Yuk Kenali Sejarah Hari Kebahagiaan Internasional
20 March 2023 |
14:55 WIB
1
Like
Like
Like
Setiap 20 Maret, dunia merayakan sebuah hari bernama Hari Kebahagiaan Internasional atau International Day of Happiness. Ditetapkan pada 2013 silam oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), perayaan ini adalah sebagai sebuah cara mengakui pentingnya kebahagiaan dalam kehidupan orang di seluruh dunia.
Berdasarkan laman un.org, PBB menuliskan bahwa kebahagiaan adalah tujuan dasar manusia. Majelis Umum PBB mengakui tujuan ini dan menyerukan pendekatan yang lebih inklusif, adil, dan seimbang. “Untuk pertumbuhan ekonomi yang mempromosikan kebahagiaan dan kesejahteraan semua orang,” demikian tertulis.
Baca juga: 5 Cara Menemukan Kebahagiaan Kala Pandemi
Pada 2015 silam atau dua tahun setelah ditetapkan, perserikatan meluncurkan 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Di dalamnya terdapat berbagai upaya mengakhiri kemiskinan, mengurangi ketidaksetaraan, dan melindungi planet dari tiga aspek utama yang mengarah kepada kesejahteraan dan kebahagiaan.
Hari Kebahagiaan Internasional diproklamirkan melalui resolusi 66/281 yang diprakarsai oleh Bhutan. Negara ini mengakui nilai kebahagiaan atas pendapatan nasional sejak awal 1970an dan terkenal mengadopsi tujuan Gross National Happiness atas Gross National Product.
Dikutip dari laman British Council, ide untuk mengadakan Hari Kebahagiaan Internasional berawal pada 1972. Pada saat itu, Raja Bhutan Jigme Singy Wangchuck, mengatakan bahwa pemerintah harus mengukur kemajuan suatu negara dengan kebahagiaannya dan bukan hanya seberapa banyak produksi atau uang yang dihasilkan.
Sang raja menyebutkan dengan Kebahagiaan Nasional Bruto (Gross National Happines/GNH). Negara itu mengembangkan sistem untuk mengukur kebahagiaan berdasarkan sejumlah faktor, seperti kesehatan psikologis orang, kesehatan umum.
Kemudian, cara masyarakat menghabiskan waktu, tempat tinggal, pendidikan, dan lingkungan. Orang – orang di Bhutan menjawab sekitar 300 pertanyaan. Jawabannya dibandingkan setiap tahun untuk mengukur kemajuannya.
Pemerintah menggunakan hasil dan ide di balik GNH untuk membuat keputusan bagi negara. Tempat lain menggunakan versi yang lebih pendek dan serupa dari jenis laporan ini, misalnya kota Victoria di Kanada dan Seattle di Amerika Serikat.
Pada 2011 atau berpuluh-puluh tahun kemudian, seorang penasihat PBB bernama Jayme Illien memberikan usulan tentang hari internasional untuk meningkatkan kebahagiaan. Ban Ki-moon yang menjadi sekretaris jenderal PBB pada 2012 menerima idenya.
Jayme adalah seorang pria yang lahir di Kalkuta, India. Dia menjadi yatim piatu saat masih kecil dan diadopsi oleh perawat Amerik Serikat bernama Anna Belle Illien. Sang pria diadopsi ketika Anna tengah berkeliling dunia membantu anak yatim piatu.
Dia melihat banyak anak-anak sepertiri diri sendiri. Namun, mereka lebih tidak berutung karena sering melarikan diri dari perang atau sangat miskin. Jayme tidak ingin berdiam diri, sehingga bekerja di sektor hak anak dan hak asasi manusia.
Pada saat ini, PBB mengukur dan membandingkan kebahagiaan berbagai negara dalam World Happiness Report atau Laporan Kebahagiaan Dunia. Kebahagiaan didasarkan pada kesejahteraan sosial, ekonomi dan lingkungan.
Perserikatan juga menetapkan tujuan yang harus dicapai oleh negara-negara untuk meningkatkan kebahagiaan karena kebahagiaan adalah hak asasi manusia. Kebahagiaan seharusnya bukan sesuatu yang dimiliki orang karena beruntung tinggal di tempat yang memiliki kebutuhan dasar seperti kedamaian, pendidikan, dan akses ke perawatan kesehatan.
Data World Happines Report 2023 menunjukkan Finlandia menduduki peringkat pertama dengan nilai 7.804. Sementara itu, Denmark, Islandia, Israel, dan Belanda masing-masing berada di posisi dua, tiga, empat, dan lima.
Adapun di posisi keenam, ketujuh, kedelapan, kesembilan, dan kesepuluh ditempati oleh Swedia, Norwegia, Swiss, Luksemburg, dan Selandia Baru. Di posisi paling bawah terdapat Afghanistan, Lebanon, dan sebagainya. Sementara itu, Indonesia menempati posisi ke-84.
Baca juga: Apa itu Cherophobia? Ketika Rasa Bahagia Justru Menakutkan
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Berdasarkan laman un.org, PBB menuliskan bahwa kebahagiaan adalah tujuan dasar manusia. Majelis Umum PBB mengakui tujuan ini dan menyerukan pendekatan yang lebih inklusif, adil, dan seimbang. “Untuk pertumbuhan ekonomi yang mempromosikan kebahagiaan dan kesejahteraan semua orang,” demikian tertulis.
Baca juga: 5 Cara Menemukan Kebahagiaan Kala Pandemi
Pada 2015 silam atau dua tahun setelah ditetapkan, perserikatan meluncurkan 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Di dalamnya terdapat berbagai upaya mengakhiri kemiskinan, mengurangi ketidaksetaraan, dan melindungi planet dari tiga aspek utama yang mengarah kepada kesejahteraan dan kebahagiaan.
Hari Kebahagiaan Internasional diproklamirkan melalui resolusi 66/281 yang diprakarsai oleh Bhutan. Negara ini mengakui nilai kebahagiaan atas pendapatan nasional sejak awal 1970an dan terkenal mengadopsi tujuan Gross National Happiness atas Gross National Product.
Dikutip dari laman British Council, ide untuk mengadakan Hari Kebahagiaan Internasional berawal pada 1972. Pada saat itu, Raja Bhutan Jigme Singy Wangchuck, mengatakan bahwa pemerintah harus mengukur kemajuan suatu negara dengan kebahagiaannya dan bukan hanya seberapa banyak produksi atau uang yang dihasilkan.
Sang raja menyebutkan dengan Kebahagiaan Nasional Bruto (Gross National Happines/GNH). Negara itu mengembangkan sistem untuk mengukur kebahagiaan berdasarkan sejumlah faktor, seperti kesehatan psikologis orang, kesehatan umum.
Kemudian, cara masyarakat menghabiskan waktu, tempat tinggal, pendidikan, dan lingkungan. Orang – orang di Bhutan menjawab sekitar 300 pertanyaan. Jawabannya dibandingkan setiap tahun untuk mengukur kemajuannya.
Pemerintah menggunakan hasil dan ide di balik GNH untuk membuat keputusan bagi negara. Tempat lain menggunakan versi yang lebih pendek dan serupa dari jenis laporan ini, misalnya kota Victoria di Kanada dan Seattle di Amerika Serikat.
Pada 2011 atau berpuluh-puluh tahun kemudian, seorang penasihat PBB bernama Jayme Illien memberikan usulan tentang hari internasional untuk meningkatkan kebahagiaan. Ban Ki-moon yang menjadi sekretaris jenderal PBB pada 2012 menerima idenya.
Jayme adalah seorang pria yang lahir di Kalkuta, India. Dia menjadi yatim piatu saat masih kecil dan diadopsi oleh perawat Amerik Serikat bernama Anna Belle Illien. Sang pria diadopsi ketika Anna tengah berkeliling dunia membantu anak yatim piatu.
Dia melihat banyak anak-anak sepertiri diri sendiri. Namun, mereka lebih tidak berutung karena sering melarikan diri dari perang atau sangat miskin. Jayme tidak ingin berdiam diri, sehingga bekerja di sektor hak anak dan hak asasi manusia.
Pada saat ini, PBB mengukur dan membandingkan kebahagiaan berbagai negara dalam World Happiness Report atau Laporan Kebahagiaan Dunia. Kebahagiaan didasarkan pada kesejahteraan sosial, ekonomi dan lingkungan.
Perserikatan juga menetapkan tujuan yang harus dicapai oleh negara-negara untuk meningkatkan kebahagiaan karena kebahagiaan adalah hak asasi manusia. Kebahagiaan seharusnya bukan sesuatu yang dimiliki orang karena beruntung tinggal di tempat yang memiliki kebutuhan dasar seperti kedamaian, pendidikan, dan akses ke perawatan kesehatan.
Data World Happines Report 2023 menunjukkan Finlandia menduduki peringkat pertama dengan nilai 7.804. Sementara itu, Denmark, Islandia, Israel, dan Belanda masing-masing berada di posisi dua, tiga, empat, dan lima.
Adapun di posisi keenam, ketujuh, kedelapan, kesembilan, dan kesepuluh ditempati oleh Swedia, Norwegia, Swiss, Luksemburg, dan Selandia Baru. Di posisi paling bawah terdapat Afghanistan, Lebanon, dan sebagainya. Sementara itu, Indonesia menempati posisi ke-84.
Baca juga: Apa itu Cherophobia? Ketika Rasa Bahagia Justru Menakutkan
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.