Putar Otak Menyiasati Kenaikan Harga Kebutuhan Pokok
02 April 2022 |
18:37 WIB
Kenaikan harga minyak goreng beberapa waktu lalu, disusul kemudian dengan kenaikan bahan bakar minyak jenis Pertamax, pajak pertambahan nilai (PPN) pada awal bulan ini, membuat masyarakat harus memutar otak dalam mengelola keuangan agar tidak tekor. Apalagi pada saat yang sama, harga-harga kebutuhan pokok diperkirakan akan merangkak seiring Ramadan.
Janitia Amirah Jasmine, karyawan swasta hanya bisa pasrah menghadapi kondisi ini. Menurutnya kenaikan bahan-bahan terutama minyak goreng memiliki pengaruh pada kebiasaan memasak dan bisnis kulinernya yang harus vakum atau berhenti sementara. Pasalnya, minyak goreng merupakan bahan utama yang digunakan dalam bisnis kuliner rumahannya.
Dia menuturkan bahwa penggunaan minyak goreng juga menjadi lebih sedikit dan upaya penghematan bahan lebih banyak dilakukan sebagai cara untuk menghadapi kenaikan bahan, terutama minyak goreng.
Hal yang sama juga dikeluhkan oleh Carolina yang bekerja sebagai ibu rumah tangga dan karyawan swasta yang mengelola UMKM kuliner. Selain berdampak pada penjualannya, kenaikan bahan-bahan dan PPN yang melonjak juga berdampak pada pesanan yang lebih sepi dan cenderung berisiko rugi.
"Dengan melonjaknya harga-harga tersebut, apabila ada pemesanan di bawah standar jumlah penjualan [maka] hasilnya bukan ada untung dan justru bisa merugikan," tambahnya.
Selain UMKM, pengusaha bahan makanan Vincentius Paduatama juga mengeluhkan dampak dari kenaikan yang terjadi saat ini. Dia mengatakan bahwa kenaikan yang terjadi saat ini berdampak pada perubahan harga karena adanya negosiasi dari pihak konsumen saat persiapan penyesuaian harga sekitar satu bulan lalu.
"Beberapa PT [Perseroan Terbatas] minta keringanan harga, jadi satu persennya itu saya yang tanggung. Tapi akhirnya setelah negosiasi, akhirnya harga [yang sudah disesuaikan] turun sebesar 0,5 persen dari saya mau tidak mau," jelasnya.
Sebagai dampaknya, dia akhirnya harus menanggung separuh lain dari kenaikan PPN tersebut untuk bahan-bahan yang dijual ke PT, sedangkan untuk pelanggan yang menjual bahannya kembali di pasar justru tidak terdampak pada kenaikan tersebut.
Editor: Dika Irawan
Janitia Amirah Jasmine, karyawan swasta hanya bisa pasrah menghadapi kondisi ini. Menurutnya kenaikan bahan-bahan terutama minyak goreng memiliki pengaruh pada kebiasaan memasak dan bisnis kulinernya yang harus vakum atau berhenti sementara. Pasalnya, minyak goreng merupakan bahan utama yang digunakan dalam bisnis kuliner rumahannya.
Dia menuturkan bahwa penggunaan minyak goreng juga menjadi lebih sedikit dan upaya penghematan bahan lebih banyak dilakukan sebagai cara untuk menghadapi kenaikan bahan, terutama minyak goreng.
Hal yang sama juga dikeluhkan oleh Carolina yang bekerja sebagai ibu rumah tangga dan karyawan swasta yang mengelola UMKM kuliner. Selain berdampak pada penjualannya, kenaikan bahan-bahan dan PPN yang melonjak juga berdampak pada pesanan yang lebih sepi dan cenderung berisiko rugi.
"Dengan melonjaknya harga-harga tersebut, apabila ada pemesanan di bawah standar jumlah penjualan [maka] hasilnya bukan ada untung dan justru bisa merugikan," tambahnya.
Selain UMKM, pengusaha bahan makanan Vincentius Paduatama juga mengeluhkan dampak dari kenaikan yang terjadi saat ini. Dia mengatakan bahwa kenaikan yang terjadi saat ini berdampak pada perubahan harga karena adanya negosiasi dari pihak konsumen saat persiapan penyesuaian harga sekitar satu bulan lalu.
"Beberapa PT [Perseroan Terbatas] minta keringanan harga, jadi satu persennya itu saya yang tanggung. Tapi akhirnya setelah negosiasi, akhirnya harga [yang sudah disesuaikan] turun sebesar 0,5 persen dari saya mau tidak mau," jelasnya.
Sebagai dampaknya, dia akhirnya harus menanggung separuh lain dari kenaikan PPN tersebut untuk bahan-bahan yang dijual ke PT, sedangkan untuk pelanggan yang menjual bahannya kembali di pasar justru tidak terdampak pada kenaikan tersebut.
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.