Produk Klaim Kosmetik Diminta Tidak Menyesatkan Konsumen
16 March 2023 |
15:34 WIB
Produsen kosmetik diminta memberikan klaim produk yang akurat pada kemasannya agar tidak menyesatkan konsumen. Klaim produk dapat menjadi alat pemasaran yang powerful, sehingga harus dapat dipertanggungjawabkan.
Head of Skinproof Theresia Sinandang mengatakan, klaim dari produsen merupakan salah satu pertimbangan penting bagi konsumen sebelum membeli sebuah produk kecantikan selain ulasan dari sejumlah pihak, seperti teman, media sosial, dan sebagainya.
Jadi, lanjut dia, produsen agar melakukan riset dan analisis mendalam guna memastikan produk yang dihasilkan memiliki kandungan yang tepat untuk memberikan hasil yang baik kepada masyarakat sebagai penggunanya.
Baca juga: Beli Kosmetik di Marketplace Kini Bisa Langsung Uji Coba ke Wajah
"Setiap produk kosmetik dan perawatan kulit memiliki klaimnya masing-masing, seperti ‘membersihkan’, ‘menghilangkan’, ‘menyamarkan’, dan ‘hypoallergenic’,” katanya.
Dia menuturkan, produk kosmetik yang baik bagi produsen dan konsumen adalah yang aman dan efektif. Sebuah kosmetik bisa menjadi baik jika segala tahapan dalam prosesnya dilalui dengan benar dan sesuai aturan, dari rantai pasokan, konsep, manufacturing, sampai ke tangan konsumen.
“Kalau proses [salah satunya] manufacturing tidak comply dengan aturan akan sangat berpengaruh kepada mutu. Paling membahayakan di konsumen,” katanya.
Theresia menambahkan, hasil evaluasi perusahaan terhadap sejumlah kosmetik di dalam negeri menunjukkan masih ada produk yang tidak memikirkan kualitas atau bahan-bahan yang terdapat di dalamnya, apakah sudah atau belum sesuai aturan.
Pemilik produk tersebut biasanya mengejar bahan baku yang murah karena ingin menjual dengan harga yang lebih murah. Selain itu, beberapa di antaranya juga masih belum paham atau memiliki pengetahuan dan hanya ingin membuatnya tanpa mengetahui kondisi di belakangnya lantaran tidak mendapatkan dukungan ekosistem yang baik.
Meskipun begitu, jumlah pelaku usaha dengan kondisi itu yang ditemukan oleh perusahaan tidaklah banyak. Namun, tetap menjadi peringatan bagi masyarakat ketika akan menggunakan sebuah produk kosmetik.
Dia pun meminta konsumen untuk lebih peduli terhadap produk yang akan dibeli dengan melakukan berbagai cara sebelum melakukan pembeli. Salah satunya adalah dengan membaca ingredients yang tertera di label produk atau kritis dengan consumer claim yang dimunculkan oleh sebuah produk.
Dia menuturkan, produsen yang masih harus lebih sesuai dengan aturan sejauh ini berada di level usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). “Bukan artinya mereka jelek, tapi harus lebih dibantu. Harus lebih comply, pengetahuan harus lebih banyak. Kami ingin menjadi partner UMKM. Kasihan mereka ingin berhasil. Namun, tidak didukung ekosistem yang baik,” katanya.
Menurut Theresia, perusahaan besar produsen kosmetik biasanya lebih peduli dengan seperti perlindungan konsumen atau masalah hukum. Namun, ada juga perusahaan global yang bermasalah dengan klaim produk yang dilakukan.
Biaya yang harus dikeluarkan oleh pemilik produk untuk mengevaluasi produk yang dimiliki sangat beragam dan tergantung dengan kompleksitasnya. Meskipun begitu, dia menilai pengujian produk adalah investasi bagi produsen.
Theresia mengklaim, biaya untuk melakukan uji keamanan terhadap sebuah produk kosmetik masih cukup terjangkau bagi pelaku industri maupun UMKM. Tarif pengujian akan kian besar jika harus melibatkan teknologi yang canggih dan kompleks.
Dia menambahkan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mencatat jumlah perusahaan kosmetik di dalam negeri mengalami peningkatan sebesar 20,6 persen dari 2021 ke 2022. Kondisi ini menjadi kabar baik mengingat perusahaan itu berasal dari dalam negeri yang berarti membantu perekonomian di dalam negeri.
Sementara itu, data Euromonitor Internasional pada 2022 memperlihatkan pertumbuhan penjualan beauty dan personal care di seluruh kategori. Peningkatan tertinggi dimiliki oleh perawatan kulit yang mencapai 29 persen, perawatan rambut 21,5 persen, dan bath & shower mencapai 12,2 persen.
Editor: Indyah Sutriningrum
Head of Skinproof Theresia Sinandang mengatakan, klaim dari produsen merupakan salah satu pertimbangan penting bagi konsumen sebelum membeli sebuah produk kecantikan selain ulasan dari sejumlah pihak, seperti teman, media sosial, dan sebagainya.
Jadi, lanjut dia, produsen agar melakukan riset dan analisis mendalam guna memastikan produk yang dihasilkan memiliki kandungan yang tepat untuk memberikan hasil yang baik kepada masyarakat sebagai penggunanya.
Baca juga: Beli Kosmetik di Marketplace Kini Bisa Langsung Uji Coba ke Wajah
"Setiap produk kosmetik dan perawatan kulit memiliki klaimnya masing-masing, seperti ‘membersihkan’, ‘menghilangkan’, ‘menyamarkan’, dan ‘hypoallergenic’,” katanya.
Dia menuturkan, produk kosmetik yang baik bagi produsen dan konsumen adalah yang aman dan efektif. Sebuah kosmetik bisa menjadi baik jika segala tahapan dalam prosesnya dilalui dengan benar dan sesuai aturan, dari rantai pasokan, konsep, manufacturing, sampai ke tangan konsumen.
“Kalau proses [salah satunya] manufacturing tidak comply dengan aturan akan sangat berpengaruh kepada mutu. Paling membahayakan di konsumen,” katanya.
Theresia menambahkan, hasil evaluasi perusahaan terhadap sejumlah kosmetik di dalam negeri menunjukkan masih ada produk yang tidak memikirkan kualitas atau bahan-bahan yang terdapat di dalamnya, apakah sudah atau belum sesuai aturan.
Pemilik produk tersebut biasanya mengejar bahan baku yang murah karena ingin menjual dengan harga yang lebih murah. Selain itu, beberapa di antaranya juga masih belum paham atau memiliki pengetahuan dan hanya ingin membuatnya tanpa mengetahui kondisi di belakangnya lantaran tidak mendapatkan dukungan ekosistem yang baik.
Meskipun begitu, jumlah pelaku usaha dengan kondisi itu yang ditemukan oleh perusahaan tidaklah banyak. Namun, tetap menjadi peringatan bagi masyarakat ketika akan menggunakan sebuah produk kosmetik.
Dia pun meminta konsumen untuk lebih peduli terhadap produk yang akan dibeli dengan melakukan berbagai cara sebelum melakukan pembeli. Salah satunya adalah dengan membaca ingredients yang tertera di label produk atau kritis dengan consumer claim yang dimunculkan oleh sebuah produk.
Ilustrasi kosmetik. (Sumber gambar: Pexels/Emma Bauso)
Dia menuturkan, produsen yang masih harus lebih sesuai dengan aturan sejauh ini berada di level usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). “Bukan artinya mereka jelek, tapi harus lebih dibantu. Harus lebih comply, pengetahuan harus lebih banyak. Kami ingin menjadi partner UMKM. Kasihan mereka ingin berhasil. Namun, tidak didukung ekosistem yang baik,” katanya.
Menurut Theresia, perusahaan besar produsen kosmetik biasanya lebih peduli dengan seperti perlindungan konsumen atau masalah hukum. Namun, ada juga perusahaan global yang bermasalah dengan klaim produk yang dilakukan.
Biaya yang harus dikeluarkan oleh pemilik produk untuk mengevaluasi produk yang dimiliki sangat beragam dan tergantung dengan kompleksitasnya. Meskipun begitu, dia menilai pengujian produk adalah investasi bagi produsen.
Theresia mengklaim, biaya untuk melakukan uji keamanan terhadap sebuah produk kosmetik masih cukup terjangkau bagi pelaku industri maupun UMKM. Tarif pengujian akan kian besar jika harus melibatkan teknologi yang canggih dan kompleks.
Dia menambahkan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mencatat jumlah perusahaan kosmetik di dalam negeri mengalami peningkatan sebesar 20,6 persen dari 2021 ke 2022. Kondisi ini menjadi kabar baik mengingat perusahaan itu berasal dari dalam negeri yang berarti membantu perekonomian di dalam negeri.
Sementara itu, data Euromonitor Internasional pada 2022 memperlihatkan pertumbuhan penjualan beauty dan personal care di seluruh kategori. Peningkatan tertinggi dimiliki oleh perawatan kulit yang mencapai 29 persen, perawatan rambut 21,5 persen, dan bath & shower mencapai 12,2 persen.
Editor: Indyah Sutriningrum
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.