Ladies Ingat! Obesitas sampai Stres Bisa Jadi Faktor Risiko Menopause
20 October 2022 |
08:54 WIB
Menopause akan dialami setiap wanita jelang usia tua. Kondisi berakhirnya siklus menstruasi ini secara alami terjadi ketika mereka memasuki usia 45-55 tahun. Selama masa tersebut, kaum hawa akan mengalami perubahan hormon yang berdampak pada kualitas hidup.
Presiden Perkumpulan Menopause Indonesia (Perminesia) dr. Tita Husnitawati, menjelaskan kondisi menopause menyebabkan gejala atau sindroma metabolik. Terdiri atas obesitas perut yang ditandai lingkar perut lebih dari 80 cm, tekanan darah meningkat, dan pemeriksaan laboratorium menunjukan profil lemak abnormal, serta gula darah yang meninggi.Hal ini terjadi karena konsumsi makanan berkalori tinggi, kebiasaan merokok, dan pertambahan usia.
Baca juga: 5 Cara Mudah Mengatasi Gejala Menopause Pada Wanita
Kendati demikian, perubahan tubuh ini dapat dihindari loh. Caranya dengan memperbaiki gaya hidup seperti berolahraga teratur, mengonsumsi makanan bernutrisi sehat dan gizi seimbang, dan menghilangkan kebiasaan buruk seperti merokok. Adapun jenis olahraga yang tepat adalah olahraga yang membuat lancar atau tidak menghambat pertukaran udara (aerobik).
“Sebaiknya dilakukan setiap hari selama 30 menit, minimal 4 kali seminggu, dengan jenis aktivitas yang disesuaikan dengan usia,” tutur Tita.
Selain gaya hidup, penanganan untuk gejala menopause dapat dilakukan dengan pengobatan hormon. Penelitian terkini membuktikan bahwa pengobatan hormon relatif aman bila diberikan topikal alias melalui kulit, selaput lendir atau vagina.
Sementara itu, Spesialis Kedokteran Jiwa dr. Natalia Widiasih, menjelaskan perubahan hormon yang dialami perempuan dalam masa menopause juga rentan mengalami penurunan daya berpikir atau fungsi kognitif, khususnya berupa penurunan daya ingat dan kelancaran verbal, yang berpotensi menjadi demensia di kemudian hari. Hal ini disebabkan karena kadar hormon estrogen yang menipis.
Dia menjelaskan estrogen berperan dalam mediasi neurotransmitter di korteks prefrontal, yang berperan dalam fungsi eksekutif, dengan mengatur pembentukan saraf dan melindungi saraf dari kerusakan dan kematian sel. Estrogen juga berperan dalam regulasi fungsi mitokondria dalam sintesis ATP, yaitu bentuk energi yang dibutuhkan sel.
Baca juga: Kenali Sindrom Menopause, Gejala & Cara Mengatasinya
“Penurunan kadar estrogen mengganggu pembentukan energi otak akibat disfungsi mitokondria yang diikuti dengan penurunan metabolisme otak, deposisi beta amiloid, hilangnya sinaps neuron di otak, dan kemudian menyebabkan penurunan fungsi kognitif hingga dementia,” jelas Natalia.
Selain mengganggu kemampuan kognitif, perubahan hormon juga mengganggu kesehatan mental perempuan di masa menopause. Perempuan menopause lebih rentan mengalami gangguan mood yang meliputi perasaan gelisah, sensitif, dan perubahan mood yang fluktuatif.
Hal ini karena fungsi estrogen mencakup regulasi sintesis dan metabolisme berbagai neurotransmitter terkait mood, seperti serotonin, dopamine, dan norepinephrine. “Disregulasi dari berbagai neurotransmitter tersebut pada daerah hipothalamus, korteks prefrontal, dan sistem limbik dapat menyebabkan gangguan mood dan perasaan lelah,” terangnya.
Lebih lanjut, perubahan mood tersebut nantinya dapat berkembang menjadi lebih berat dan menyebabkan gejala kecemasan dan depresi. Gejala kecemasan, jelasnya, ditandai dengan perasaan gelisah, panik, berkeringat, hingga sesak napas.
Adapun, depresi dapat ditandai dengan perasaan lelah, tidak berenergi, gangguan tidur, konsentrasi yang buruk, dan perubahan berat badan yang dapat memperburuk kualitas hidup. Selain itu, proses penuaan pada fisik perempuan menimbulkan rasa tidak percaya diri dan terbentuknya pandangan negatif pada dirinya
“Berbagai faktor lain seperti keadaan ekonomi, dukungan sosial yang rendah, kondisi medis tertentu, riwayat gangguan mental, dan kepribadian individu juga dapat berpengaruh terhadap perubahan mood,” tambah Natalia.
Baca juga: Kenali Sindrom Menopause, Gejala & Cara Mengatasinya
Kendati demikian, hubungan dalam keluarga dan pasangan yang baik menurutnya dapat membantu meringankan stres akibat menopause dan membantu perempuan menjadi lebih resilien dalam melewati fase ini. Oleh karena itu, peran support system sangat penting dalam membantu perempuan menjalankan masa menopause.
Ketika terdapat disfungsi seksual akibat menopause, pasangan perlu saling mengomunikasikan ekspektasi satu sama lain terkait hubungan seksual. Pasangan juga dapat melakukan couples therapy untuk membantu pasangan agar dapat saling memahami dan membentuk strategi dalam menghadapi perubahan biologis, hormonal, dan psikologis yang sedang terjadi.
“Beberapa hal yang perlu dibicarakan adalah bagaimana fase menopause ini berdampak pada hubungan, keintiman, seksualitas, dan bagaimana harapan dan ekspektasi terhadap satu sama lain dalam melewati fase ini,” tuturnya.
Editor: Dika Irawan
Presiden Perkumpulan Menopause Indonesia (Perminesia) dr. Tita Husnitawati, menjelaskan kondisi menopause menyebabkan gejala atau sindroma metabolik. Terdiri atas obesitas perut yang ditandai lingkar perut lebih dari 80 cm, tekanan darah meningkat, dan pemeriksaan laboratorium menunjukan profil lemak abnormal, serta gula darah yang meninggi.Hal ini terjadi karena konsumsi makanan berkalori tinggi, kebiasaan merokok, dan pertambahan usia.
Baca juga: 5 Cara Mudah Mengatasi Gejala Menopause Pada Wanita
Kendati demikian, perubahan tubuh ini dapat dihindari loh. Caranya dengan memperbaiki gaya hidup seperti berolahraga teratur, mengonsumsi makanan bernutrisi sehat dan gizi seimbang, dan menghilangkan kebiasaan buruk seperti merokok. Adapun jenis olahraga yang tepat adalah olahraga yang membuat lancar atau tidak menghambat pertukaran udara (aerobik).
“Sebaiknya dilakukan setiap hari selama 30 menit, minimal 4 kali seminggu, dengan jenis aktivitas yang disesuaikan dengan usia,” tutur Tita.
Selain gaya hidup, penanganan untuk gejala menopause dapat dilakukan dengan pengobatan hormon. Penelitian terkini membuktikan bahwa pengobatan hormon relatif aman bila diberikan topikal alias melalui kulit, selaput lendir atau vagina.
Sementara itu, Spesialis Kedokteran Jiwa dr. Natalia Widiasih, menjelaskan perubahan hormon yang dialami perempuan dalam masa menopause juga rentan mengalami penurunan daya berpikir atau fungsi kognitif, khususnya berupa penurunan daya ingat dan kelancaran verbal, yang berpotensi menjadi demensia di kemudian hari. Hal ini disebabkan karena kadar hormon estrogen yang menipis.
Dia menjelaskan estrogen berperan dalam mediasi neurotransmitter di korteks prefrontal, yang berperan dalam fungsi eksekutif, dengan mengatur pembentukan saraf dan melindungi saraf dari kerusakan dan kematian sel. Estrogen juga berperan dalam regulasi fungsi mitokondria dalam sintesis ATP, yaitu bentuk energi yang dibutuhkan sel.
Baca juga: Kenali Sindrom Menopause, Gejala & Cara Mengatasinya
“Penurunan kadar estrogen mengganggu pembentukan energi otak akibat disfungsi mitokondria yang diikuti dengan penurunan metabolisme otak, deposisi beta amiloid, hilangnya sinaps neuron di otak, dan kemudian menyebabkan penurunan fungsi kognitif hingga dementia,” jelas Natalia.
Selain mengganggu kemampuan kognitif, perubahan hormon juga mengganggu kesehatan mental perempuan di masa menopause. Perempuan menopause lebih rentan mengalami gangguan mood yang meliputi perasaan gelisah, sensitif, dan perubahan mood yang fluktuatif.
Hal ini karena fungsi estrogen mencakup regulasi sintesis dan metabolisme berbagai neurotransmitter terkait mood, seperti serotonin, dopamine, dan norepinephrine. “Disregulasi dari berbagai neurotransmitter tersebut pada daerah hipothalamus, korteks prefrontal, dan sistem limbik dapat menyebabkan gangguan mood dan perasaan lelah,” terangnya.
Lebih lanjut, perubahan mood tersebut nantinya dapat berkembang menjadi lebih berat dan menyebabkan gejala kecemasan dan depresi. Gejala kecemasan, jelasnya, ditandai dengan perasaan gelisah, panik, berkeringat, hingga sesak napas.
Adapun, depresi dapat ditandai dengan perasaan lelah, tidak berenergi, gangguan tidur, konsentrasi yang buruk, dan perubahan berat badan yang dapat memperburuk kualitas hidup. Selain itu, proses penuaan pada fisik perempuan menimbulkan rasa tidak percaya diri dan terbentuknya pandangan negatif pada dirinya
“Berbagai faktor lain seperti keadaan ekonomi, dukungan sosial yang rendah, kondisi medis tertentu, riwayat gangguan mental, dan kepribadian individu juga dapat berpengaruh terhadap perubahan mood,” tambah Natalia.
Baca juga: Kenali Sindrom Menopause, Gejala & Cara Mengatasinya
Kendati demikian, hubungan dalam keluarga dan pasangan yang baik menurutnya dapat membantu meringankan stres akibat menopause dan membantu perempuan menjadi lebih resilien dalam melewati fase ini. Oleh karena itu, peran support system sangat penting dalam membantu perempuan menjalankan masa menopause.
Ketika terdapat disfungsi seksual akibat menopause, pasangan perlu saling mengomunikasikan ekspektasi satu sama lain terkait hubungan seksual. Pasangan juga dapat melakukan couples therapy untuk membantu pasangan agar dapat saling memahami dan membentuk strategi dalam menghadapi perubahan biologis, hormonal, dan psikologis yang sedang terjadi.
“Beberapa hal yang perlu dibicarakan adalah bagaimana fase menopause ini berdampak pada hubungan, keintiman, seksualitas, dan bagaimana harapan dan ekspektasi terhadap satu sama lain dalam melewati fase ini,” tuturnya.
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.