Ilustrasi pola pengasuhan anak (Sumber gambar: Freepik)

Mengenal Jenis-Jenis Pola Asuh pada Anak, Mana yang Terbaik?

21 October 2022   |   11:00 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Like
Orang tua memiliki tanggung jawab yang besar dalam memberikan asuhan yang tepat bagi anak. Penerapan pola asuh yang salah akan memengaruhi tumbuh kembang si buah hati. Oleh karena itu, orang tua perlu mengenal jenis-jenis pengasuhan dan memilih mana yang terbaik.

Sebagian orang tua masih memakai pola asuh menakut-nakuti anak untuk menerapkan kedisiplinan. “Jangan nakal, ya. Nanti dimarahin polisi” merupakan kalimat yang kerap jadi senjata supaya anak tidak rewel. Namun, apakah cara tersebut efektif?

Ketua Program Studi S2 Magister Psikologi Universitas Diponegoro Dinie Ratri Desiningrum mengatakan pola pengasuhan pada anak merupakan ilmu yang dinamis. Orang tua harus terus belajar agar tahu pola asuh seperti apa yang cocok dilakukan di rumah.

Pola asuh pada zaman dahulu tentu tak bisa diaplikasikan secara penuh pada anak-anak era sekarang. Lantas sebenarnya apa saja tipe pola pengasuhan pada anak? Yuk simak informasi berikut ini. 

Baca juga: Manfaat Menerapkan Pola Asuh Komunikasi Tanpa Kata 'Jangan' pada Anak
 

1. Power Assertion

Power assertion adalah teknik disiplin yang membuat orang tua memiliki kontrol penuh pada anak. Jenis ini terkadang menyertakan kekerasan sebagai konsekuensi jika si anak melanggar kedisiplinan.

“Jadi, tipe ini ialah orang tua akan selalu mengatakan ‘kamu harus begini, titik’. Orang tua tidak memberi alasan dan si anak harus menuruti aturan kedisiplinan tersebut,” kata Dinie kepada Hypeabis.

Tipe ini membuat orang tua adalah pengatur tunggal. Mereka pun tidak segan membentak atau bahkan memukul jika si anak tidak taat aturan. Jadi, orang tua menggunakan kekuatan untuk menerapkan kedisiplinan.


2. Love Withdrawal

Love withdrawal adalah pola asuh yang menggunakan teknik menarik kasih sayang. Orang tua akan menggunakan ancaman untuk membuat si anak takut melanggar aturan kedisiplinan.

Ancaman ini bisa bermacam-macam. Misalnya, jika anak melanggar aturan bermain gawai, orang tua akan memotong uang jajan sebagai konsekuensi. Pada titik yang lebih ekstrem, orang tua bahkan bisa mengancam tidak akan memberi kasih sayang lagi pada anaknya.

Di Indonesia, teknik love withdrawal juga mengalami perkembangan. Penggunaan ancaman bukan hanya diciptakan dari sisi orang tua saja. Akan tetapi, anak juga ditakut-takuti dengan ancaman dari luar. Misalnya, “Awas, ya. Kamu jangan pergi ke sana nanti disuntik dokter. Jangan melanggar, nanti ditangkap polisi,” dan sebagainya. 

Baca juga: 3 Pola Asuh yang Membentuk Anak Mandiri, Jujur & Percaya Diri

Dinie mengatakan cara tersebut adalah bentuk lain dari love withdrawal. Cara ini cenderung memiliki efek buruk, yakni mindset anak terhadap subjek yang menjadi penakut akan berubah. Di mata anak, sosok dokter, polisi, atau subjek lain, akan dipandang sebagai tokoh yang jahat. Padahal, seharusnya tidak demikian.

Dinie menyebut metode seperti ini adalah bentuk orang tua tidak bisa mendidik anak dengan tangannya sendiri. Untuk membuat anak disiplin dan respect terhadapnya, orang tua membuat sosok lain yang dipersepsikan jahat agar anak jadi penurut.

Secara tidak langsung, orang tua telah menciptakan iklim pengasuhan yang tidak baik. Meski terlihat efektif dalam waktu singkat, love withdrawal hanya membuat anak disiplin karena ada ketakutan. Padahal, kedisiplinan sebaiknya tercipta karena ada pemahaman si anak dalam memahami situasi.


3. Induction

Induction merupakan pola asuh dari orang tua untuk melatih kedisiplinan anak dengan cara membuat kesepakatan. Jadi, aturan-aturan kedisiplinan tidak murni dari orang tua, tetapi anak juga bisa mengutarakan pendapat soal aturan tersebut.

Metode ini akan membuat anak paham kenapa peraturan tersebut harus ada. Anak juga akan mengerti sebab dan akibat kenapa dia harus melakukan aturan tersebut. Metode ini juga masih menerapkan hukuman, tetapi orang tua dan anak juga akan berdiskusi soal hukuman yang pantas diberikan.

Jadi, setiap aturan yang diciptakan selalu melalui persetujuan dari dua pihak, yakni orang tua dan anak. Tipe orang tua di metode ini sangat kooperatif. Dengan demikian, terjadi keseimbangan peran dan tidak saling berkuasa. 

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Cara Nonton Langsung Grand Finals FFIM 2022, Ini 12 Tim Esports yang Akan Berebut Juara!

BERIKUTNYA

Cek Ketersediaan & Harga Resmi iPhone 14 Series di Indonesia

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: