Ilustrasi bahan herbal. (Sumber gambar: Freepik)

Punya Potensi Besar, Pengembangan Obat Herbal Belum Digarap Maksimal

15 February 2023   |   17:30 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Lagu berjudul Kolam Susu yang dipopulerkan Koes Plus rasanya masih relevan hingga hari ini. Liriknya yang berbunyi “orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman” seolah menggambarkan bahwa Indonesia adalah negara yang subur dan dipenuhi keanekaragaman hayati.

Kepala Pusat Studi Biofarmaka Tropika (TropBRC) LPPM IPB Irmanida Batubara mengatakan bahwa Indonesia dikenal sebagai mega-center keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brazil.

Baca juga: Gaya Hidup Sehat dengan Produk Herbal Semakin Digemari

Data dari IPB mencatat Indonesia punya lebih dari 33.000 jenis tanaman herbal. Namun, hanya sekitar 800-900 spesies saja yang sudah dimanfaatkan sebagai bahan baku obat atau jamu. Menurut Irma, pemanfaatan tanaman herbal di Indonesia untuk keperluan industri pangan, kesehatan, maupun kecantikan masih belum tergali sempurna.

Ada beberapa kendala yang dihadapi sehingga hingga sekarang penelitian terkait obat herbal masih belum maksimal. Dengan banyaknya spesies yang dimiliki, para peneliti mesti melakukan seleksi untuk menentukan spesies mana yang punya manfaat lebih banyak untuk jenis penyakit tertentu.

“Proses tersebut tentu tidak mudah dan membutuhkan waktu yang lama, jumlah tenaga ahli yang banyak, serta biaya yang tidak sedikit,” kata Irma kepada Hypeabis.id.

Dia juga menyebut penelitian terhadap tanaman herbal memang tidak mudah. Selain soal waktu yang lama, permasalahan juga kerap datang dari bahan bakunya. Masih banyak tanaman herbal di Indonesia yang belum dibudidayakan sehingga kebutuhan bahan baku untuk keperluan penelitian sering mendapat kesulitan.
 

(Sumber gambar: Freepik)

(Sumber gambar: Freepik)


Meskipun demikian, penelitian terhadap tanaman herbal setiap tahunnya terus mengalami perkembangan. Jika dahulu fokusnya hampir selalu ke produk pengobatan, kini penelitian herbal untuk kecantikan mulai banyak dilakukan.

Pergeseran tersebut, kata Irma, tak lepas dari tren masyarakat yang mulai menggemari produk-produk kecantikan dengan bahan-bahan alami. Lantaran ada kebutuhan pasar untuk produk tertentu, penelitian pun mulai mengarah ke hal tersebut. Kebutuhan industri memang bisa jadi pemancing untuk melakukan penelitian lebih jauh terhadap tanaman tertentu.

Bagi Irma, penelitian tidak hanya menjadi tugas lembaga peneliti saja. Namun, kegiatan tersebut kerap kali berhubungan dengan lintas lembaga. Dari mulai pertanian untuk budidaya bahan baku hingga industri terkait untuk memastikan produk penelitian sesuai dengan kebutuhan pasar.

“Lantaran berhubungan dengan multisektor, saya rasa perlu ada dirijen untuk memimpin ini semua. Jadi, riset-riset yang ada lebih terarah dan seirama sehingga menghasilkan produk yang dibutuhkan masyarakat,” imbuhnya.

Ketua Umum Asosiasi Pengobat Tradisional Ramuan Indonesia Al Anhar Gumay mengatakan masyarakat kini sudah mulai sadar efek yang ditimbulkan dari pengobatan herbal tidak terlalu besar dibandingkan obat kimia.

Terlebih, masyarakat Indonesia memiliki budaya minum jamu yang seharusnya bisa terus dilestarikan. Kunci untuk membangun pangsa pasar ini ialah dengan melakukan promosi secara efektif dan dukungan dari pemerintah.

Selama ini, kata Anhar, industri herbal kerap dipertentangkan dengan dunia kedokteran maupun kimia. Padahal, ketiganya sebenarnya bisa berjalan beriringan.

“Pengobatan konsep barat dan pengobatan konsep timur bisa kok dikolaborasikan. Dengan cara tersebut, industri herbal bisa jauh lebih berkembang dan menjadi lebih mainstream bagi masyarakat” ucapnya kepada Hypeabis.id

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Nirmala Aninda
 

SEBELUMNYA

Intip Daftar Lagu & Podcast Favorit di Momen Valentine yang Paling Banyak Didengarkan di Indonesia

BERIKUTNYA

Begini Strategi Mencari Cuan dari Dividen Saham

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: