Suami yang Menilai Istrinya Boros Ternyata Bisa Picu Masalah
08 August 2022 |
22:49 WIB
Masalah finansial tidak jarang jadi penyebab retaknya hubungan rumah tangga. Ketidakpuasan terhadap kondisi ekonomi seringkali menjadi bahan pertengkaran dan kesempatan bagi suami atau istri untuk saling menyakiti.
Seringkali wanita diidentikkan dengan perilaku belanja yang lebih tinggi ketimbang laki-laki. Hal ini akhirnya seringkali membuat suami mulai berpikir bahwa istrinya adalah penyebab dari tipisnya kantong. Meski demikian, identifikasi itu bisa jadi hanya persepsi atau sebaliknya, memang kenyataan.
Mengutip Bisnis Indonesia Weekend edisi September 2017, sebuah studi yang dilakukan Brigham Young University (BYU) dan Kansas State University menyatakan bahwa salah satu faktor yang membentuk personalitas dalam pernikahan adalah persepsi, bukan atribut kongkret individu atau bahkan kondisi seseorang.
Baca juga: 6 Jenis Sentuhan Fisik Ini Bisa Kalian Lakukan dengan Pasangan
Studi ini ditulis dalam Journal of Financial Planning, di mana penelitian telah dimulai sejak 2007 yang melibatkan sekitar 700 keluarga. Ashley LeBaron, salah satu periset dari BYU, mengatakan hasil studi ini menyatakan bahwa seorang suami, yang melihat istrinya sebagai penguras kantong, menjadi kontributor terbesar terhadap konflik keuangan.
Begitu juga sebaliknya seorang istri, yang melihat suaminya sebagai tukang belanja, menjadi faktor terbesar terjadinya konflik finansial. Hal ini terjadi pada pasangan dengan pendapatan yang tinggi maupun rendah dan pasangan yang tingkat belanjanya tinggi maupun rendah.
“Kenyataannya, persepsi terhadap pasangannya tentang perilaku belanja adalah konflik finansial yang prediktif. Artinya, ketika bicara dampak kondisi keuangan terhadap hubungan, persepsi mungkin sama pentingnya dengan kenyataan,” katanya.
Khawatirnya, persepsi ini akan memicu pertengkaran sehingga pasangan tidak lagi saling menghargai dan kehilangan afeksi satu sama lain. Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa laki-laki memandang bahwa memiliki banyak anak adalah faktor dari konflik finansial pernikahan, sementara wanita melihat kurangnya komunikasi menjadi faktornya.
“Pasangan perlu mengkomunikasikan tentang [peraturan] keuangan, terutama saat awal pernikahan. Jangan bermimpi masalah keuangan bisa hilang ketika keadaan berubah. Permasalahan pada studi ini bukan dari keadaan, tetapi persepsi yang tidak akan berubah begitu saja meski keadaan berubah,” tuturnya.
Tidak peduli hal ini hanya seka dar persepsi atau memang kenyataan, masalah finansial masih bisa dikendalikan untuk menjaga hubungan dengan pasangan. Anda bisa mendapatkan bantuan dari perencana keuangan maupun seorang terapis atau psikolog.
Selain itu, banyak cara untuk mendapatkan panduan tepat dalam mengelola keuangan, misalnya dengan mengikuti seminar atau melihatnya di banyak situs berbayar maupun gratis.
Baca juga: 6 Cara Ampuh agar Hobi Mahal Kalian Tidak Bikin Pasangan Cemberut
Pada kesempatan yang berbeda, psikolog Rosdiana Setyaningrum mengatakan isu keuangan menjadi hal yang sangat sensitif bagi pasangan. Oleh karena itu, aturan-aturan tentang keuangan pasangan harus dibicarakan sebelum menikah. “Siapa tahu setelah bicara masalah keuangan sebelum melangsungkan pernikahan ada ketidakcocokan di antara mereka. Misalnya masalah pekerjaan, tanggung jawab membantu orang tua yang semakin sensitif,” ujarnya.
Editor: Dika Irawan
Seringkali wanita diidentikkan dengan perilaku belanja yang lebih tinggi ketimbang laki-laki. Hal ini akhirnya seringkali membuat suami mulai berpikir bahwa istrinya adalah penyebab dari tipisnya kantong. Meski demikian, identifikasi itu bisa jadi hanya persepsi atau sebaliknya, memang kenyataan.
Mengutip Bisnis Indonesia Weekend edisi September 2017, sebuah studi yang dilakukan Brigham Young University (BYU) dan Kansas State University menyatakan bahwa salah satu faktor yang membentuk personalitas dalam pernikahan adalah persepsi, bukan atribut kongkret individu atau bahkan kondisi seseorang.
Baca juga: 6 Jenis Sentuhan Fisik Ini Bisa Kalian Lakukan dengan Pasangan
Studi ini ditulis dalam Journal of Financial Planning, di mana penelitian telah dimulai sejak 2007 yang melibatkan sekitar 700 keluarga. Ashley LeBaron, salah satu periset dari BYU, mengatakan hasil studi ini menyatakan bahwa seorang suami, yang melihat istrinya sebagai penguras kantong, menjadi kontributor terbesar terhadap konflik keuangan.
Begitu juga sebaliknya seorang istri, yang melihat suaminya sebagai tukang belanja, menjadi faktor terbesar terjadinya konflik finansial. Hal ini terjadi pada pasangan dengan pendapatan yang tinggi maupun rendah dan pasangan yang tingkat belanjanya tinggi maupun rendah.
“Kenyataannya, persepsi terhadap pasangannya tentang perilaku belanja adalah konflik finansial yang prediktif. Artinya, ketika bicara dampak kondisi keuangan terhadap hubungan, persepsi mungkin sama pentingnya dengan kenyataan,” katanya.
Khawatirnya, persepsi ini akan memicu pertengkaran sehingga pasangan tidak lagi saling menghargai dan kehilangan afeksi satu sama lain. Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa laki-laki memandang bahwa memiliki banyak anak adalah faktor dari konflik finansial pernikahan, sementara wanita melihat kurangnya komunikasi menjadi faktornya.
“Pasangan perlu mengkomunikasikan tentang [peraturan] keuangan, terutama saat awal pernikahan. Jangan bermimpi masalah keuangan bisa hilang ketika keadaan berubah. Permasalahan pada studi ini bukan dari keadaan, tetapi persepsi yang tidak akan berubah begitu saja meski keadaan berubah,” tuturnya.
Tidak peduli hal ini hanya seka dar persepsi atau memang kenyataan, masalah finansial masih bisa dikendalikan untuk menjaga hubungan dengan pasangan. Anda bisa mendapatkan bantuan dari perencana keuangan maupun seorang terapis atau psikolog.
Selain itu, banyak cara untuk mendapatkan panduan tepat dalam mengelola keuangan, misalnya dengan mengikuti seminar atau melihatnya di banyak situs berbayar maupun gratis.
Baca juga: 6 Cara Ampuh agar Hobi Mahal Kalian Tidak Bikin Pasangan Cemberut
Pada kesempatan yang berbeda, psikolog Rosdiana Setyaningrum mengatakan isu keuangan menjadi hal yang sangat sensitif bagi pasangan. Oleh karena itu, aturan-aturan tentang keuangan pasangan harus dibicarakan sebelum menikah. “Siapa tahu setelah bicara masalah keuangan sebelum melangsungkan pernikahan ada ketidakcocokan di antara mereka. Misalnya masalah pekerjaan, tanggung jawab membantu orang tua yang semakin sensitif,” ujarnya.
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.