Yuk Simak Lagi Sejarah Penggunaan Duplikat Bendera Sang Saka Merah Putih
17 August 2022 |
13:50 WIB
Sang Saka Merah Putih berkibar di depan Istana Merdeka, Jakarta pada 17 Agustus 2022 saat perayaan Hari Ulang Tahun ke-77 Indonesia. Meskipun setiap tahun diperingati lewat upacara penaikan bendera, namun masih ada diskusi seputar Merah Putih itu bukan bendera pusaka yang dikibarkan pada 1945.
Pertanyaannya, kenapa bendera yang berkibar di depan Istana Merdeka saat ini menggunakan duplikat Sang Saka Merah Putih? Dilansir dari laman Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek), penggunaan duplikat bendera Sang Saka Merah Putih pada setiap Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia justru digunakan sejak 1969.
Sang Saka Merah Putih terakhir dikibarkan di depan Istana Merdeka pada 17 Agustus 1968. “Sejak saat itu, bendera pusaka tidak lagi dikibarkan dan digantikan dengan duplikatnya,” demikian tertulis dalam laman Kemdikbudristek.
Baca juga: Simak Asal-Usul Bendera Negara Sang Merah Putih
Alasan bendera Sang Saka Merah Putih tidak lagi berkibar pada setiap perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia adalah karena kondisi bendera yang sudah sangat rapuh.
Bendera merah putih yang ditetapkan menjadi bendera pusaka sejak 1958 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 40 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia itu memiliki perjalanan dan sejarah yang panjang.
Sang Saka Merah Putih yang terbuat dari bahan katun halus, atau setara dengan jenis primissima untuk batik tulis halus, dijahit oleh Fatmawati setelah bersama keluarga kembali ke Jakarta dari pengasingan di Bengkulu.
Bendera itu kemudian berkibar saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Bendera itu, masih dalam laman Kemdikbudristek, dibawa dan dikibarkan di Gedung Agung, Yogyakarta saat Presiden, Wakil Presidn, dan para menteri pindah ke Yogyakarta pada 1946.
Saat Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda pada 1948, Presiden Soekarno menyelamatkan bendara pusaka dan mempercayakannya ke ajudan bernama Husein Mutahar untuk dijaga.
Sang ajudan pun kemudian mengungsi dengan membawa bendera tersebut. Dia bahkan melepaskan benang jahitan bendera sehingga bagian merah dan putih bendera terpisah, untuk alasan keamanan dari penyitaan penjajah Belanda.
Husein pun membawa bendera yang telah terpisah bagian merah dan putihnya tersebut dalam 2 tas terpisah.
Perjalanan bendera pusaka berlanjut ketika Presiden Soekarno meminta bendera pusaka ke Husein Mutahar pada pertengahan Juni 1949. Bendera yang telah dipisah itu, lalu dijahit dan disatukan kembali dengan mengikuti lubang jahitannya satu per satu.
Sang ajudan pun menyamarkan bendera tersebut dengan bungkusan kertas koran dan menyerahkannya kepada Soejono untuk dikembalikan ke Presiden Soekarno di Bangka.
Bendera pusaka kembali ke Yogyakarta pada Juli 1949 bersama dengan perjalanan Presiden Soekarno yang kembali ke Yogyakarta. Pada 17 Agustus 1949, bendera pusaka berkibar di halaman depan Gedung Agung.
Pada 28 Desember 1949, masih dalam laman Kemdikbudristek, sehari setelah penandatanganan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda di Den Haag, bendera pusaka disimpan di dalam sebuah peti berukir dan diterbangkan dari Yogyakarta ke Jakarta dengan pesawat Garuda Indonesia Airways.
Pada 1967, setelah Presiden Soeharto menggantikan Presiden Soekarno, bendera pusaka masih dikibarkan. Namun, kondisi bendera sudah sangat rapuh.
Untuk diketahui, Balai Konservasi Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi DKI Jakarta pada 21 April – Juli 2003 pernah melakukan konservasi terhadap bendera pusaka untuk membersihkan noda dan kotoran; menghilangkan bekas lipatan.
Baca juga: Mau Pasang Bendera Merah Putih? Yuk Simak Aturannya
Kemudian, merestorasi bagian yang robek dan hilang; menghilangkan jamur (fumigasi); dan menyimpan kembali dengan keadaan digulung dan dilapisi kain sutera untuk mencegah kusut, robek, dan mempermudah proses pemindahan.
Bendera Sang Saka Merah Putih memiliki status Cagar Budaya Nasional sesuai dengan Surat Keputusan Menteri No. 003/M/2015 dengan nomor registrasi RNCB.20150201.01.000032.
Editor: Fajar Sidik
Pertanyaannya, kenapa bendera yang berkibar di depan Istana Merdeka saat ini menggunakan duplikat Sang Saka Merah Putih? Dilansir dari laman Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek), penggunaan duplikat bendera Sang Saka Merah Putih pada setiap Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia justru digunakan sejak 1969.
Sang Saka Merah Putih terakhir dikibarkan di depan Istana Merdeka pada 17 Agustus 1968. “Sejak saat itu, bendera pusaka tidak lagi dikibarkan dan digantikan dengan duplikatnya,” demikian tertulis dalam laman Kemdikbudristek.
Baca juga: Simak Asal-Usul Bendera Negara Sang Merah Putih
Alasan bendera Sang Saka Merah Putih tidak lagi berkibar pada setiap perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia adalah karena kondisi bendera yang sudah sangat rapuh.
Bendera merah putih yang ditetapkan menjadi bendera pusaka sejak 1958 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 40 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia itu memiliki perjalanan dan sejarah yang panjang.
Sang Saka Merah Putih yang terbuat dari bahan katun halus, atau setara dengan jenis primissima untuk batik tulis halus, dijahit oleh Fatmawati setelah bersama keluarga kembali ke Jakarta dari pengasingan di Bengkulu.
Bendera itu kemudian berkibar saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Bendera itu, masih dalam laman Kemdikbudristek, dibawa dan dikibarkan di Gedung Agung, Yogyakarta saat Presiden, Wakil Presidn, dan para menteri pindah ke Yogyakarta pada 1946.
Saat Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda pada 1948, Presiden Soekarno menyelamatkan bendara pusaka dan mempercayakannya ke ajudan bernama Husein Mutahar untuk dijaga.
Sang ajudan pun kemudian mengungsi dengan membawa bendera tersebut. Dia bahkan melepaskan benang jahitan bendera sehingga bagian merah dan putih bendera terpisah, untuk alasan keamanan dari penyitaan penjajah Belanda.
Husein pun membawa bendera yang telah terpisah bagian merah dan putihnya tersebut dalam 2 tas terpisah.
Perjalanan bendera pusaka berlanjut ketika Presiden Soekarno meminta bendera pusaka ke Husein Mutahar pada pertengahan Juni 1949. Bendera yang telah dipisah itu, lalu dijahit dan disatukan kembali dengan mengikuti lubang jahitannya satu per satu.
Sang ajudan pun menyamarkan bendera tersebut dengan bungkusan kertas koran dan menyerahkannya kepada Soejono untuk dikembalikan ke Presiden Soekarno di Bangka.
Bendera pusaka kembali ke Yogyakarta pada Juli 1949 bersama dengan perjalanan Presiden Soekarno yang kembali ke Yogyakarta. Pada 17 Agustus 1949, bendera pusaka berkibar di halaman depan Gedung Agung.
Pada 28 Desember 1949, masih dalam laman Kemdikbudristek, sehari setelah penandatanganan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda di Den Haag, bendera pusaka disimpan di dalam sebuah peti berukir dan diterbangkan dari Yogyakarta ke Jakarta dengan pesawat Garuda Indonesia Airways.
Pada 1967, setelah Presiden Soeharto menggantikan Presiden Soekarno, bendera pusaka masih dikibarkan. Namun, kondisi bendera sudah sangat rapuh.
Untuk diketahui, Balai Konservasi Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi DKI Jakarta pada 21 April – Juli 2003 pernah melakukan konservasi terhadap bendera pusaka untuk membersihkan noda dan kotoran; menghilangkan bekas lipatan.
Baca juga: Mau Pasang Bendera Merah Putih? Yuk Simak Aturannya
Kemudian, merestorasi bagian yang robek dan hilang; menghilangkan jamur (fumigasi); dan menyimpan kembali dengan keadaan digulung dan dilapisi kain sutera untuk mencegah kusut, robek, dan mempermudah proses pemindahan.
Bendera Sang Saka Merah Putih memiliki status Cagar Budaya Nasional sesuai dengan Surat Keputusan Menteri No. 003/M/2015 dengan nomor registrasi RNCB.20150201.01.000032.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.