini semakin berkembang. "Menurutku negara bisa berperan dalam membangun sinergi antara film dan teater," ujarnya.
Upaya lain yang bisa dilakukan oleh pemerintah dalam membangun ekosistem teater yakni memasukkan pengetahuan dan pembelajaran seni pertunjukan teater ke dalam kurikulum, bukan hanya sebagai pilihan ekstrakurikuler.
Selain itu, pemerintah juga dinilai perlu menyediakan tempat atau gelanggang khusus seni pertunjukan di tiap-tiap daerah strategis yang dapat digunakan oleh kelompok teater secara gratis untuk berkegiatan.
Sebab, menurut Iswadi, kelompok teater sampai saat ini seringkali menghadapi kesulitan untuk berkegiatan atau melakukan latihan di tempat yang proporsional. Sekalipun ada, biasanya mereka harus membayar biaya sewa yang relatif mahal.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Periode teater Indonesia mutakhir diawali setelah 1965, dimana ditandai dengan adanya Dewan Kesenian Jakarta, sayembara naskah dan terjemahan naskah drama asing. Pada masa ini, muncul sejumlah kelompok teater dengan nama-nama tokoh yang menonjol diantaranya Rendra dengan Bengkel Teater, Teguh Karya (Teater Populer),dan Arifin C. Noer (Teater Kecil).
Namun, acapkali kejayaan beberapa kelompok teater di Tanah Air begitu mengandalkan peran tokoh-tokoh pendirinya yang cenderung memegang kendali penuh baik dalam urusan produksi pertunjukan hingga manajemen internal. Ketika tokoh-tokoh sentral itu tak lagi ada, hilang pula ruh kelompok-kelompok teater tersebut.
Baca juga: Warahan Selip Teater Satu Lampung, Komedi Satire dalam Gelak Tawa Penonton
Kondisi inilah yang membuat regenerasi begitu penting dalam kelompok teater. Tak hanya sebagai sutradara atau aktor, regenerasi juga perlu menyentuh berbagai bidang dalam seni pertunjukan teater seperti dramaturg, penulis naskah, pekerja panggung, manajemen pengelola, termasuk penonton dan kritikus.
Hal inilah yang disadari betul oleh Iswadi Pratama, Sutradara sekaligus Pendiri Teater Satu Lampung. Sejak mendirikan Teater Satu Lampung pada 1996, dia telah menaruh perhatian yang besar untuk membangun ekosistem komunitas teater yang berkelanjutan sekaligus proses regenerasi demi tetap menjaga eksistensi kelompok tersebut.
Telah berdiri selama 26 tahun, Teater Satu Lampung kini memiliki anggota aktif sebanyak 20 orang yang didominasi oleh kalangan anak muda dengan rentang usia 20-35 tahun. Meski tidak ada proses rekrutmen yang sistematis, kelompok teater ini selalu terbuka untuk menerima anggota baru yang berkeinginan kuat untuk menggeluti seni pertunjukan teater.
Adapun, proses regenerasi dalam tubuh Teater Satu Lampung boleh dibilang dilakukan secara organik. Sebagai pemimpin kelompok, Iswadi memberikan tanggung jawab kepada masing-masing anggota komunitas senior untuk mencari sekaligus membina minimal satu anggota baru.
"Mereka bertanggung jawab dengan adik-adiknya, soal perkembangan intelektual hingga aktivitas dan progresivitas kemampuan mereka layaknya kakak-kakak yang mengasuh adik-adiknya. Jadi enggak terpusat di aku," ujar pria yang juga dikenal sebagai penulis itu kepada Hypeabis.id.
Sementara untuk anggota yang memiliki kemampuan untuk menyutradarai pertunjukan akan diberikan kesempatan untuk mengajar di berbagai kelompok ekstrakurikuler teater di sejumlah sekolah dan kampus. Hal inilah yang membuat mereka akhirnya memiliki basis komunitas dan penikmat teater masing-masing.
Membangun Ekosistem Teater
Di samping itu, Teater Satu Lampung juga konsisten membangun sekaligus menjaga komunikasi dengan komunitas penonton dan pihak-pihak swasta yang mendukung mereka dengan memanfaatkan media sosial. "Jadi kami terus menjaga komunikasi dan hubungan dengan penonton kami karena itu bagian dari membangun ekosistem," jelasnya.Selain dari internal komunitas, membangun ekosistem teater di Indonesia juga perlu mendapatkan dukungan penuh dan berkelanjutan dari pemerintah. Iswadi menilai selama ini dukungan yang diberikan pemerintah acapkali tidak tepat sasaran dan cenderung hanya menggelar sejumlah event teater.
Dalam hal ini, dia melihat adanya peluang untuk mendekatkan industri perfilman dan teater untuk saling menyerap sumber daya manusia (SDM) di kedua bidang tersebut. Para pembuat film dapat menggunakan aktor-aktor teater untuk dapat menghadirkan karya sinematik yang berkualitas, sehingga SDM yang ada industri teater bisa mendapatkan penghasilan dari keterlibatan mereka.
Sementara untuk beberapa kompetisi teater yang dihelat juga dinilai harus menerapkan proses berteater dengan menggunakan metode yang benar, sehingga dapat menghasilkan aktor-aktor yang siap untuk diserap oleh kebutuhan industri perfilman yang saat ini semakin berkembang. "Menurutku negara bisa berperan dalam membangun sinergi antara film dan teater," ujarnya.
Upaya lain yang bisa dilakukan oleh pemerintah dalam membangun ekosistem teater yakni memasukkan pengetahuan dan pembelajaran seni pertunjukan teater ke dalam kurikulum, bukan hanya sebagai pilihan ekstrakurikuler.
Selain itu, pemerintah juga dinilai perlu menyediakan tempat atau gelanggang khusus seni pertunjukan di tiap-tiap daerah strategis yang dapat digunakan oleh kelompok teater secara gratis untuk berkegiatan.
Sebab, menurut Iswadi, kelompok teater sampai saat ini seringkali menghadapi kesulitan untuk berkegiatan atau melakukan latihan di tempat yang proporsional. Sekalipun ada, biasanya mereka harus membayar biaya sewa yang relatif mahal.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.