Mengenang Ryuichi Sakamoto, Sang Pelopor Musik Elektronik
03 April 2023 |
07:39 WIB
Kabar duka datang dari dunia musik. Pelopor musik elektronik legendaris asal Jepang, pemenang penghargaan Oscar, Ryuichi Sakamoto, meninggal dunia karena kanker. Dia menghembuskan nafas terakhir pada Selasa, 28 Maret 2023, di usia 71 tahun.
Tim manajemen Sakamoto, Commmons mengumumkan kabar duka tersebut pada Minggu, 2 April 2023. Tim mengatakan Sakamoto terus membuat karya hingga masa-masa akhir hidupnya.
“Dia hidup dengan musik sampai akhir hayatnya. Kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para penggemarnya dan semua orang yang telah mendukung aktivitasnya, serta para profesional medis di Jepang dan AS yang melakukan segala daya untuk menyembuhkannya,” tulis pernyataan resmi manajemen, dikutip Hypeabis.id dari Deadline, Senin (3/4/2023).
Baca juga: Profil Ryuichi Sakamoto, Komposer Legendaris di Balik Serial Anime Exception
Sakamoto pada tahun lalu mengatakan sedang berjuang melawan kanker kolon stadium 4. Dia sebelumnya didiagnosis menderita kanker tenggorokan pada 2014. “Saat menjalani perawatan untuk kanker yang ditemukan pada Juni 2020, Sakamoto terus membuat karya di studio rumahnya kapan pun saat kesehatannya memungkinkan,” sebut Commmons.
Sementara itu, kepergian Sakamoto juga disampaikan dalam laman Instagram komposer tersebut. Sebuah video singkat diunggah yang bertuliskan tahun kelahiran hingga kematiannya.
Video tersebut juga menunjukkan piano usang. Postingan kabar meninggalnya Sakamoto pun banjir ucapan kedukaan dari para musisi. Salah satunya datang dari penyanyi Indonesia, Kunto Aji. “Noooo, Rest In Peace Sensei,” tulisnya menyertakan emoticon menangis.
Lahir di Tokyo pada 17 Januari 1952, Sakamoto merupakan anak dari editor sastra untuk penulis Jepang termasuk peraih Nobel, Kenzaburo Oe. Dia diperkenalkan dengan piano sejak masih balita.
Pada masa kanak-kanak hingga remaja, dia berlatih musik klasik. Bakatnya menjadi komposer sudah terlihat sejak berada di bangku siswa sekolah menengah di Tokyo.
Ketika terjebak dalam desakan orang-orang di kereta, Sakamoto menghibur dirinya sendiri dengan menghitung suara yang dibuat kereta, mengidentifikasi lebih dari 10 suara yang akan dia dengarkan setiap pagi. Mendengarkan dengan cermat telah menjadi kebiasaannya.
“Anda harus selalu membuka telinga karena apa pun bisa terjadi secara tidak terduga. Apa pun bisa menjadi musik,” ujarnya dikutip dari laman siteSakamoto.
Sakamoto mulai mempelajari komposisi pada usia 10 tahun dan terinspirasi oleh The Beatles dan Debussy. Ketika menjadi mahasiswa di Universitas Seni Rupa dan Musik Nasional Tokyo, Sakamoto menekuni etnomusikologi.
Bersama Haruomi Hosono dan Yukihiro Takahashi, dia mendirikan Yellow Magic Orchestra (YMO) pada 1978. Sakamoto memainkan keyboard kala itu dan ketiganya me pelopori perkembangan musik elektronik, tekno-pop, dan hip-hop.
"Musik Asia sangat memengaruhi Debussy, dan Debussy sangat memengaruhi saya. Jadi musik menyebar ke seluruh dunia dan menjadi lingkaran penuh," katanya pada 2010.
Sakamoto diketahui menjadi komposer untuk musik upacara pembukaan Olimpiade Barcelona pada 1992 di Barcelona. Resumenya mencakup skor untuk miniseri ABC Wild Palms karya Oliver Stone pada 1993 dan Snake Eyes karya Brian de Palma pada 1998.
Dia juga mendapatkan hitnya sendiri di tangga lagu pop Jepang pada 1999 dengan Energy Flow, yang telah digunakan dalam iklan TV. Itu menjadi lagu instrumental pertamanya yang mencapai No. 1 di Jepang.
Selain sebagai komposer, Sakamoto tercatat sebagai aktor dan turut membintangi film Merry Christmas, Mr Lawrence bersama David Bowie pada tahun 1983. Dia juga terlibat dalam produksi film The Last Emperor pada tahun 1987 yang membuatnya memenangkan Oscar, Grammy, dan Golden Globe.
Dia juga berakting dalam film tersebut, yang merinci kehidupan Puyi, kaisar terakhir Tiongkok. “Mengerjakan film itu seperti perjalanan ke tempat yang tidak diketahui,” sebutnya kala itu.
Pada 2017, Sakamoto merilis film dokumenter tentang dirinya, Ryuichi Sakamoto: Coda, disutradarai oleh Stephen Nomura Schible. Dalam dokumenter tersebut, dia melakukan perjalanan ke Kutub Utara untuk merekam suara salju yang mencair.
Dalam adegan lain, dia memainkan piano "drowned" yang diciptakannya di Prefektur Miyagi setelah gempa-tsunami 2011, dan memicu bencana nuklir di Fukushima, Jepang.
Baca juga: Bocoran Voice Actor Anime Pluto Terkuak, Ada Shinshuu Fuji dan Youko Hikasa?
Selain sebagai musisi, Sakamoto juga aktif sebagai juru kampanye kampanye anti-nuklir dan pendiri proyek lebih banyak pohon , yang terlibat dalam reboisasi dan pengimbangan karbon. Urat yang menghubungkan musik, seni, dan aktivisme Ryuichi Sakamoto adalah meditasinya tentang sifat kehidupan yang terus berkembang.
Editor: Fajar Sidik
Tim manajemen Sakamoto, Commmons mengumumkan kabar duka tersebut pada Minggu, 2 April 2023. Tim mengatakan Sakamoto terus membuat karya hingga masa-masa akhir hidupnya.
“Dia hidup dengan musik sampai akhir hayatnya. Kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para penggemarnya dan semua orang yang telah mendukung aktivitasnya, serta para profesional medis di Jepang dan AS yang melakukan segala daya untuk menyembuhkannya,” tulis pernyataan resmi manajemen, dikutip Hypeabis.id dari Deadline, Senin (3/4/2023).
Baca juga: Profil Ryuichi Sakamoto, Komposer Legendaris di Balik Serial Anime Exception
Sakamoto pada tahun lalu mengatakan sedang berjuang melawan kanker kolon stadium 4. Dia sebelumnya didiagnosis menderita kanker tenggorokan pada 2014. “Saat menjalani perawatan untuk kanker yang ditemukan pada Juni 2020, Sakamoto terus membuat karya di studio rumahnya kapan pun saat kesehatannya memungkinkan,” sebut Commmons.
Sementara itu, kepergian Sakamoto juga disampaikan dalam laman Instagram komposer tersebut. Sebuah video singkat diunggah yang bertuliskan tahun kelahiran hingga kematiannya.
Video tersebut juga menunjukkan piano usang. Postingan kabar meninggalnya Sakamoto pun banjir ucapan kedukaan dari para musisi. Salah satunya datang dari penyanyi Indonesia, Kunto Aji. “Noooo, Rest In Peace Sensei,” tulisnya menyertakan emoticon menangis.
Perjalanan Hidup Sakamoto
Lahir di Tokyo pada 17 Januari 1952, Sakamoto merupakan anak dari editor sastra untuk penulis Jepang termasuk peraih Nobel, Kenzaburo Oe. Dia diperkenalkan dengan piano sejak masih balita. Pada masa kanak-kanak hingga remaja, dia berlatih musik klasik. Bakatnya menjadi komposer sudah terlihat sejak berada di bangku siswa sekolah menengah di Tokyo.
Ketika terjebak dalam desakan orang-orang di kereta, Sakamoto menghibur dirinya sendiri dengan menghitung suara yang dibuat kereta, mengidentifikasi lebih dari 10 suara yang akan dia dengarkan setiap pagi. Mendengarkan dengan cermat telah menjadi kebiasaannya.
“Anda harus selalu membuka telinga karena apa pun bisa terjadi secara tidak terduga. Apa pun bisa menjadi musik,” ujarnya dikutip dari laman siteSakamoto.
Sakamoto mulai mempelajari komposisi pada usia 10 tahun dan terinspirasi oleh The Beatles dan Debussy. Ketika menjadi mahasiswa di Universitas Seni Rupa dan Musik Nasional Tokyo, Sakamoto menekuni etnomusikologi.
Bersama Haruomi Hosono dan Yukihiro Takahashi, dia mendirikan Yellow Magic Orchestra (YMO) pada 1978. Sakamoto memainkan keyboard kala itu dan ketiganya me pelopori perkembangan musik elektronik, tekno-pop, dan hip-hop.
"Musik Asia sangat memengaruhi Debussy, dan Debussy sangat memengaruhi saya. Jadi musik menyebar ke seluruh dunia dan menjadi lingkaran penuh," katanya pada 2010.
Kontribusi dan Penghargaan
Sakamoto diketahui menjadi komposer untuk musik upacara pembukaan Olimpiade Barcelona pada 1992 di Barcelona. Resumenya mencakup skor untuk miniseri ABC Wild Palms karya Oliver Stone pada 1993 dan Snake Eyes karya Brian de Palma pada 1998. Dia juga mendapatkan hitnya sendiri di tangga lagu pop Jepang pada 1999 dengan Energy Flow, yang telah digunakan dalam iklan TV. Itu menjadi lagu instrumental pertamanya yang mencapai No. 1 di Jepang.
Selain sebagai komposer, Sakamoto tercatat sebagai aktor dan turut membintangi film Merry Christmas, Mr Lawrence bersama David Bowie pada tahun 1983. Dia juga terlibat dalam produksi film The Last Emperor pada tahun 1987 yang membuatnya memenangkan Oscar, Grammy, dan Golden Globe.
Dia juga berakting dalam film tersebut, yang merinci kehidupan Puyi, kaisar terakhir Tiongkok. “Mengerjakan film itu seperti perjalanan ke tempat yang tidak diketahui,” sebutnya kala itu.
Pada 2017, Sakamoto merilis film dokumenter tentang dirinya, Ryuichi Sakamoto: Coda, disutradarai oleh Stephen Nomura Schible. Dalam dokumenter tersebut, dia melakukan perjalanan ke Kutub Utara untuk merekam suara salju yang mencair.
Dalam adegan lain, dia memainkan piano "drowned" yang diciptakannya di Prefektur Miyagi setelah gempa-tsunami 2011, dan memicu bencana nuklir di Fukushima, Jepang.
Baca juga: Bocoran Voice Actor Anime Pluto Terkuak, Ada Shinshuu Fuji dan Youko Hikasa?
Selain sebagai musisi, Sakamoto juga aktif sebagai juru kampanye kampanye anti-nuklir dan pendiri proyek lebih banyak pohon , yang terlibat dalam reboisasi dan pengimbangan karbon. Urat yang menghubungkan musik, seni, dan aktivisme Ryuichi Sakamoto adalah meditasinya tentang sifat kehidupan yang terus berkembang.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.