Psikolog Sebut Kelamaan Belajar Online Bikin Anak Stres
19 June 2021 |
10:08 WIB
1
Like
Like
Like
Pandemi virus corona yang terjadi lebih dari 1 tahun ini membuat banyak siswa harus belajar secara daring. Hal ini ternyata mempengaruhi psikologis mereka, lho.
Psikolog Klinis Lusiana Bintang Siregar mengatakan dari hasil asesmen konseling yang datang kepadanya, banyak siswa yang sudah cukup jenuh, kebingungan mengikuti pelajaran, dan mengalami komunikasi yang sulit kepada teman juga gurunya.
Dalam sesi belajar online, banyak siswa yang takut bertanya. Apabila bertanya sekali mereka tetap tidak mengerti dan takut bertanya ulang. “Lama kelamaan stres juga dan merasa rendah diri, sekarang sulit dibendung untuk tidak bertemu teman-teman dan jalan-jalan,” tuturnya kepada Hypeabis.id.
Bukan hanya siswa, para guru terutama yang sudah senior kesulitan membuat pembelajaran yang interaktif dan tidak membosankan. Tak sedikit pula guru yang memiliki fasilitas memadai atau menggunakan aplikasi untuk membantu pembelajaran. Alhasil ketika online, mereka memakai alat seadanya.
“Pernah yang hanya menggunakan kertas dan tulisan, itu yang ditunjukkan ke kamera saat zoom. Menyulitkan siswa untuk memahaminya,” sebut Lusiana.
Keluhan juga datang dari orang tua murid. Mereka mengeluh capek karena harus menyalin tugas atau pertanyaan dari guru, memantau dan membantu anaknya dalam mengerjakan tugas, memberi laporan ke guru, terkadang harus memaksa anak yang enggan mengikuti pembelajaran atau mengerjakan tugas yang dinilai sulit.
Lelah semakin bertambah karena para ibu harus mengerjakan pekerjaan rumah. Apalagi para ibu yang juga harus mengerjakan pekerjaan kantor. Alhasil banyak orang tua yang mengambil jalan pintas. Mereka mengerjakan tugas anaknya agar segera dilaporkan kepada guru.
Tentu kata Lusiana ini berdampak kepada sikap dan kemampuan anak. Daya juang anak menjadi turun, begitu pula dengan pemahaman materi belajar, hingga kemampuan kognitif.
“Belum lagi jika perhatian teralihkan ketika belajar di HP, anak justru membuka game online. Hal ini memulai perilaku adiptif terhadap gadget,” tegasnya.
Oleh karena itu, Lusiana berharap pembelajaran tatap muka tidak terlalu lama ditunda, tentu dengan catatan Covid-19 bisa ditangani segera.
Ketika pembelajaran tatap muka dimulai, para guru, orang tua, dan pastinya siswa harus ketat menerapkan protokol kesehatan.
Selain itu, guru sebaiknya perlu bertemu dengan siswanya secara pribadi untuk membangun kembali kedekatan dan memahami kesulitan apa yang dirasakan selama pembelajaran daring.
“Gali juga potensi yang didapat dari pembelajaran daring dan selama pandemi Covid-19,” tutur Lusiana.
Pola belajar juga perlu disesuaikan. Misalnya dengan tidak menerapkan waktu pembelajaran secara penuh karena dikhawatirkan siswa akan mudah lelah. “Olahraga pagi yang sederhana sebelum belajar di kelas bisa dilakukan untuk meningkatkan semangat siswa,” pungkasnya.
Editor: Indyah Sutriningrum
Psikolog Klinis Lusiana Bintang Siregar mengatakan dari hasil asesmen konseling yang datang kepadanya, banyak siswa yang sudah cukup jenuh, kebingungan mengikuti pelajaran, dan mengalami komunikasi yang sulit kepada teman juga gurunya.
Dalam sesi belajar online, banyak siswa yang takut bertanya. Apabila bertanya sekali mereka tetap tidak mengerti dan takut bertanya ulang. “Lama kelamaan stres juga dan merasa rendah diri, sekarang sulit dibendung untuk tidak bertemu teman-teman dan jalan-jalan,” tuturnya kepada Hypeabis.id.
Bukan hanya siswa, para guru terutama yang sudah senior kesulitan membuat pembelajaran yang interaktif dan tidak membosankan. Tak sedikit pula guru yang memiliki fasilitas memadai atau menggunakan aplikasi untuk membantu pembelajaran. Alhasil ketika online, mereka memakai alat seadanya.
“Pernah yang hanya menggunakan kertas dan tulisan, itu yang ditunjukkan ke kamera saat zoom. Menyulitkan siswa untuk memahaminya,” sebut Lusiana.
Keluhan juga datang dari orang tua murid. Mereka mengeluh capek karena harus menyalin tugas atau pertanyaan dari guru, memantau dan membantu anaknya dalam mengerjakan tugas, memberi laporan ke guru, terkadang harus memaksa anak yang enggan mengikuti pembelajaran atau mengerjakan tugas yang dinilai sulit.
Lelah semakin bertambah karena para ibu harus mengerjakan pekerjaan rumah. Apalagi para ibu yang juga harus mengerjakan pekerjaan kantor. Alhasil banyak orang tua yang mengambil jalan pintas. Mereka mengerjakan tugas anaknya agar segera dilaporkan kepada guru.
Tentu kata Lusiana ini berdampak kepada sikap dan kemampuan anak. Daya juang anak menjadi turun, begitu pula dengan pemahaman materi belajar, hingga kemampuan kognitif.
“Belum lagi jika perhatian teralihkan ketika belajar di HP, anak justru membuka game online. Hal ini memulai perilaku adiptif terhadap gadget,” tegasnya.
Oleh karena itu, Lusiana berharap pembelajaran tatap muka tidak terlalu lama ditunda, tentu dengan catatan Covid-19 bisa ditangani segera.
Ketika pembelajaran tatap muka dimulai, para guru, orang tua, dan pastinya siswa harus ketat menerapkan protokol kesehatan.
Selain itu, guru sebaiknya perlu bertemu dengan siswanya secara pribadi untuk membangun kembali kedekatan dan memahami kesulitan apa yang dirasakan selama pembelajaran daring.
“Gali juga potensi yang didapat dari pembelajaran daring dan selama pandemi Covid-19,” tutur Lusiana.
Pola belajar juga perlu disesuaikan. Misalnya dengan tidak menerapkan waktu pembelajaran secara penuh karena dikhawatirkan siswa akan mudah lelah. “Olahraga pagi yang sederhana sebelum belajar di kelas bisa dilakukan untuk meningkatkan semangat siswa,” pungkasnya.
Editor: Indyah Sutriningrum
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.