Ilustrasi produksi film pendek (Sumber foto: Unsplash - Kal Visuals)

Hypereport: Ramai-ramai Nonton Film Pendek

01 April 2023   |   23:32 WIB
Image
Yudi Supriyanto Jurnalis Hypeabis.id

Berbagai film pendek karya sineas muda Indonesia berhasil mencuri perhatian masyarakat. Jutaan penonton sukses diraih oleh karya-karya pendek yang tayang di berbagai platform streaming video itu. Namun, ada berbagai tantangan yang dihadapi para sineas film jenis ini.  

Film pendek Tilik yang rilis pada 2018, berhasil mencuri perhatian masyarakat dan memperoleh penonton sebanyak 27 juta. Anak Lanang yang keluar pada 2017 mampu meraih 3,7 juta. Sementara Singsot (2016) dan Nilep (2015) masing-masing mendapatkan penonton sebanyak 1,2 juta dan 1,1 juta.
 


Kini, banyak film pendek dapat ditemukan oleh masyarakat di platform streaming video gratis. Mereka memiliki beragam ide cerita yang disajikan untuk para penonton dengan berbagai genre.

Founder & CEO Miles Films, Mira Lesmana menilai film pendek sangat penting bagi industri perfilman di dalam negeri. Salah satunya adalah untuk regenerasi. Menurutnya, film pendek memiliki keunikan tersendiri secara bentuk, sehingga tidak mudah untuk membuatnya lantaran bukan film dengan cerita panjang yang dibuat pendek.

Keahlian yang dimiliki sineas dalam membuat film pendek biasanya bisa menjadi modal utama untuk membuat film panjang. Tidak bisa dipungkiri, sejumlah pembuat film terbaik di dalam negeri mengawali kariernya dari film pendek. Mereka menjadikan film pendek sebagai batu loncatan untuk seperti masuk ke sejumlah festival dan mendapatkan pengetahuan.

Dari sisi cerita, para pembuat film pendek kerap menawarkan ide yang lebih terbuka kepada para penontonnya lantaran mereka tidak mengikuti baku yang ada dalam film panjang.

Pada saat ini, yang masih perlu menjadi perhatian adalah anggapan bahwa film pendek merupakan film dengan cerita yang panjang, tetapi dibuat pendek. “Banyak sekali yang merasa mau membuat film dengan cerita panjang, tapi dibuat pendek dan jadi film pendek. Dia punya form sendiri,” katanya.

Terkait dengan pendanaan, dia menuturkan film pendek tidak bisa menggunakan format investasi seperti di film komersial. “Enggak mungkin, di manapun di dunia,” katanya.

Pendanaan biasanya datang dari diri sendiri, institusi yang memiliki kepentingan, organisasi nonprofit, dan lembaga pembiayaan khusus yang terkait dengan pengembangan perfilman di suatu negara. Biaya yang tidak mahal untuk membuat film pendek kerap membuat sineas mendanainya sendiri.

Pengamat film Yan Wijaja berpandangan bahwa perkembangan film pendek lokal sangat menggembirakan pada saat ini. “Sekarang murid-murid SMA dan SMK pun sudah mampu bikin film pendek yang menarik dengan durasi berkisar 5 - 10 menit,” katanya.

Meskipun beberapa sineas masih menggunakan teknis yang sederhana dalam pembuatannya, ide yang ditawarkan cukup menarik. Ide itu bisa datang dari mana saja, seperti sekolah, rumah, situasi pandemi, dan sebagainya.

Dalam proses produksi, tidak jarang mereka melakukan proses pengambilan gambar dengan gawai pintar atau kamera yang disewa secara harian. Dengan begitu, maka biaya pembuatan film dapat ditekan. Mereka juga kerap menggunakan dana sendiri dengan urunan lantaran kebutuhannya berkisar Rp5 juta – Rp25 juta.

Kemudian, para sineas juga kerap menggunakan trik sederhana untuk menyampaikan ide dan pesan yang dituangkan dalam film kepada masyarakat.

 “Salah satu harapan para pembuatnya adalah film pendek karya mereka akan dilihat dan menarik perhatian produser, sehingga dikembangkan menjadi feature panjang [90 menit] dan ditayangkan di bioskop,” katanya.

Dia menuturkan, para pembuat film pendek akan dikenal dan terbuka jalannya ke dunia film komersial, baik sebagai sutradara, penulis, pemain, dan sebagainya ketika mampu menarik perhatian produser.

Tidak hanya itu, karya pendek mereka juga memiliki potensi dibuat dalam versi panjang. Menurutnya, contoh film pendek yang sukses dibuat menjadi layar lebar pada saat ini adalah Makmum dan Waktu Maghrib.


Kreativitas Enggak Berbatas

Sebagai sineas, sutradara Azzam Fi Rullah mengatakan, pembuatan film pendek memiliki keasyikan tersendiri. Dia merasakan dapat memegang kebebasan penuh untuk mengendalikan kreativitas ketika menggarap sebuah karya film pendek.

Pria yang memilih genre horor kelas B tersebut memproduksi film pendek lantaran memiliki passion terhadap film, terutama horor. Jadi, dia memutuskan untuk fokus ke dunia film ketika lulus sekolah menengah atas (SMA).

Di bangku kuliah, sang sutradara kemudian memantapkan diri fokus di sinema horor dengan estetika kelas B. Dalam melakukan produksi, biaya adalah tantangan yang kerap dihadapi. “Apalagi untuk mencari investor yang dapat mempercayai visi saya untuk menggarap film-film horor kelas B,” katanya.

Film B atau B Movie adalah jenis film yang lazimnya diproduksi dengan bujet hemat atau rendah. Biasanya film ini ditayangkan untuk mengiringi film utama.

Saat ini, dia menilai perkembangan film pendek di dalam negeri kian pesat dan penikmatnya makin ramai. “Mungkin bisa dilihat dari bagaimana animo masyarakat melihat film-film pendek di Youtube, baik itu produksi yang mahal dan proper seperti Tilik sampai film-film yang digarap dengan bujet murah,” katanya.

Tidak hanya itu, mulai banyak layanan streaming yang membagikan katalog film pendek yang kian beragam sebagai alternatif tontonan kepada audiensnya sejak pandemi Covid-19 juga menjadi salah satu penyebab perkembangan karya ini.

Editor: Dika Irawan

SEBELUMNYA

Sering Buka Puasa dengan Gorengan, Ahli Gizi Ingatkan Risiko Ini

BERIKUTNYA

3 Resep Kreasi Kue Kering Lebaran Tanpa Oven

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: