No Koes: Sebuah Kisah Legendaris dalam Industri Musik Indonesia
16 March 2023 |
14:02 WIB
1
Like
Like
Like
Dunia seni Tanah Air tampaknya sedang ramai dihampiri kabar duka. Koesnomo Koeswoyo (Nomo) yang dikenal sebagai personel band Koes Bersaudara meninggal dunia. Nomo dikabarkan meninggal dunia di Magelang pada Rabu, 15 Maret 2023 sekitar pukul 19.30 WIB di kediamannya di Magelang, Jawa Tengah.
Nomo memang terkenal sebagai drummer band Koes Bersaudara yang dia gawangi bersama saudaranya sejak 1958, yaitu Jon Koeswoyo pada bass, Tonny Koeswoyo pada gitar, Nomo Koeswoyo pada drum, Yon Koeswoyo pada vokal, dan Yok Koeswoyo pada vokal.
Grup ini pun meraih kesuksesan dalam percaturan tangga musik Nasional pada 1970-an. Menghasilkan cukup banyak album dari berbagai jenis aliran musik seperti pop Indonesia, pop melayu, pop Natal, pop Jawa, dan pop keroncong.
Selama bermusik dengan Koes Bersaudara, Nomo juga sibuk berbisnis, seperti jual beli mobil dan usaha lainnya. Dengan demikian, Nomo justru makin menonjol sebagai pengusaha yang meraih sejumlah kesuksesan.
Hal ini membuat gerah sang abang, Koestono Koeswoyo (Tonny), yang mengharapkan dia totalitas dalam bermusik. Akhirnya Nomo keluar dari band Koes Bersaudara pada 1969. Keputusan tegas Tonny mengeluarkan Nomo ini menimbulkan protes keras Yok yang memutuskan ikut keluar dari band.
Keluarnya Nomo juga mengakhiri perjalanan Koes Bersaudara yang akhirnya bermetamorfosis menjadi Koes Plus. Meski begitu, Koes Bersaudara adalah cikal bakal lahirnya dua grup legendaris di Indonesia.
"Main musik ya main musik, tetapi jangan main musik tok. Cari usaha bisnis lain. Akhirnya hidup ini tidak dapat ditunjang oleh musik saja", kata Nomo yang dikutip dari TEMPO 29 April 1972.
Bukan hanya karena Nomo lebih menyukai dunia bisnis-apalagi bisnis jual beli mobilnya yang sedang naik daun-juga dikarenakan dia telah terlebih dahulu menikah, sehingga membutuhkan keuangan lebih untuk menafkahi keluarganya. Apalagi kala itu banyak band-band populer seperti D’Lloyd, Panbers, The Mercy’s, Bimbo, The Favourite’s dan lainnya.
Tak mau pusing, Tonny mengisi peran Nomo dengan Kasmuri (Murry) sebagai penabuh drum, dan Toto A.R. memegang bass. Nama band pun berubah menjadi Koes Plus, yang artinya keluarga Koes plus yang lainnya. Di sinilah perjalanan mereka berlain arah.
Memasuki tahun 1970-an, Koes Plus yang digawangi kakak dan adik Koeswoyo lain serta Murry yang bukan dari keluarga Koeswoyo tengah berada di tengah kesuksesan. Banyak sekali lagu lagu Koes Plus yang menjadi hits saat itu. Sedang Nomo masih asyik berbisnis dan vakum dari dunia hiburan.
Nomo akhirnya kembali tertarik ke panggung musik yang pernah membesarkan namanya, dan mendirikan PT Yukawi Corporation serta menjadi Direktur Operasi perusahaan rekaman besar PT Yukawi Indo Musik. Perlu diketahui, perusahaan ini kemudian menjadi saingan kuat PT Remaco, perusahaan rekaman besar Koes Plus yang kala itu sudah menjadi raja pop Indonesia.
Perusahaan rekaman Yukawi Indomusik juga menjadi saksi tangan dingin Nomo. Sejumlah artis sukses di label rekaman itu, seperti Franky Sahilatua, Enny Haryono, Usman Besaudara, dan Kembar Grup (Alex dan Jacob). Nomo juga berpengaruh pada awal kariernya Rhoma Irama saat mencetak hits andalannya Begadang. Pada 1983, PT Yukawi Indomusic dibeli oleh Rhoma Irama dan diubah namanya menjadi Soneta Record dan menjadi studio khusus untuk dia dan Soneta Group.
Keretakan hubungan Tonny dan Nomo akibat diganti dengan Murry dan menjadi Koes Plus, makin melebar dengan berdirinya No Koes pada 1973. Formasi awal dari kelompok ini adalah Bambang Karsono (gitar melodi), Pompi Suradimansyah (keyboard), Usman Bersaudara (gitar pengiring), said (bass), Sofyan (drum) dan Nomo sendiri yang merangkap sebagai leader, arranger, pencipta lagu dan pemain gitar akustik.
Nomo tidak asal pilih dalam formasi grup No Koes ini. "No Koes adalah adonan musik dengan gaya Koes Bersaudara dulu kala. Tidak persis sama sekali memang, namun tidak menyimpang terlalu jauh. Terutama warna musik yang alamiah dan karakter musik yang sederhana tetap dipertahankannya. Dengan pembaharuan nilai seni tentu saja", dikutip dari siaran pers dari No Koes (Majalah Tempo).
Berambisi untuk bersaing ketat dengan saudaranya, Nomo bisa dibilang nyeleneh dan penuh ide unik. Nomo seolah sadar, pesaingnya adalah band raksasa yang memiliki mega hits bukan main banyaknya. Selain merekrut musisi andal yang memiliki skill dan punya warna untuk memperkuat No Koes, juga melakukan perang urat syaraf yang ditujukan kepada Tony dan Koes Plus.
Misalnya setelah Koes Plus merilis hits Kapan Kapan dari album Koes Plus Volume 10 (1973), Nomo Koeswoyo bersama No Koes merilis hits Sok Tahu. Dikutip dari berbagai sumber, lagu Kapan Kapan merupakan sindiran untuk Nomo usai berpisah dari Koes Plus.
Uniknya, album pertama dengan single yang sama Sok Tahu seolah menjadi balasan sindiran untuk kakaknya. Album pertama No Koes ini lantas booming di pasaran. Sehingga lagu Sok Tahu juga makin populer, apalagi dengan nama band yang yang menimbulkan multitafsir bahwa ada persaingan antara Koes Plus dan No Koes.
Kemudian, album Koes Plus volume 12 beredar dengan hit Cinta Buta, No Koes kembali menyindir dengan membuat lagu yang berlirik kontra dengan lagu tersebut, berjudul Siapa Bilang yang memiliki lirik pop rock.
Sudah tentu persaingan dan sindiran kreatif ini menjadi “makanan” media kala itu. No Koes pun menjadi populer.
Cara nyeleneh Nomo lainnya juga menarik seperti waktu pertama kali memperkenalkan No Koes di depan media, dia tidak menampilkan wajah personelnya, sehingga menimbulkan banyak pertanyaan bagi wartawan dan masyarakat.
Baca juga: Profil Nomo Koeswoyo, Musikus Legendaris Koes Bersaudara yang Wafat di Usia 85 Tahun
Apalagi dengan jumpa pers saat merilis album Sok Tahu dengan nama band No Koes yang tentunya membuat media berpikiran band ini anti Koes Plus. Sensasi lain adalah Nomo pernah membuat nama band Patas Tanpa Murry. Uniknya sekarang anak bungsunya malah menikah dengan anak Murry.
Dalam perjalanan kariernya, No Koes menghasilkan cukup banyak album dengan berbagai aliran seperti pop, dangdut, melayu, jawa, keroncong, dan lainnya. Album-albumnya antara lain berjudul Sok Tahu, Dicari, Permisi Numpang Lewat, Rindu, Hidup Ini Sementara, Remaja & Cinta, Bermain & Berhitung (Pop Anak-anak), Kulo Nuwun (pop Jawa), Gondal Gandul (pop Jawa), Tergoda Asmara, Bebas, Penuh Misteri (Pop Melayu), dan lainnya.
Seolah balas-balasan perasaan, single Rindu dari No Koes Pop Indonesia Vol 4 tersampaikan dengan reuni dengan Koes Bersaudara dengan album Kembali pada 1977.
Setelah hampir 10 tahun Nomo Koeswoyo meninggakan grup tersebut, Kembali menjadi album keempat dan pertemuan kembali Koes Bersaudara ini. Album ini dirilis pada bulan Januari 1977 di bawah label Remaco dengan formasi saat itu adalah Tonny Koeswoyo (kibor, gitar & vokal), Yon Koeswoyo (gitar & vokal), Yok Koeswoyo (gitar bass, & vokal), dan Nomo Koeswoyo (drum & vokal).
Kebersamaan itu tak berakhir meski Tonny meninggal pada 27 Maret 1987 karena penyakit kanker usus. Mereka juga kerap manggung di stasiun televisi hingga tahun 2000-an.
Baca juga: 70 Tahun Berkarya, Ini Cerita di Balik Hits Legendaris Titiek Puspa
Group No Koes sempat menghilang pada tahun 1980-an. Meski cukup singkat, Popularitas No Koes mampu menyaingi kepopuleran Koes Plus yang diawaki oleh saudara-saudara kandungnya ataupun kelompok-kelompok musik lainnya pada periode awal tahun 1970an.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: M.R. Purboyo
Nomo memang terkenal sebagai drummer band Koes Bersaudara yang dia gawangi bersama saudaranya sejak 1958, yaitu Jon Koeswoyo pada bass, Tonny Koeswoyo pada gitar, Nomo Koeswoyo pada drum, Yon Koeswoyo pada vokal, dan Yok Koeswoyo pada vokal.
Grup ini pun meraih kesuksesan dalam percaturan tangga musik Nasional pada 1970-an. Menghasilkan cukup banyak album dari berbagai jenis aliran musik seperti pop Indonesia, pop melayu, pop Natal, pop Jawa, dan pop keroncong.
Selama bermusik dengan Koes Bersaudara, Nomo juga sibuk berbisnis, seperti jual beli mobil dan usaha lainnya. Dengan demikian, Nomo justru makin menonjol sebagai pengusaha yang meraih sejumlah kesuksesan.
Hal ini membuat gerah sang abang, Koestono Koeswoyo (Tonny), yang mengharapkan dia totalitas dalam bermusik. Akhirnya Nomo keluar dari band Koes Bersaudara pada 1969. Keputusan tegas Tonny mengeluarkan Nomo ini menimbulkan protes keras Yok yang memutuskan ikut keluar dari band.
Keluarnya Nomo juga mengakhiri perjalanan Koes Bersaudara yang akhirnya bermetamorfosis menjadi Koes Plus. Meski begitu, Koes Bersaudara adalah cikal bakal lahirnya dua grup legendaris di Indonesia.
Kelahiran No Koes, Sindiran Lewat Lagu
Kehadiran dan perjalanan karier Nomo dalam kelompok musik No Koes bagaikan cerita drama. Cerita dimulai dari awal perselisihan antara Nomo dan abangnya Tonny yang terjadi pada 1968, ketika Nomo meminta Tonny untuk tidak hanya mengandalkan pendapatan hanya dari musik."Main musik ya main musik, tetapi jangan main musik tok. Cari usaha bisnis lain. Akhirnya hidup ini tidak dapat ditunjang oleh musik saja", kata Nomo yang dikutip dari TEMPO 29 April 1972.
Bukan hanya karena Nomo lebih menyukai dunia bisnis-apalagi bisnis jual beli mobilnya yang sedang naik daun-juga dikarenakan dia telah terlebih dahulu menikah, sehingga membutuhkan keuangan lebih untuk menafkahi keluarganya. Apalagi kala itu banyak band-band populer seperti D’Lloyd, Panbers, The Mercy’s, Bimbo, The Favourite’s dan lainnya.
Tak mau pusing, Tonny mengisi peran Nomo dengan Kasmuri (Murry) sebagai penabuh drum, dan Toto A.R. memegang bass. Nama band pun berubah menjadi Koes Plus, yang artinya keluarga Koes plus yang lainnya. Di sinilah perjalanan mereka berlain arah.
Memasuki tahun 1970-an, Koes Plus yang digawangi kakak dan adik Koeswoyo lain serta Murry yang bukan dari keluarga Koeswoyo tengah berada di tengah kesuksesan. Banyak sekali lagu lagu Koes Plus yang menjadi hits saat itu. Sedang Nomo masih asyik berbisnis dan vakum dari dunia hiburan.
Nomo akhirnya kembali tertarik ke panggung musik yang pernah membesarkan namanya, dan mendirikan PT Yukawi Corporation serta menjadi Direktur Operasi perusahaan rekaman besar PT Yukawi Indo Musik. Perlu diketahui, perusahaan ini kemudian menjadi saingan kuat PT Remaco, perusahaan rekaman besar Koes Plus yang kala itu sudah menjadi raja pop Indonesia.
Perusahaan rekaman Yukawi Indomusik juga menjadi saksi tangan dingin Nomo. Sejumlah artis sukses di label rekaman itu, seperti Franky Sahilatua, Enny Haryono, Usman Besaudara, dan Kembar Grup (Alex dan Jacob). Nomo juga berpengaruh pada awal kariernya Rhoma Irama saat mencetak hits andalannya Begadang. Pada 1983, PT Yukawi Indomusic dibeli oleh Rhoma Irama dan diubah namanya menjadi Soneta Record dan menjadi studio khusus untuk dia dan Soneta Group.
Keretakan hubungan Tonny dan Nomo akibat diganti dengan Murry dan menjadi Koes Plus, makin melebar dengan berdirinya No Koes pada 1973. Formasi awal dari kelompok ini adalah Bambang Karsono (gitar melodi), Pompi Suradimansyah (keyboard), Usman Bersaudara (gitar pengiring), said (bass), Sofyan (drum) dan Nomo sendiri yang merangkap sebagai leader, arranger, pencipta lagu dan pemain gitar akustik.
Nomo tidak asal pilih dalam formasi grup No Koes ini. "No Koes adalah adonan musik dengan gaya Koes Bersaudara dulu kala. Tidak persis sama sekali memang, namun tidak menyimpang terlalu jauh. Terutama warna musik yang alamiah dan karakter musik yang sederhana tetap dipertahankannya. Dengan pembaharuan nilai seni tentu saja", dikutip dari siaran pers dari No Koes (Majalah Tempo).
Berambisi untuk bersaing ketat dengan saudaranya, Nomo bisa dibilang nyeleneh dan penuh ide unik. Nomo seolah sadar, pesaingnya adalah band raksasa yang memiliki mega hits bukan main banyaknya. Selain merekrut musisi andal yang memiliki skill dan punya warna untuk memperkuat No Koes, juga melakukan perang urat syaraf yang ditujukan kepada Tony dan Koes Plus.
Album No Koes bertajuk Pop Jawa, Vol 4: Gondal gandul. (Sumber gambar: Irama Nusantara)
Uniknya, album pertama dengan single yang sama Sok Tahu seolah menjadi balasan sindiran untuk kakaknya. Album pertama No Koes ini lantas booming di pasaran. Sehingga lagu Sok Tahu juga makin populer, apalagi dengan nama band yang yang menimbulkan multitafsir bahwa ada persaingan antara Koes Plus dan No Koes.
Kemudian, album Koes Plus volume 12 beredar dengan hit Cinta Buta, No Koes kembali menyindir dengan membuat lagu yang berlirik kontra dengan lagu tersebut, berjudul Siapa Bilang yang memiliki lirik pop rock.
Sudah tentu persaingan dan sindiran kreatif ini menjadi “makanan” media kala itu. No Koes pun menjadi populer.
Cara nyeleneh Nomo lainnya juga menarik seperti waktu pertama kali memperkenalkan No Koes di depan media, dia tidak menampilkan wajah personelnya, sehingga menimbulkan banyak pertanyaan bagi wartawan dan masyarakat.
Baca juga: Profil Nomo Koeswoyo, Musikus Legendaris Koes Bersaudara yang Wafat di Usia 85 Tahun
Apalagi dengan jumpa pers saat merilis album Sok Tahu dengan nama band No Koes yang tentunya membuat media berpikiran band ini anti Koes Plus. Sensasi lain adalah Nomo pernah membuat nama band Patas Tanpa Murry. Uniknya sekarang anak bungsunya malah menikah dengan anak Murry.
Dalam perjalanan kariernya, No Koes menghasilkan cukup banyak album dengan berbagai aliran seperti pop, dangdut, melayu, jawa, keroncong, dan lainnya. Album-albumnya antara lain berjudul Sok Tahu, Dicari, Permisi Numpang Lewat, Rindu, Hidup Ini Sementara, Remaja & Cinta, Bermain & Berhitung (Pop Anak-anak), Kulo Nuwun (pop Jawa), Gondal Gandul (pop Jawa), Tergoda Asmara, Bebas, Penuh Misteri (Pop Melayu), dan lainnya.
Rindu dan Kembali
Mau sebagaimana berat rasa permusuhan, keterikatan hubungan sedarah tak bisa terputus selamanya. Setelah bertahun hidup dalam persaingan dan saling sindir, hati bersaudara ini rindu untuk kembali.Seolah balas-balasan perasaan, single Rindu dari No Koes Pop Indonesia Vol 4 tersampaikan dengan reuni dengan Koes Bersaudara dengan album Kembali pada 1977.
Koes Bersaudara dalam album Kembali (1977). (Sumber gambar: Instagram/koesplus.indonesia)
Kebersamaan itu tak berakhir meski Tonny meninggal pada 27 Maret 1987 karena penyakit kanker usus. Mereka juga kerap manggung di stasiun televisi hingga tahun 2000-an.
Baca juga: 70 Tahun Berkarya, Ini Cerita di Balik Hits Legendaris Titiek Puspa
Group No Koes sempat menghilang pada tahun 1980-an. Meski cukup singkat, Popularitas No Koes mampu menyaingi kepopuleran Koes Plus yang diawaki oleh saudara-saudara kandungnya ataupun kelompok-kelompok musik lainnya pada periode awal tahun 1970an.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: M.R. Purboyo
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.