Menguak Motif Hacker Bjorka, Pakar Siber: Antara Ekonomi & Politis
13 September 2022 |
19:30 WIB
Hacker Borjka belum berhenti beraksi membuat resah para pejabat publik. Terbaru, Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar yang bergidik lantaran tiba-tiba nomor pribadinya dibanjiri ratusan pesan WhatsApp sejak Senin (12/9/2022). Dia pun memutuskan diri untuk tidak menggunakan aplikasi pesan singkat itu untuk sementara waktu.
“Ini mengerikan karena WA saya mulai jam sembilan itu, ratusan WA masuk, karena itu saya mengundurkan diri dari WA hari ini,” ujar politisi yang akrab disapa Cak Imin itu di Kompleks Parlemen, Selasa (13/9/2022).
Baca juga: Klaim Tinggal di Polandia & Punya Banyak Bitcoin, Cek 5 Informasi Hacker Bjorka
Sejumlah pihak pun mulai menerka-nerka motif dari aksi Bjorka. Chairman Lembaga Riset Siber Communication & Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha mengatakan peretasan yang dilakukan Bjorka juga tidak lepas dari motif ekonomi.
Dugaan ini menguat lantaran pada awal kemunculannya, peretas dengan nama panggung Bjorka itu menjual data yang diretas melui forum dataleaks breached.io dengan membayar lewat mata uang kripto seperti Bitcoin.
“Betul, ada motif ekonomi juga di sini,” ujarnya kepada Hypeabis.id, Selasa (13/8/2022).
Di sisi lain, pakar keamanan siber itu menyebut belakangan Bjorka dianggap masuk ke ranah politik Tanah Air. Hal seperti ini sering disebut dengan hacktivist atau aktivitas peretasan yang dilakukan dengan tujuan sosial politik.
Dia menyebut menyatakan hacker asli luar negeri yang mencuri data dari Indonesia, biasanya memiliki motif hanya untuk berjualan data saja. Mereka tidak mengerti apa isi data tersebut dan apa dampak politisnya. “Ini si Bjorka mengerti sekali, bahkan melakukan profiling terhadap beberapa pejabat di Indonesia,” ujarnya.
Baca juga: Ini 5 Pernyataan Pemerintah Tanggapi Hacker Bjorka
Sementara itu, Bjorka juga mampu menarik perhatian publik untuk mendukung aksinya. Hal tersebut, menurut Pratama, mungkin karena efek kenaikan bahan bakar minyak (BBM) sehingga sentimen kepada pejabat dan pemerintah cenderung negatif.
Belum lagi beberapa pernyataan yang dilontarkan pihak pemerintah, seperti Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) yang terkesan menyalahkan masyarakat untuk kejadian kebocoran data registrasi SIM card.
Jika semua data yang didapat secara gratis atau dijual di situs-situs gelap disilangkan dan digabungkan dengan data dari data kebocoran yang lain, akan menjadi informasi yang sangat lengkap untuk digunakan pelaku kriminal sebagai data dasar melakukan aksi kejahatan.
“Di tangan orang yang paham akan kegunaan dari tiap data yang didapatkan, hal itu akan menimbulkan kerugian yang besar. Contohnya seperti digunakan untuk skema phising, pemerasan, penipuan, bahkan doxing,” tegasnya.
Terlepas dari banyaknya simpati ke Bjorka karena situasi politik, Pratama menyatakan masyarakat harus mengakui bahwa baru kali ini kebocoran data menyita perhatian publik dengan luas. Fenomena ini, lanjutnya, harus dijadikan momentum perbaikan bersama terutama bagi pemerintah.
Baca juga: Ramai Soal Hacker Bjorka, Hati-Hati Ya Sebarkan Data Pribadi di Dunia Maya
Pemerintah wajib mengungkap sosok di balik hacker Bjorka dan apakah data bocor tersebut didapatkan melalui peretasan atau ada orang dalam yang membocorkan. Jadi dari sisi teknis kondisi ini perlu diketahui sedetail mungkin.
Perlu dilakukan digital forensik untuk mengetahui apakah kebocoran data terjadi akibat peretasan atau bukan. “Bila tidak ditemukan jejak dan lubang keamanan, bisa jadi kemungkinan ada insider threat attack alias kebocoran data akibat orang dalam,” ujarnya.
Aksi seperti Bjorka memang bisa dilakukan siapa saja, tetapi jika mahir tentu akan sulit mendeteksinya. Oleh karena itu, dia menilai harus ada pendekatan teknis dan intelijen, karena apabila sulit ditelusuri, mau tidak mau penelusuran harus lewat informasi dari banyak pihak tentang siapa Bjorka ini.
Langkah teknis terdekat yang perlu dilakukan adalah penetration test dan digital forensik ke seluruh kementerian dan lembaga negara. Ini bertujuan untuk mengetahui lubang keamanan lebih awal, serta mengetahui sejauh mana sebanrnya kebocoran data terjadi dan juga peretasan terjadi.
Bjorka mengaku berasal dari Warsawa, Polandia. Hal itu tertera dalam akun Twitter pribadinya sebelum ditangguhkan. Menurut Paratama, sangat bisa sekali lokasi Twitter dimanipulasi. “Banyak tools yang tersedia misalkan menggunakan VPN, fake GPS, atau tools lain yang bertebaran di internet,” jelasnya.
Dia menilai Bjorka pandai dalam memakai tools untuk memalsukan posisinya, sehingga sulit dilakukan tracing. Namun, masih ada celah untuk mencari keberadaannya. Termasuk dengan cara non teknis, seperti melalui informasi di komunitas internet dan para peretas lain.
Soal lokasi benar atau tidak diluar negeri, apakah dia warga Indonesia atau tidak, tentu ini membutuhkan lebih dari sekedar kemampuan teknis di sisi siber, tapi juga memerlukan pendekatan intelijen. Tinggal bagaimana pemerintah mencari informasi soal Bjorka melalui jalur offline, jalur komunitas hacker, komunitas polisi, komunitas intelijen, atau sumber informasi lain yang valid.
“Karena Presiden sudah membentuk tim khusus menangani Bjorka, seharusnya identitas minimal bisa diungkap, kalau di Tanah Air, syukur-syukur ditangkap karena sudah melanggar UU ITE dan UU Kependudukan,” katanya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
“Ini mengerikan karena WA saya mulai jam sembilan itu, ratusan WA masuk, karena itu saya mengundurkan diri dari WA hari ini,” ujar politisi yang akrab disapa Cak Imin itu di Kompleks Parlemen, Selasa (13/9/2022).
Baca juga: Klaim Tinggal di Polandia & Punya Banyak Bitcoin, Cek 5 Informasi Hacker Bjorka
Sejumlah pihak pun mulai menerka-nerka motif dari aksi Bjorka. Chairman Lembaga Riset Siber Communication & Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha mengatakan peretasan yang dilakukan Bjorka juga tidak lepas dari motif ekonomi.
Dugaan ini menguat lantaran pada awal kemunculannya, peretas dengan nama panggung Bjorka itu menjual data yang diretas melui forum dataleaks breached.io dengan membayar lewat mata uang kripto seperti Bitcoin.
“Betul, ada motif ekonomi juga di sini,” ujarnya kepada Hypeabis.id, Selasa (13/8/2022).
Di sisi lain, pakar keamanan siber itu menyebut belakangan Bjorka dianggap masuk ke ranah politik Tanah Air. Hal seperti ini sering disebut dengan hacktivist atau aktivitas peretasan yang dilakukan dengan tujuan sosial politik.
Dia menyebut menyatakan hacker asli luar negeri yang mencuri data dari Indonesia, biasanya memiliki motif hanya untuk berjualan data saja. Mereka tidak mengerti apa isi data tersebut dan apa dampak politisnya. “Ini si Bjorka mengerti sekali, bahkan melakukan profiling terhadap beberapa pejabat di Indonesia,” ujarnya.
Baca juga: Ini 5 Pernyataan Pemerintah Tanggapi Hacker Bjorka
Sementara itu, Bjorka juga mampu menarik perhatian publik untuk mendukung aksinya. Hal tersebut, menurut Pratama, mungkin karena efek kenaikan bahan bakar minyak (BBM) sehingga sentimen kepada pejabat dan pemerintah cenderung negatif.
Belum lagi beberapa pernyataan yang dilontarkan pihak pemerintah, seperti Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) yang terkesan menyalahkan masyarakat untuk kejadian kebocoran data registrasi SIM card.
Bahaya Kebocoran Data
Bicara soal seberapa bahaya peretasan data, Pratama menerangkan dengan banyaknya kebocoran data yang dilakukan saat ini, profiling memang menjadi lebih mudah dilakukan oleh siapa saja.Jika semua data yang didapat secara gratis atau dijual di situs-situs gelap disilangkan dan digabungkan dengan data dari data kebocoran yang lain, akan menjadi informasi yang sangat lengkap untuk digunakan pelaku kriminal sebagai data dasar melakukan aksi kejahatan.
“Di tangan orang yang paham akan kegunaan dari tiap data yang didapatkan, hal itu akan menimbulkan kerugian yang besar. Contohnya seperti digunakan untuk skema phising, pemerasan, penipuan, bahkan doxing,” tegasnya.
Terlepas dari banyaknya simpati ke Bjorka karena situasi politik, Pratama menyatakan masyarakat harus mengakui bahwa baru kali ini kebocoran data menyita perhatian publik dengan luas. Fenomena ini, lanjutnya, harus dijadikan momentum perbaikan bersama terutama bagi pemerintah.
Baca juga: Ramai Soal Hacker Bjorka, Hati-Hati Ya Sebarkan Data Pribadi di Dunia Maya
Pemerintah wajib mengungkap sosok di balik hacker Bjorka dan apakah data bocor tersebut didapatkan melalui peretasan atau ada orang dalam yang membocorkan. Jadi dari sisi teknis kondisi ini perlu diketahui sedetail mungkin.
Perlu dilakukan digital forensik untuk mengetahui apakah kebocoran data terjadi akibat peretasan atau bukan. “Bila tidak ditemukan jejak dan lubang keamanan, bisa jadi kemungkinan ada insider threat attack alias kebocoran data akibat orang dalam,” ujarnya.
Aksi seperti Bjorka memang bisa dilakukan siapa saja, tetapi jika mahir tentu akan sulit mendeteksinya. Oleh karena itu, dia menilai harus ada pendekatan teknis dan intelijen, karena apabila sulit ditelusuri, mau tidak mau penelusuran harus lewat informasi dari banyak pihak tentang siapa Bjorka ini.
Langkah teknis terdekat yang perlu dilakukan adalah penetration test dan digital forensik ke seluruh kementerian dan lembaga negara. Ini bertujuan untuk mengetahui lubang keamanan lebih awal, serta mengetahui sejauh mana sebanrnya kebocoran data terjadi dan juga peretasan terjadi.
Sosok di Balik Bjorka
Bjorka mengaku berasal dari Warsawa, Polandia. Hal itu tertera dalam akun Twitter pribadinya sebelum ditangguhkan. Menurut Paratama, sangat bisa sekali lokasi Twitter dimanipulasi. “Banyak tools yang tersedia misalkan menggunakan VPN, fake GPS, atau tools lain yang bertebaran di internet,” jelasnya. Dia menilai Bjorka pandai dalam memakai tools untuk memalsukan posisinya, sehingga sulit dilakukan tracing. Namun, masih ada celah untuk mencari keberadaannya. Termasuk dengan cara non teknis, seperti melalui informasi di komunitas internet dan para peretas lain.
Soal lokasi benar atau tidak diluar negeri, apakah dia warga Indonesia atau tidak, tentu ini membutuhkan lebih dari sekedar kemampuan teknis di sisi siber, tapi juga memerlukan pendekatan intelijen. Tinggal bagaimana pemerintah mencari informasi soal Bjorka melalui jalur offline, jalur komunitas hacker, komunitas polisi, komunitas intelijen, atau sumber informasi lain yang valid.
“Karena Presiden sudah membentuk tim khusus menangani Bjorka, seharusnya identitas minimal bisa diungkap, kalau di Tanah Air, syukur-syukur ditangkap karena sudah melanggar UU ITE dan UU Kependudukan,” katanya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.