Tradisi Ziarah Kubur Jelang Ramadan, Begini Pandangan Islam
20 March 2023 |
09:40 WIB
Menjelang Ramadan, banyak tradisi yang dilakukan masyarakat muslim terutama di Indonesia. Selain sowan ke orang tua atau sanak saudara untuk saling meminta maaf menyongsong bulan suci, berbondong-bondong orang turut menjalani ziarah kubur.
Sebagian mengistilahkan tradisi ini sebagai arwahan, nyekar, kosar, atau munggahan. Istilah tersebut mengacu pada kegiatan mengunjungi makam orang tua, keluarga, kerabat, leluhur, hingga para wali dengan mendoakan arwah mereka sebelum menjalani ibadah puasa Ramadan.
Baca juga: Serba-Serbi Ramadan, Ini Asal Usul Istilah Ngabuburit
Tradisi ziarah kubur dianggap menjadi kewajiban bagi sebagian umat Islam. Namun, ada pula yang menganggap hal tersebut tidak perlu dilakukan.
Menilik sejarahnya, Rasulullah SAW pernah melarang umat Islam berziarah kubur pada masa awal agama ini berdiri. Mengutip Jabar NU, hal tersebut dilakukan karena kondisi keimanan mereka pada waktu itu masih lemah.
Kondisi sosiologis masyarakat Arab pun masih didominasi kemusyrikan dan kepercayaan pada dewa dan sesembahan. Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW kala itu khawatir akan terjadi kesalahpahaman ketika mereka megunjungi kubur baik dalam berperilaku maupun berdoa.
Kendati demikian, seiring berjalannya waktu, Rasulullah SAW memperbolehkan dilakukannya ziarah kubur mengingat keimanan umat muslim yang mulai kuat. Hal ini tergambar dalam Sunan Turmudzi No. 973. Dari Hadits Buraidah dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Saya pernah melarang berziarah kubur. Tapi sekarang Muhammad telah diberi izin untuk berziarah ke makam ibunya. Maka sekarang berziarahlah..! karena hal itu dapat mengingatkan kamu kepada akhirat,” tulis pandangan Islam mengenai ziarah kubur dikutip dari Jabar NU, Senin (20/3/2023).
Pernyataan ini menjadi hukum dasar dibolehkannya ziarah kubur dengan illat (alasan) ‘tazdkiratul akhirah’ yaitu mengingatkan kita kepada akhirat. Sementara itu, dasar para ustadz dan jemaah mementingkan diri berziarah ke makam para wali ketika usai penutupan ‘tawaqqufan’ kegiatan majlis ta’lim tergambar pada pendapat Ibnu Hajar al-Haytami dalam kitab ‘al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra’.
Baca juga: 10 Tradisi Unik Sambut Ramadan di Indonesia, Ada Malamang hingga Nyadran
Dikatakan bahwa berziarah ke makam para wali adalah ibadah yang disunnahkan. Demikian pula perjalanan ke makam mereka. Adapun Syaikh Nawawi al-Bantani dalam keterangannya di Nihayatuz Zain juga menyatakan ziarah kubur adalah sunah.
“Disunnahkan untuk berziarah kubur, barang siapa yang menziarahi makam kedua orang tuanya atau salah satunya setiap hari jum’at, maka Allah mengampuni dosa-dosanya dan dia dicatat sebagai anak yang taat dan berbakti kepada kedua orang tuanya,” demikian bunyinya.
Pernyataan Syaikh Nawawi dalam Nihayuatuz Zain juga terdapat dalam beberapa kitab lain. Seperti yang terdapat dalam al-Mu’jam al-Kabir lit Tabhrani juz 19:
“Rasulullah SAW bersabda ‘barang siapa berziarah ke makam kedua orang tuanya atau salah satunya setiap hari jum’at maka Allah mengampuni dosa-dosanya dan dia dicatat sebagai anak yang ta’at dan berbakti kepada kedua orang tuanya’,” tulis pernyataan di kitab tersebut.
Hukum dari ziarah kubur juga termaktub dalam Kitab Al-maudhu’at berdasar pada hadits Ibn Umar ra. Rasulullah kala itu bersabda bahwa berziarah ke salah satu makam keluarganya, maka pahalanya sebesar haji mabrur. Dan barang siapa yang istiqamah berziarah kubur sampai datang ajalnya maka para malaikat akan selalu menziarahi kuburannya.
Kendati demikian, muslimah tidak diwajibkan untuk menjalani ziara kubur mengingat lemahnya perasaan kaum hawa. Menziarahi kubur keluarga bagi seorang muslimah hukumnya adalah makruh.
Pasalnya, kelemahan itu akan mempermudah perempuan resah, gelisah, susah hingga menangis di kuburan. Sedangkan ziarah seorang muslimah ke makam Rasulullah SAW, para wali dan orang-orang shaleh adalah sunnah.
Bagaimana Genhype, apakah kamu sudah ziarah kubur jelang Ramadan tahun ini?
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Sebagian mengistilahkan tradisi ini sebagai arwahan, nyekar, kosar, atau munggahan. Istilah tersebut mengacu pada kegiatan mengunjungi makam orang tua, keluarga, kerabat, leluhur, hingga para wali dengan mendoakan arwah mereka sebelum menjalani ibadah puasa Ramadan.
Baca juga: Serba-Serbi Ramadan, Ini Asal Usul Istilah Ngabuburit
Tradisi ziarah kubur dianggap menjadi kewajiban bagi sebagian umat Islam. Namun, ada pula yang menganggap hal tersebut tidak perlu dilakukan.
Menilik sejarahnya, Rasulullah SAW pernah melarang umat Islam berziarah kubur pada masa awal agama ini berdiri. Mengutip Jabar NU, hal tersebut dilakukan karena kondisi keimanan mereka pada waktu itu masih lemah.
Kondisi sosiologis masyarakat Arab pun masih didominasi kemusyrikan dan kepercayaan pada dewa dan sesembahan. Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW kala itu khawatir akan terjadi kesalahpahaman ketika mereka megunjungi kubur baik dalam berperilaku maupun berdoa.
Kendati demikian, seiring berjalannya waktu, Rasulullah SAW memperbolehkan dilakukannya ziarah kubur mengingat keimanan umat muslim yang mulai kuat. Hal ini tergambar dalam Sunan Turmudzi No. 973. Dari Hadits Buraidah dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Saya pernah melarang berziarah kubur. Tapi sekarang Muhammad telah diberi izin untuk berziarah ke makam ibunya. Maka sekarang berziarahlah..! karena hal itu dapat mengingatkan kamu kepada akhirat,” tulis pandangan Islam mengenai ziarah kubur dikutip dari Jabar NU, Senin (20/3/2023).
Pernyataan ini menjadi hukum dasar dibolehkannya ziarah kubur dengan illat (alasan) ‘tazdkiratul akhirah’ yaitu mengingatkan kita kepada akhirat. Sementara itu, dasar para ustadz dan jemaah mementingkan diri berziarah ke makam para wali ketika usai penutupan ‘tawaqqufan’ kegiatan majlis ta’lim tergambar pada pendapat Ibnu Hajar al-Haytami dalam kitab ‘al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra’.
Baca juga: 10 Tradisi Unik Sambut Ramadan di Indonesia, Ada Malamang hingga Nyadran
Dikatakan bahwa berziarah ke makam para wali adalah ibadah yang disunnahkan. Demikian pula perjalanan ke makam mereka. Adapun Syaikh Nawawi al-Bantani dalam keterangannya di Nihayatuz Zain juga menyatakan ziarah kubur adalah sunah.
“Disunnahkan untuk berziarah kubur, barang siapa yang menziarahi makam kedua orang tuanya atau salah satunya setiap hari jum’at, maka Allah mengampuni dosa-dosanya dan dia dicatat sebagai anak yang taat dan berbakti kepada kedua orang tuanya,” demikian bunyinya.
Pernyataan Syaikh Nawawi dalam Nihayuatuz Zain juga terdapat dalam beberapa kitab lain. Seperti yang terdapat dalam al-Mu’jam al-Kabir lit Tabhrani juz 19:
“Rasulullah SAW bersabda ‘barang siapa berziarah ke makam kedua orang tuanya atau salah satunya setiap hari jum’at maka Allah mengampuni dosa-dosanya dan dia dicatat sebagai anak yang ta’at dan berbakti kepada kedua orang tuanya’,” tulis pernyataan di kitab tersebut.
Hukum dari ziarah kubur juga termaktub dalam Kitab Al-maudhu’at berdasar pada hadits Ibn Umar ra. Rasulullah kala itu bersabda bahwa berziarah ke salah satu makam keluarganya, maka pahalanya sebesar haji mabrur. Dan barang siapa yang istiqamah berziarah kubur sampai datang ajalnya maka para malaikat akan selalu menziarahi kuburannya.
Kendati demikian, muslimah tidak diwajibkan untuk menjalani ziara kubur mengingat lemahnya perasaan kaum hawa. Menziarahi kubur keluarga bagi seorang muslimah hukumnya adalah makruh.
Pasalnya, kelemahan itu akan mempermudah perempuan resah, gelisah, susah hingga menangis di kuburan. Sedangkan ziarah seorang muslimah ke makam Rasulullah SAW, para wali dan orang-orang shaleh adalah sunnah.
Bagaimana Genhype, apakah kamu sudah ziarah kubur jelang Ramadan tahun ini?
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.