Tak Semua Perlu Dituruti, Begini Tips Mengatasi Anak Tantrum
10 January 2023 |
19:27 WIB
Anak-anak kerap tidak bisa mengontrol emosinya sendiri. Ketika sesuatu yang diinginkannya tidak terwujud, emosi mereka bisa meluap-luap hingga menangis dan mengekspresikan emosinya lewat tindakan tertentu untuk mencari perhatian. Ekspresi kemarahan mereka yang meledak-ledak itu biasa disebut dengan tantrum.
Tantrum merupakan bagian dari perkembangan anak yang normal. Anak sedang berusaha untuk menunjukkan dan mengenali emosi pada dirinya. Umumnya, tantrum lebih sering terjadi pada anak usia dua tahun saat perkembangan bahasanya mulai berkembang.
Baca juga: Jangan Terbawa Emosi Ya Bun, Begini Cara Mengatasi Anak Tantrum
Psikolog Anak dan Keluarga dari Universitas Indonesia Rose Mini A. mengatakan orang tua mesti memiliki strategi parenting yang tepat dan konsisten untuk menangani anak tantrum.
Jika pengasuhan tidak sesuai, anak bisa menjadikan tantrum sebagai alat baginya agar keinginannya terpenuhi. Sebab, anak merasa tantrum adalah pola kejadian yang harus dilakukannya agar semua keinginannya bisa dituruti oleh orang tua.
Oleh karena itu, alih-alih menuruti keinginan anak agar tidak lagi menangis, orang tua lebih baik membiarkan anak untuk menangis terlebih dahulu.
“Jika anak berteriak hanya karena mencari perhatian, lebih baik diabaikan. Orang tua hanya perlu duduk di sebelah dia dan bilang ‘nanti kalau kamu sudah enggak nangis dan enggak marah lagi, mama baru mau berbicara’,” ujar Rose kepada Hypeabis.id.
Dengan duduk di sebelah anak, orang tua bisa memantau emosi anak yang meluap-luap. Pastikan emosi tersebut tersalurkan dengan cara yang baik. Artinya, mereka tidak menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang berbahaya hingga emosinya selesai.
Cara ini akan membuat anak tahu bahwa apa yang dilakukannya tidak akan membuahkan hasil. Jadi, orang tua hanya perlu sabar dan punya waktu untuk menunggu emosi anaknya reda.
Astrid menyarankan agar orang tua jangan sekali-kali ikut marah ketika anak sedang tantrum. Sebab, hal itu bisa berulang atau bahkan dicontoh oleh anak.
Orang tua perlu memahami bahwa anak yang menangis, emosi, atau terkadang sampai berguling-guling di lantai, adalah karena si anak tidak bisa mengekspresikan keinginannya dengan baik. Oleh karena itu, solusinya bukan menuruti keinginannya, melainkan memperbaiki cara anak mengekspresikan keinginannya.
“Umumnya, hal itu terjadi pada anak yang memiliki gangguan berbicara. Sebab, dia tidak tahu cara meyakinkan orang agar keinginannya bisa terwujud. Kemampuan komunikasi yang terbatas akhirnya membuat mereka menangis,” imbuhnya.
Selain itu, kemampuan mengondisikan emosi pada anak usia dini juga masih minim. Jadi, mereka menciptakan pola komunikasi baru dengan menangis. Ketika orang tua mengabaikan, anak akan memahami ada pola komunikasi lain yang lebih efektif.
Pemahaman itu bisa diberikan orang tua kepada anaknya ketika sudah berhenti menangis. Orang tua bisa berbicara dengan anak dan menjelaskan alasan-alasan keinginannya belum bisa dituruti. Orang tua juga bisa mengajak anak untuk mengedepankan diskusi dibanding menangis.
Selain itu, orang tua juga bisa membangun budaya memberikan penjelasan lengkap kepada anak sebelum melakukan aktivitas tertentu. Jadi, ketika orang tua akan pergi ke pusat perbelanjaan, mereka bisa berbicara kepada anak bahwa yang akan dibeli hanya keperluan rumah tangga.
Baca juga: Kenali Penyebab Tantrum pada Anak & Cara Menghadapinya
Jika orang tua memberikan informasi tidak lengkap, misalnya berjalan-jalan di pusat perbelanjaan, maka anak bisa mengasosiasikan bahwa dirinya akan dibelikan mainan di tempat tersebut. Secara tidak langsung, orang tua juga sedang melatih anak untuk berkomitmen.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Fajar Sidik
Tantrum merupakan bagian dari perkembangan anak yang normal. Anak sedang berusaha untuk menunjukkan dan mengenali emosi pada dirinya. Umumnya, tantrum lebih sering terjadi pada anak usia dua tahun saat perkembangan bahasanya mulai berkembang.
Baca juga: Jangan Terbawa Emosi Ya Bun, Begini Cara Mengatasi Anak Tantrum
Psikolog Anak dan Keluarga dari Universitas Indonesia Rose Mini A. mengatakan orang tua mesti memiliki strategi parenting yang tepat dan konsisten untuk menangani anak tantrum.
Jika pengasuhan tidak sesuai, anak bisa menjadikan tantrum sebagai alat baginya agar keinginannya terpenuhi. Sebab, anak merasa tantrum adalah pola kejadian yang harus dilakukannya agar semua keinginannya bisa dituruti oleh orang tua.
Oleh karena itu, alih-alih menuruti keinginan anak agar tidak lagi menangis, orang tua lebih baik membiarkan anak untuk menangis terlebih dahulu.
“Jika anak berteriak hanya karena mencari perhatian, lebih baik diabaikan. Orang tua hanya perlu duduk di sebelah dia dan bilang ‘nanti kalau kamu sudah enggak nangis dan enggak marah lagi, mama baru mau berbicara’,” ujar Rose kepada Hypeabis.id.
Dengan duduk di sebelah anak, orang tua bisa memantau emosi anak yang meluap-luap. Pastikan emosi tersebut tersalurkan dengan cara yang baik. Artinya, mereka tidak menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang berbahaya hingga emosinya selesai.
Cara ini akan membuat anak tahu bahwa apa yang dilakukannya tidak akan membuahkan hasil. Jadi, orang tua hanya perlu sabar dan punya waktu untuk menunggu emosi anaknya reda.
Astrid menyarankan agar orang tua jangan sekali-kali ikut marah ketika anak sedang tantrum. Sebab, hal itu bisa berulang atau bahkan dicontoh oleh anak.
ilustrasi anak menangis (Sumber gambar: Freepik)
Orang tua perlu memahami bahwa anak yang menangis, emosi, atau terkadang sampai berguling-guling di lantai, adalah karena si anak tidak bisa mengekspresikan keinginannya dengan baik. Oleh karena itu, solusinya bukan menuruti keinginannya, melainkan memperbaiki cara anak mengekspresikan keinginannya.
“Umumnya, hal itu terjadi pada anak yang memiliki gangguan berbicara. Sebab, dia tidak tahu cara meyakinkan orang agar keinginannya bisa terwujud. Kemampuan komunikasi yang terbatas akhirnya membuat mereka menangis,” imbuhnya.
Selain itu, kemampuan mengondisikan emosi pada anak usia dini juga masih minim. Jadi, mereka menciptakan pola komunikasi baru dengan menangis. Ketika orang tua mengabaikan, anak akan memahami ada pola komunikasi lain yang lebih efektif.
Pemahaman itu bisa diberikan orang tua kepada anaknya ketika sudah berhenti menangis. Orang tua bisa berbicara dengan anak dan menjelaskan alasan-alasan keinginannya belum bisa dituruti. Orang tua juga bisa mengajak anak untuk mengedepankan diskusi dibanding menangis.
Selain itu, orang tua juga bisa membangun budaya memberikan penjelasan lengkap kepada anak sebelum melakukan aktivitas tertentu. Jadi, ketika orang tua akan pergi ke pusat perbelanjaan, mereka bisa berbicara kepada anak bahwa yang akan dibeli hanya keperluan rumah tangga.
Baca juga: Kenali Penyebab Tantrum pada Anak & Cara Menghadapinya
Jika orang tua memberikan informasi tidak lengkap, misalnya berjalan-jalan di pusat perbelanjaan, maka anak bisa mengasosiasikan bahwa dirinya akan dibelikan mainan di tempat tersebut. Secara tidak langsung, orang tua juga sedang melatih anak untuk berkomitmen.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.