Ayah Zaman Now Ternyata Lebih Dekat dengan Anak, Ini Efek Positifnya
15 July 2021 |
13:04 WIB
Lain dulu, lain sekarang. Mungkin itulah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan bagaimana peran orang tua di masa kini. Seiring berkembangnya zaman dan menjamurnya penelitian di bidang parenting, berkembang pula pengetahuan mums and dads terkait hal ini.
Salah satunya mengenai peran ayah dalam pola asuh si Kecil. Berbeda dengan generasi baby boomers atau generasi X, peran ayah generasi Y dan Z dalam mengasuh buah hati ternyata jauh lebih tinggi.
Psikolog dari Tiga Generasi Ayoe Sutomo mengatakan bahwa dahulu peran ayah dan ibu dalam parenting masih terkotak-kotak karena adanya konsep gender stereotype dan gender role expectation yang berlaku di dalam masyarakat.
Namun saat ini banyak pasangan yang sudah menerapkan konsep nontraditional marriage atau pernikahan nontradisional. Mereka sudah jauh lebih terbuka terhadap nilai-nilai baru dan lebih setara dalam pembagian peran berumah tangga.
“Jadi, konsep berpikir pasangan muda zaman sekarang sudah sangat maju dan modern,” ujarnya.
Realita tersebut didukung oleh survei dari Teman Bumil bersama Populix kepada 1.061 ibu di Indonesia. Sebanyak 75% ayah ikut andil mendiskusikan pola asuh yang akan diterapkan kepada anak bersama ibu, 64% membantu menyiapkan seluruh kebutuhan ibu dan anak, 61% mau berbagi jadwal untuk merawat anak, dan 55% sukarela membantu merawat anak ketika sedang sakit.
Bahkan, perhatian ayah masa kini sudah ditunjukkan sejak sang Istri masih mengandung. Dari 452 partisipan ibu hamil yang mengikuti survei, 84% mengaku selalu ditemani oleh suami saat kontrol kehamilan dan 57% menyebutkan bahwa mereka selalu aktif bertanya ke dokter kandungan mengenai kondisi kehamilan pasangannya.
Terkait pola asuh anak dari ibu dan ayah, keduanya memang memiliki ciri khasnya masing-masing. Menurut Ayu, ayah akan lebih menyentuh ranah stimulasi terkait bermain dan aktivitas yang melibatkan gerak.
Sementara itu, jika dilihat dari aspek emosi, ayah cenderung lebih tegas, lebih berani mengambil tantangan, dan lebih berani untuk mengeksplorasi sesuatu.
Kalau kaitannya dengan sosial itu terbiasa untuk memecahkan konflik, sehingga membuat anak lebih percaya diri pada saat terjun ke dunia sosial atau saat bermain bersama teman-temannya.
Sebuah riset juga mengatakan bahwa ketika anak cukup dekat dengan ayahnya, kemungkinan untuk tidak mudah mendapatkan pengaruh buruk dari lingkungan menjadi lebih besar.
Makin ayah terlibat dalam pola asuh anak akan makin baik. Dari keseluruhan ranah aspek perkembangan anak, mulai dari fisik, sosial, spiritual, intelektual, emosi, hingga kognitif, harapannya ada keterlibatan dari sang Ayah. Jadi, anak mendapatkan pembelajaran atau nilai-nilai dari ibu, begitupun dari ayahnya.
Lantas berapa lama waktu untuk ayah bisa lebih dekat dengan anak? Meski kemungkinan besar para ayah akan menghabiskan waktu untuk bekerja, bukan berarti bonding tidak bisa tercipta dengan si buah hati mereka. Kuncinya bukan pada berapa lama waktu yang harus dihabiskan bersama, melainkan pada kualitasnya.
Beberapa riset menyebutkan, sebetulnya 20-30 menit menghabiskan waktu bersama cukup, hanya saja dilakukan secara konsisten dan fokus.
“Artinya, memang 30 menit mendampingi secara penuh, tidak disambi dengan aktivitas-aktivitas yang lain, sehingga anak mendapatkan koneksi emosi yang penuh dengan orang tua di saat itu dan dilakukan secara rutin setiap hari,” ungkap Ayoe.
Harapannya, itu bisa cukup membangun relasi komunikasi yang baik. Orang tua juga bisa memantau perkembangan anak dan hal-hal yang sedang disukai anak.
Menariknya, kebutuhan untuk memiliki waktu bersama anak sepertinya sudah amat tinggi di kalangan ayah masa kini. Dari 1.061 partisipan yang mengikuti survei tersebut, 83% ayah ternyata meluangkan waktu untuk bermain bersama anak setiap hari. Dengan demikian, peran antar ibu dan ayah akan seimbang, sehingga mampu mengoptimalkan potensi anak.
Editor: Fajar Sidik
Salah satunya mengenai peran ayah dalam pola asuh si Kecil. Berbeda dengan generasi baby boomers atau generasi X, peran ayah generasi Y dan Z dalam mengasuh buah hati ternyata jauh lebih tinggi.
Psikolog dari Tiga Generasi Ayoe Sutomo mengatakan bahwa dahulu peran ayah dan ibu dalam parenting masih terkotak-kotak karena adanya konsep gender stereotype dan gender role expectation yang berlaku di dalam masyarakat.
Namun saat ini banyak pasangan yang sudah menerapkan konsep nontraditional marriage atau pernikahan nontradisional. Mereka sudah jauh lebih terbuka terhadap nilai-nilai baru dan lebih setara dalam pembagian peran berumah tangga.
“Jadi, konsep berpikir pasangan muda zaman sekarang sudah sangat maju dan modern,” ujarnya.
Realita tersebut didukung oleh survei dari Teman Bumil bersama Populix kepada 1.061 ibu di Indonesia. Sebanyak 75% ayah ikut andil mendiskusikan pola asuh yang akan diterapkan kepada anak bersama ibu, 64% membantu menyiapkan seluruh kebutuhan ibu dan anak, 61% mau berbagi jadwal untuk merawat anak, dan 55% sukarela membantu merawat anak ketika sedang sakit.
ilustrasi ayah merawat anak (dok.pexel)
Bahkan, perhatian ayah masa kini sudah ditunjukkan sejak sang Istri masih mengandung. Dari 452 partisipan ibu hamil yang mengikuti survei, 84% mengaku selalu ditemani oleh suami saat kontrol kehamilan dan 57% menyebutkan bahwa mereka selalu aktif bertanya ke dokter kandungan mengenai kondisi kehamilan pasangannya.
Terkait pola asuh anak dari ibu dan ayah, keduanya memang memiliki ciri khasnya masing-masing. Menurut Ayu, ayah akan lebih menyentuh ranah stimulasi terkait bermain dan aktivitas yang melibatkan gerak.
Sementara itu, jika dilihat dari aspek emosi, ayah cenderung lebih tegas, lebih berani mengambil tantangan, dan lebih berani untuk mengeksplorasi sesuatu.
Kalau kaitannya dengan sosial itu terbiasa untuk memecahkan konflik, sehingga membuat anak lebih percaya diri pada saat terjun ke dunia sosial atau saat bermain bersama teman-temannya.
Sebuah riset juga mengatakan bahwa ketika anak cukup dekat dengan ayahnya, kemungkinan untuk tidak mudah mendapatkan pengaruh buruk dari lingkungan menjadi lebih besar.
Makin ayah terlibat dalam pola asuh anak akan makin baik. Dari keseluruhan ranah aspek perkembangan anak, mulai dari fisik, sosial, spiritual, intelektual, emosi, hingga kognitif, harapannya ada keterlibatan dari sang Ayah. Jadi, anak mendapatkan pembelajaran atau nilai-nilai dari ibu, begitupun dari ayahnya.
Lantas berapa lama waktu untuk ayah bisa lebih dekat dengan anak? Meski kemungkinan besar para ayah akan menghabiskan waktu untuk bekerja, bukan berarti bonding tidak bisa tercipta dengan si buah hati mereka. Kuncinya bukan pada berapa lama waktu yang harus dihabiskan bersama, melainkan pada kualitasnya.
Beberapa riset menyebutkan, sebetulnya 20-30 menit menghabiskan waktu bersama cukup, hanya saja dilakukan secara konsisten dan fokus.
“Artinya, memang 30 menit mendampingi secara penuh, tidak disambi dengan aktivitas-aktivitas yang lain, sehingga anak mendapatkan koneksi emosi yang penuh dengan orang tua di saat itu dan dilakukan secara rutin setiap hari,” ungkap Ayoe.
Harapannya, itu bisa cukup membangun relasi komunikasi yang baik. Orang tua juga bisa memantau perkembangan anak dan hal-hal yang sedang disukai anak.
Menariknya, kebutuhan untuk memiliki waktu bersama anak sepertinya sudah amat tinggi di kalangan ayah masa kini. Dari 1.061 partisipan yang mengikuti survei tersebut, 83% ayah ternyata meluangkan waktu untuk bermain bersama anak setiap hari. Dengan demikian, peran antar ibu dan ayah akan seimbang, sehingga mampu mengoptimalkan potensi anak.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.