GP Farmasi Indonesia Meminta Uji Obat Sirop Dipercepat
20 December 2022 |
18:54 WIB
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) masih terus memeriksa ribuan obat sirop untuk anak-anak sebelum diedarkan kembali ke masyarakat. Sejak munculnya kasus cemaran Etilena Glikol dan Dietilena Glikol (EG dan DEG), peredaran obat sirop memang diawasi ketat.
Data terakhir pada 15 Desember 2022, diketahui ada 2.400 item obat sirup yang diuji oleh BPOM. Namun, baru 335 item obat tersebut yang telah dinyatakan aman dan layak dikonsumsi.
Baca juga: Kabar Gembira, Kemenkes Izinkan 156 Obat Sirop Beredar Kembali, Cek Daftarnya
Ketua Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia Tirto Koesnadi mengatakan industri farmasi, khususnya yang memproduksi obat sirop, sangat menantikan produk mereka dinyatakan aman dan dirilis kembali ke masyarakat.
Namun, pihaknya juga menyadari saat ini ada banyak sekali obat sirop yang sedang diteliti BPOM. Tirto menyarankan agar BPOM tidak tinggal diam melihat lambatnya proses uji pada obat sirop tersebut.
Tirto menyebut perlu ada langkah strategis atau kebijakan baru agar proses perilisan produk bisa lebih cepat. Sebab, ada pihak-pihak yang diduga mendapatkan keuntungan berlipat dari adanya hal ini.
Tirto mengatakan saat ini obat sirop produksi dalam negeri yang mengandung paracetamol menjadi perhatian utama untuk tidak diperdagangkan. Namun, di sisi lain, ada perusahaan asing yang memproduksi sirop paracetamol diizinkan beredar dan meraih omzet melejit karena tidak ada produk serupa.
“Tentunya perlu dilihat industri mana yang serius dan tidak ada cemaran sama sekali yang terdeteksi. Jadi, artinya mereka ini sudah menjalankan kewajibannya sesuai ketentuan yang berlaku. Kita ingin secepatnya bisa menjual kembali,” ujar Tirto dalam diskusi GP Farmasi, di Jakarta.
Menurut Tirto, perlu ada jalan tengah yang bijak dalam mengatasi permasalahan ini. Dirinya menyadari, menguji sebuah produk untuk memastikan keamanannya tentu membutuhkan waktu yang ideal.
Sebab, pengujian obat sirop harus didasarkan pada kehati-hatian yang tinggi. Jangan sampai, ada produk sirop yang masih tercemar bahan berbahaya, tetapi kemudian lolos dan beredar ke publik.
Namun, persoalan ini juga terkait dengan industri yang keberlangsungannya juga mesti dijaga. Tirto berharap BPOM bisa menyelesaikan pemeriksaan terhadap 2.400 obat sirop pada pertengahan atau akhir kuartal pertama 2023.
Sebab, jika pemeriksaan belum selesai pada kuartal pertama 2023, dirinya khawatir industri farmasi akan bergejolak. Sebab, industri ini punya risiko untuk menderita kerugian yang jumlahnya tidak sedikit.
Di sisi lain, masyarakat juga akan makin kesulitan mendapatkan obat sirop yang terpercaya. Oleh karena itu, solusi satu-satunya ialah segera merilis produk obat sirop yang aman agar variasi obat yang bisa dipilih masyarakat makin beragam.
Saat ini, pemeriksaan obat sirop tidak hanya dilakukan oleh BPOM. Industri farmasi sebenarnya sudah diperbolehkan melakukan pengujian mandiri pada obatnya. Setelah itu, mereka bisa membawa hasilnya ke BPOM untuk meminta semacam verifikasi agar dicap sebagai produk yang aman.
Namun, permasalahannya, tidak semua perusahaan farmasi memiliki alat gas kromatografi untuk melakukan pengujian tersebut. Bagi yang tidak memiliki alat, perusahaan farmasi bisa membeli alat tersebut terlebih dahulu. Akan Ietapi, waktu untuk mendatangkan alat tersebut ke Indonesia juga lama.
Baca juga: Efek Kasus Ginjal Akut pada Anak, Pembuatan Obat Sirop Jadi Lebih Ketat
Di sisi lain, beberapa laboratorium independen yang dapat mendeteksi cemaran EG/DEG juga kini sudah didatangi oleh banyak perusahaan farmasi. “Di laboratorium independen kondisinya lagi mengantre semua.”
Editor: Fajar Sidik
Data terakhir pada 15 Desember 2022, diketahui ada 2.400 item obat sirup yang diuji oleh BPOM. Namun, baru 335 item obat tersebut yang telah dinyatakan aman dan layak dikonsumsi.
Baca juga: Kabar Gembira, Kemenkes Izinkan 156 Obat Sirop Beredar Kembali, Cek Daftarnya
Ketua Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia Tirto Koesnadi mengatakan industri farmasi, khususnya yang memproduksi obat sirop, sangat menantikan produk mereka dinyatakan aman dan dirilis kembali ke masyarakat.
Namun, pihaknya juga menyadari saat ini ada banyak sekali obat sirop yang sedang diteliti BPOM. Tirto menyarankan agar BPOM tidak tinggal diam melihat lambatnya proses uji pada obat sirop tersebut.
Tirto menyebut perlu ada langkah strategis atau kebijakan baru agar proses perilisan produk bisa lebih cepat. Sebab, ada pihak-pihak yang diduga mendapatkan keuntungan berlipat dari adanya hal ini.
Tirto mengatakan saat ini obat sirop produksi dalam negeri yang mengandung paracetamol menjadi perhatian utama untuk tidak diperdagangkan. Namun, di sisi lain, ada perusahaan asing yang memproduksi sirop paracetamol diizinkan beredar dan meraih omzet melejit karena tidak ada produk serupa.
“Tentunya perlu dilihat industri mana yang serius dan tidak ada cemaran sama sekali yang terdeteksi. Jadi, artinya mereka ini sudah menjalankan kewajibannya sesuai ketentuan yang berlaku. Kita ingin secepatnya bisa menjual kembali,” ujar Tirto dalam diskusi GP Farmasi, di Jakarta.
Menurut Tirto, perlu ada jalan tengah yang bijak dalam mengatasi permasalahan ini. Dirinya menyadari, menguji sebuah produk untuk memastikan keamanannya tentu membutuhkan waktu yang ideal.
Sebab, pengujian obat sirop harus didasarkan pada kehati-hatian yang tinggi. Jangan sampai, ada produk sirop yang masih tercemar bahan berbahaya, tetapi kemudian lolos dan beredar ke publik.
Namun, persoalan ini juga terkait dengan industri yang keberlangsungannya juga mesti dijaga. Tirto berharap BPOM bisa menyelesaikan pemeriksaan terhadap 2.400 obat sirop pada pertengahan atau akhir kuartal pertama 2023.
Sebab, jika pemeriksaan belum selesai pada kuartal pertama 2023, dirinya khawatir industri farmasi akan bergejolak. Sebab, industri ini punya risiko untuk menderita kerugian yang jumlahnya tidak sedikit.
Di sisi lain, masyarakat juga akan makin kesulitan mendapatkan obat sirop yang terpercaya. Oleh karena itu, solusi satu-satunya ialah segera merilis produk obat sirop yang aman agar variasi obat yang bisa dipilih masyarakat makin beragam.
obat sirop (Sumber gambar: Freepik)
Keterbatasan Alat
Direktur Eksekutif GPFI Elfiano Rizaldi mengatakan keterbatasan alat pengujian obat menjadi penyebab obat sirop yang dinyatakan aman masih sangat sedikit. Dari 2.400 obat, baru ada 335 yang dinyatakan aman.Saat ini, pemeriksaan obat sirop tidak hanya dilakukan oleh BPOM. Industri farmasi sebenarnya sudah diperbolehkan melakukan pengujian mandiri pada obatnya. Setelah itu, mereka bisa membawa hasilnya ke BPOM untuk meminta semacam verifikasi agar dicap sebagai produk yang aman.
Namun, permasalahannya, tidak semua perusahaan farmasi memiliki alat gas kromatografi untuk melakukan pengujian tersebut. Bagi yang tidak memiliki alat, perusahaan farmasi bisa membeli alat tersebut terlebih dahulu. Akan Ietapi, waktu untuk mendatangkan alat tersebut ke Indonesia juga lama.
Baca juga: Efek Kasus Ginjal Akut pada Anak, Pembuatan Obat Sirop Jadi Lebih Ketat
Di sisi lain, beberapa laboratorium independen yang dapat mendeteksi cemaran EG/DEG juga kini sudah didatangi oleh banyak perusahaan farmasi. “Di laboratorium independen kondisinya lagi mengantre semua.”
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.