Ilustrasi pemain esports (sumber gambar : unsplash)

Ini Stigma Miring yang Kerap Disematkan Pada Pemain eSports

14 July 2022   |   23:26 WIB
Image
Dewi Andriani Jurnalis Hypeabis.id

Perkembangan dunia eSports dalam beberapa tahun terakhir ini memang cukup signifikan. Makin banyak anak muda Indonesia yang berbakat, terjun di dalam industri ini. Apalagi saat ini eSports juga telah masuk dalam cabang olahraga yang dipertandingkan dalam sejumlah pesta olahraga nasional maupun internasional.

Namun sayangnya, perkembangan eSports ini masih terkendala berbagai stigma tertentu yang kerap hadir di dalam masyarakat. Adanya stigma-stigma negatif ini pada akhirnya membuat seseorang enggan untuk terjun ke dunia ini, apalagi jika tidak ada dukungan dari keluarga.

Lantas apa saja stigma yang masih sering disematkan dalam dunia eSports ini?
 

1. eSport sama dengan Bermain Game

Salah satu stigmanya adalah banyak yang menyangka bahwa eSports sama dengan bermain game pada umumnya. 

Padahal yang perlu dipahami bahwa hanya bermain game berbeda dengan seseorang yang serius terjun ke dunia eSports sebab jika bermain game saja memang bisa sampai berjam-jam dan kerap lupa waktu sedangkan saat bermain eSports atau menjadi pro player maka dia harus latihan dan biasanya dalam kurun waktu yang dibatasi.

Selain itu, di dalam eSports ada strategi yang harus dilakukan dan para atlet dan juga memiliki jadwal latihan untuk mengembangkan skill dan mental untuk bisa ikut serta di dalam turnamen.
 

2. Cenderung Pemalas

Adanya stigma pemain eSports sama dengan pemain game biasanya memunculkan pandangan bahwa para pemain eSports ini cenderung pemalas dan hanya fokus bermain game sehingga tidak perduli dengan pendidikan. 

Lius Andre seorang professional eSports talent, speaker, & consultant mengatakan bahwa saat ini para pro player banyak yang sudah lulus S1 dan memperoleh gelar sarjana. “Di lapangan banyak professional player yang bermain game sambil juga menyelesaikan S1, bahkan tetap bersekolah dengan homeschooling karena menganggap pendidikan itu memang penting,” ujarnya.

 

Ilustrasi eSports/Freepik

Ilustrasi eSports/Freepik

3. Tidak Ada Masa Depan Robertus Aditya dari Garudaku Academy membeberkan stigma terparah yang ada di industri eSports adalah tidak ada masa depannya. Banyak yang masih menganggap eSports hanya main game biasa, bahkan banyak ahli olahraga yang mempertanyakan sisi olahraga dari eSports. 

“Padahal, sejak pandemi, eSports mengalami pertumbuhan pesat dan membuka banyak lapangan pekerjaan baru,” ujarnya.

Jadi, apakah stigma-stigma itu benar? Bagaimana masa depan karier di industri eSports? Lebih jauh, Robertus memaparkan pengalamannya selama berkarier di industri tersebut.

Dia mengakui bahwa semua hal pasti ada risikonya, begitupun di dalam bidang karier, termasuk karier di industri eSports. Hanya saja, sambungnya, risiko tersebut harus menjadi peluang yang baik.

“Orang yang bisa melihat dan memanfaatkan peluang adalah orang yang bisa survive dalam karier apapun,” jelasnya.

Senada dengan Robertus, Lius Andre menjelaskan kiat-kiat berkarier di industri eSports. Bahwa pada saat di depan layar, karier sebagai pro player itu memang berisiko. Namun, di belakang layar, kariernya bisa jadi lebih stabil. 

“Apalagi berbekal pendidikan yang ada, ilmu-ilmu cara berbisnis, mereka harus bisa memutar penghasilannya,” ujarnya.

Sementara itu Debora Imanuella SVP UniPin Community menambahkan bahwa industri eSports yang tengah berkembang pesat ini masih membutuhkan tenaga dan talenta-talenta untuk mendukungnya.

“Kalau dilihat, talent eSports itu sebenarnya bisa dibilang sedikit. Mereka yang mau masuk ke industri ini sudah takut duluan karena banyak stigma buruk di sekitarnya. Kami berharap ke depannya lebih banyak orang mau berlomba-lomba untuk masuk ke industri eSports,” tuturnya.

Editor: M R Purboyo

SEBELUMNYA

Jangan Asal, Ini Tahapan yang Benar Saat Menggunakan Produk Skincare

BERIKUTNYA

Robot sampai Astronaut, Simak 7 Rekomendasi Film Fiksi Ilmiah

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: