Kenali Faktor Risiko dan Penanganan Alzheimer
31 May 2022 |
11:21 WIB
Alzheimer menjadi penyebab paling umum demensia yang dikenal sebagai istilah pikun pada orang yang sudah lanjut usia (lansia). Penyakit gangguan neurodegeneratif ini ditandai dengan penurunan daya kognitif dan perilaku, hingga mengganggu fungsi sosial dan okupasional seseorang.
Spesialis Saraf Eka Hospital Bekasi dr. Nino Widjayanto menerangkan ada beragam faktor risiko alzheimer. Utamanya memang usia di atas 65 tahun ke atas dengan risiko berpotensi meningkat dua kali lipat setiap lima tahun.
Faktor lainnya adalah keturunan. Ketika ada keluarga apakah ibu, ayah, kakek, nenek, dan seterusnya menderita alzheimer, risiko terkena penyakit ini meningkat. Oleh karena itu, penting memunculkan kewaspadaan diri akan risiko penyakit yang bisa diwariskan dan tidak bisa dicegah ini. "Tetapi kita bisa menunda faktor risikonya," sebut Nino saat diwawancarai Hypeabis.id baru-baru ini.
Ada juga perkembangan genetik yang menjadi faktor risiko alzheimer. Nino menyebut dari penelitian, sekitar 1 persen kasus, ada satu gen tertentu di dalam tubuh yang menyebabkan alzheimer. Pemetaan genetik ini masih dilakukan para ahli.
Kemudian, alzheimer juga bisa dialami oleh lansia yang sebelumnya memiliki penyakit penyerta seperti penyakit jantung, diabetes, hipertensi, dan kolesterol. Mengapa demikian? Nino menjelaskan berdasarkan penelitian, ketika seseorang yang pernah mengalami penyakit terkait gangguan aliran darah lebih rentah lebih rentan terkena alzheimer karena kualitas sel sarafnya tidak bagus.
"Jadi orang dengan hipertensi berisiko alzheimer karena dengan adanya hipertensi dapat merusak sel otak. Alzheimer sendiri sudah merusak sel otak," tuturnya.
Dari penyakit pembuluh darah ini pun akan berkembang risiko-risiko lainnya terkait alzheimer. Misal hipertensi timbul akibat gaya hidup yang buruk. Artinya gaya hidup buruk ini pun bisa menjadi faktor risiko alzheimer. "Kita tidak bisa menyatakan alzheimer karena satu hal saja," tegas Nino.
Lebih lanjut dia menerangkan penyakit pembuluh darah mulai merusak badan ketika seseorang menginjak usia 30 tahunan. Untuk itu dia menyarankan sebagai kewaspadaan dini, sebaiknya melakukan pemeriksaan kesehatan atau medical check up minimal 1-2 tahun sekali.
Apabila pemeriksaan pertama didapati bahwa tekanan darahnya cukup tinggi, setidaknya melakukan pemeriksaan rutin dua kali setahun untuk mengetahui apakah ada penyakit pembuluh darah. "Kaum milenial mulai lihat, apakah orang tuanya punya darah tinggi, kolesterol, sakit jantung, cek deh minimal setahun sekali," saran Nino.
Nino menyampaikan memang alzheimer penyebab paling umum dari demensia. Namun adapula demensia vaskular yang murni akibat gangguan pembuluh darah otak sebanyak 10-20 persen.
Tidak sedikit pula penderita demensia yang disebabkan gabungan alzheimer dan vaskular. "Paling sering di usia muda itu vaskular, gangguan pembuluh darah otak, mungkin karena perubahan lifestyle," imbuhnya.
Nino menjelaskan diagnosis alzheimer perlu kehati-hatian karena vonis ini seumur hidup. Ya, ketika seseorang divonis alzheimer, konsekuensinya mereka menjalani penanganan atau pengobatan seumur hidup.
Mereka harus minum obat secara rutin. Ketika terputus di tengah jalan, obat yang bersifat menunda gejala menjadi tidak efektif karena kerusakan otak akibat alzheimer berjalan terus atau progresif, yang ada gejala yang ditimbulkan semakin berat. "Kalau obat disetop, anjlok lagi grafik yang landai. Ketika obat dilanjut lagi, grafiknya tidak naik. Kalau sudah landai, jeblok, tidak bisa balik ke posisi semula," tegas Nino.
Selain dengan obat-obatan, pasien wajib menjaga otaknya agar tetap aktif. Dokter akan menstimulasi dengan meminta pasien untuk menjalani hobi yang disukai dan melakukannya secara rutin. "Kalau mengandalkan obat saja, tapi tidak jaga otaknya percuma, hasilnya kurang. Jadi ada terapi obat dan terapi lingkungan," sebut Nino.
Apa yang terjadi apabila pasien tidak mendapat perawatan? Dampak yang paling parah menurut Nino adalah pasien lupa akan semuanya, bahkan lupa bagaimana ia harus buang air. Pasien akan tidur, makan, hingga buang air di tempat yang sama hingga tidak bergerak sama sekali atau hanya berbaring saja di tempat tidur.
Kondisi tersebut tentu akan menimbulkan beragam komplikasi kesehatan lainnya seperti radang paru-paru. "Penyakit penyerta ini yang kemungkinan bisa menyebabkan penderita alzheimer meninggal," ungkap Nino.
Editor: Nirmala Aninda
Spesialis Saraf Eka Hospital Bekasi dr. Nino Widjayanto menerangkan ada beragam faktor risiko alzheimer. Utamanya memang usia di atas 65 tahun ke atas dengan risiko berpotensi meningkat dua kali lipat setiap lima tahun.
Faktor lainnya adalah keturunan. Ketika ada keluarga apakah ibu, ayah, kakek, nenek, dan seterusnya menderita alzheimer, risiko terkena penyakit ini meningkat. Oleh karena itu, penting memunculkan kewaspadaan diri akan risiko penyakit yang bisa diwariskan dan tidak bisa dicegah ini. "Tetapi kita bisa menunda faktor risikonya," sebut Nino saat diwawancarai Hypeabis.id baru-baru ini.
Ada juga perkembangan genetik yang menjadi faktor risiko alzheimer. Nino menyebut dari penelitian, sekitar 1 persen kasus, ada satu gen tertentu di dalam tubuh yang menyebabkan alzheimer. Pemetaan genetik ini masih dilakukan para ahli.
Kemudian, alzheimer juga bisa dialami oleh lansia yang sebelumnya memiliki penyakit penyerta seperti penyakit jantung, diabetes, hipertensi, dan kolesterol. Mengapa demikian? Nino menjelaskan berdasarkan penelitian, ketika seseorang yang pernah mengalami penyakit terkait gangguan aliran darah lebih rentah lebih rentan terkena alzheimer karena kualitas sel sarafnya tidak bagus.
"Jadi orang dengan hipertensi berisiko alzheimer karena dengan adanya hipertensi dapat merusak sel otak. Alzheimer sendiri sudah merusak sel otak," tuturnya.
Dari penyakit pembuluh darah ini pun akan berkembang risiko-risiko lainnya terkait alzheimer. Misal hipertensi timbul akibat gaya hidup yang buruk. Artinya gaya hidup buruk ini pun bisa menjadi faktor risiko alzheimer. "Kita tidak bisa menyatakan alzheimer karena satu hal saja," tegas Nino.
Lebih lanjut dia menerangkan penyakit pembuluh darah mulai merusak badan ketika seseorang menginjak usia 30 tahunan. Untuk itu dia menyarankan sebagai kewaspadaan dini, sebaiknya melakukan pemeriksaan kesehatan atau medical check up minimal 1-2 tahun sekali.
Apabila pemeriksaan pertama didapati bahwa tekanan darahnya cukup tinggi, setidaknya melakukan pemeriksaan rutin dua kali setahun untuk mengetahui apakah ada penyakit pembuluh darah. "Kaum milenial mulai lihat, apakah orang tuanya punya darah tinggi, kolesterol, sakit jantung, cek deh minimal setahun sekali," saran Nino.
Nino menyampaikan memang alzheimer penyebab paling umum dari demensia. Namun adapula demensia vaskular yang murni akibat gangguan pembuluh darah otak sebanyak 10-20 persen.
Tidak sedikit pula penderita demensia yang disebabkan gabungan alzheimer dan vaskular. "Paling sering di usia muda itu vaskular, gangguan pembuluh darah otak, mungkin karena perubahan lifestyle," imbuhnya.
Nino menjelaskan diagnosis alzheimer perlu kehati-hatian karena vonis ini seumur hidup. Ya, ketika seseorang divonis alzheimer, konsekuensinya mereka menjalani penanganan atau pengobatan seumur hidup.
Mereka harus minum obat secara rutin. Ketika terputus di tengah jalan, obat yang bersifat menunda gejala menjadi tidak efektif karena kerusakan otak akibat alzheimer berjalan terus atau progresif, yang ada gejala yang ditimbulkan semakin berat. "Kalau obat disetop, anjlok lagi grafik yang landai. Ketika obat dilanjut lagi, grafiknya tidak naik. Kalau sudah landai, jeblok, tidak bisa balik ke posisi semula," tegas Nino.
Selain dengan obat-obatan, pasien wajib menjaga otaknya agar tetap aktif. Dokter akan menstimulasi dengan meminta pasien untuk menjalani hobi yang disukai dan melakukannya secara rutin. "Kalau mengandalkan obat saja, tapi tidak jaga otaknya percuma, hasilnya kurang. Jadi ada terapi obat dan terapi lingkungan," sebut Nino.
Apa yang terjadi apabila pasien tidak mendapat perawatan? Dampak yang paling parah menurut Nino adalah pasien lupa akan semuanya, bahkan lupa bagaimana ia harus buang air. Pasien akan tidur, makan, hingga buang air di tempat yang sama hingga tidak bergerak sama sekali atau hanya berbaring saja di tempat tidur.
Kondisi tersebut tentu akan menimbulkan beragam komplikasi kesehatan lainnya seperti radang paru-paru. "Penyakit penyerta ini yang kemungkinan bisa menyebabkan penderita alzheimer meninggal," ungkap Nino.
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.