Riwayat Al-Biruni, Ilmuwan Muslim dengan Segudang Ilmu
28 March 2023 |
17:06 WIB
Peradaban Islam banyak melahirkan ilmuwan kondang yang berhasil mengembangkan ragam ilmu pengetahuan. Bahkan, tidak sedikit sarjana Muslim yang merintis berbagai cabang ilmu modern. Di antara sederet sosok yang jenius itu ada salah satu yang masyhur yakni Al-Biruni.
Abu Rayhan Muhammad bin Ahmad Al-Biruni memiliki peran yang begitu besar dalam berbagai bidang keilmuan seperti matematika, sejarah, antropologi, hingga astronomi. Dia lahir di provinsi Khurasan, Timur Laut Persia pada 362 Hijriah atau 973 Masehi. Kini daerah tersebut masuk dalam wilayah negara Uzbekistan.
Baca juga: 5 Ilmuwan Indonesia yang Karyanya Mendunia
Sangat sedikit informasi mengenai kehidupan awal Al-Biruni, dia diduga yatim piatu sejak kecil. Lalu, Abu Nasr Mansur Ibnu Ali Ibn Iraq, seorang matematikawan asal Khat (sekarang Khiva, Uzbekistan) merawatnya sebagai anak asuh.
Sebagaimana anak-anak pada zamannya, Al-Biruni lalu belajar bahasa Arab, Persia, kajian Islam, dan ilmu pengetahuan alam. Di bawah bimbingan sang ilmuwan, Biruni juga belajar teori matematika, dan sains karena menang haus akan pengetahuan.
Namun, pada 995 Masehi Kath diserang Wangsa Ma'muniyah. Al-Biruni lalu hijrah ke Bukhara yang waktu itu dikuasai Dinasti Samaniyah. Di masa inilah dia juga berkenalan dengan Ibnu Sina, serta saling berkorespondensi mengenai topik filsafat, dan fisika Aristoteles.
Setelah bertualang selama tiga tahun, pada 998 Masehi, Al-Biruni mulai menetap di Jurjan (Gorgan). Di sana dia menjadi pegawai pemerintah dari dinasti Shams al-Ma’ali Qabus. Lalu sempat juga pindah ke kota kecil di wilayah tenggara Iran untuk fokus menulis buku dan melakukan penelitian.
Pada fase ini, dia menyelesaikan karya tulis pertamanya, yakni Al-Atsar al-Baqiyyah ‘an al-Qarun al-Khaliyyah atau Jejak-jejak dari Abad Silam. Buku itu di kemudian hari menjadi penanda yang jelas bahwa di masa depan Al-Biruni akan menjadi seorang ilmuan yang menguasai berbagai cabang keilmuan.
Saat berusia 44 tahun, Al-Biruni mendampingi Sultan Mahmud dari dinasti Ghaznawiyah untuk melakukan ekspedisi ke anak benua India. Di sinilah ilmuwan itu juga mulai melakukan studi lapangan mengenai masyarakat dan kebudayaan India.
Lantaran dianugerahi otak yang jenius, Al-Biruni berhasil menguasai bahasa Sansekerta dan bahasa liturgi Hindu. Kemampuan inilah yang membuka khasanah pengetahuannya. Sebab dia dapat mempelajari budaya India langsung dari literatur-literatur aslinya.
Hasilnya lalu diejawantahkan dalam kitab Fii Tahqiq maa li’l Hind min Ma’qulatin fil ‘Aql aw Mardhula atau akrab disebut buku Al-Hind. Adapun, kitab tersebut menurut laman Britannica membahas mengenai kajian terhadap masyarakat India yang kelak juga berpengaruh terhadap ilmu indologi.
Tarikh Al-Hind lebih dari sekadar memberitahu pembaca tentang sejarah India kuno dan segala problematikanya. Alih-alih, kitab tersebut merupakan jendela untuk mengetahui falsafah India, geografi, dan kebudayaannya atau yang kita kenal sekarang sebagai ilmu antropologi.
Abu Rayhan Muhammad bin Ahmad Al-Biruni memiliki peran yang begitu besar dalam berbagai bidang keilmuan seperti matematika, sejarah, antropologi, hingga astronomi. Dia lahir di provinsi Khurasan, Timur Laut Persia pada 362 Hijriah atau 973 Masehi. Kini daerah tersebut masuk dalam wilayah negara Uzbekistan.
Baca juga: 5 Ilmuwan Indonesia yang Karyanya Mendunia
Sangat sedikit informasi mengenai kehidupan awal Al-Biruni, dia diduga yatim piatu sejak kecil. Lalu, Abu Nasr Mansur Ibnu Ali Ibn Iraq, seorang matematikawan asal Khat (sekarang Khiva, Uzbekistan) merawatnya sebagai anak asuh.
Sebagaimana anak-anak pada zamannya, Al-Biruni lalu belajar bahasa Arab, Persia, kajian Islam, dan ilmu pengetahuan alam. Di bawah bimbingan sang ilmuwan, Biruni juga belajar teori matematika, dan sains karena menang haus akan pengetahuan.
Namun, pada 995 Masehi Kath diserang Wangsa Ma'muniyah. Al-Biruni lalu hijrah ke Bukhara yang waktu itu dikuasai Dinasti Samaniyah. Di masa inilah dia juga berkenalan dengan Ibnu Sina, serta saling berkorespondensi mengenai topik filsafat, dan fisika Aristoteles.
SCIENCE - Il y a 1000 ans, l’astronome musulman Al-Biruni conclut que le rayon de la Terre est de 6338.80km, sans aucune technologie moderne. pic.twitter.com/PdEmG0jZE8
— Culture Of Islam (@islamculturel) March 24, 2023
Setelah bertualang selama tiga tahun, pada 998 Masehi, Al-Biruni mulai menetap di Jurjan (Gorgan). Di sana dia menjadi pegawai pemerintah dari dinasti Shams al-Ma’ali Qabus. Lalu sempat juga pindah ke kota kecil di wilayah tenggara Iran untuk fokus menulis buku dan melakukan penelitian.
Pada fase ini, dia menyelesaikan karya tulis pertamanya, yakni Al-Atsar al-Baqiyyah ‘an al-Qarun al-Khaliyyah atau Jejak-jejak dari Abad Silam. Buku itu di kemudian hari menjadi penanda yang jelas bahwa di masa depan Al-Biruni akan menjadi seorang ilmuan yang menguasai berbagai cabang keilmuan.
Mempelajari Kebudayaan India
Saat berusia 44 tahun, Al-Biruni mendampingi Sultan Mahmud dari dinasti Ghaznawiyah untuk melakukan ekspedisi ke anak benua India. Di sinilah ilmuwan itu juga mulai melakukan studi lapangan mengenai masyarakat dan kebudayaan India. Lantaran dianugerahi otak yang jenius, Al-Biruni berhasil menguasai bahasa Sansekerta dan bahasa liturgi Hindu. Kemampuan inilah yang membuka khasanah pengetahuannya. Sebab dia dapat mempelajari budaya India langsung dari literatur-literatur aslinya.
Hasilnya lalu diejawantahkan dalam kitab Fii Tahqiq maa li’l Hind min Ma’qulatin fil ‘Aql aw Mardhula atau akrab disebut buku Al-Hind. Adapun, kitab tersebut menurut laman Britannica membahas mengenai kajian terhadap masyarakat India yang kelak juga berpengaruh terhadap ilmu indologi.
Tarikh Al-Hind lebih dari sekadar memberitahu pembaca tentang sejarah India kuno dan segala problematikanya. Alih-alih, kitab tersebut merupakan jendela untuk mengetahui falsafah India, geografi, dan kebudayaannya atau yang kita kenal sekarang sebagai ilmu antropologi.
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.