Cloud Gaming Punya Potensi Besar di Indonesia, Ini Alasannya
02 April 2022 |
13:50 WIB
Pada November 2019, raksasa teknologi Google akhirnya mengumumkan proyek layanan gim berbasis awan (cloud gaming) yang dikembangkan perusahaan dengan nama Stadia, yang sebelumnya dikenal sebagai Project Stream.
Stadia bukan produk layanan cloud gaming pertama yang diluncurkan di dunia, tapi perusahaan mesin pencari itu membawa inovasi tersebut kembali ke arus utama dan ke tingkatan yang lebih tinggi lagi.
Kita mungkin familiar dengan nama-nama seperti NVIDIA GeForce Now, PlayStation Now, Shadow, Vortex, Amazon Luna, dan yang lainnya sebagai platform layanan gim berbasis awan. Layanan ini juga terus tumbuh dan berkembang.
Firma riset Newzoo menyatakan bahwa pasar global layanan ini tumbuh dari US$669 juta pada 2020 menjadi US$1,57 miliar pada 2021. Angka ini juga diprediksi terus naik hingga US$6,5 miliar pada 2024 mendatang, yang saat itu akan menangkap sekitar 3% pasar gim global.
Layanan cloud gaming pada dasarnya menawarkan satu hal utama kepada para gamers, yakni memainkan gim apa pun di perangkat apa pun selama itu terhubung ke internet dan dilengkapi dengan layar. Misalnya, ponsel pintar, laptop komputer, atau televisi.
Cara kerjanya, alih-alih menjalankan gim di perangkat keras yang dimiliki, lananan ini menjalankannya di server platform yang didukung dengan memori grafis kelas atas.
Prediksi global soal penetrasi yang makin tinggi di masa depan, juga diyakini bakal terjadi di Indonesia. Adam Ardisasmita, Vice President Asosiasi Game Indonesia, yakin bahwa layanan gim berbasis awan akan menjadi bagian penting dari masa depan industri gim dalam negeri.
Menurutnya, ada berbagai keuntungan yang bisa didapatkan para pengembang dan penerbit serta pencinta gim dari layanan semacam ini. Bagi gamers, ini memungkinkan mereka untuk memainkan gim tanpa perlu perangkat yang andal.
Selain itu, pemain gim juga bisa merasakan pengalaman bermain di layar apa pun yang dimiliki. Ini memudahkan orang untuk berpindah dari smartphone ke laptop atau desktop dengan lebih mulus.
Sementara itu, bagi para pengembang dan penerbit gim, layanan cloud gaming bisa menjadi medium baru untuk mendistribusikan karya mereka. Ini menjadi penting mengingat upaya porting ke platform seperti perangkat seluler, komputer, atau konsol adalah pekerjaan yang tidak mudah.
Hanya saja, Adam menuturkan ada beberapa hal yang masih menjadi catatan. Pertama, model bisnis yang masih belum establish. Mengingat ini merupakan fenomena yang cukup baru, bahkan di tingkat global, isu ekonomi di dalamnya masih perlu diperhatikan.
Kedua, isu mengenai akses internet. Cloud gaming, sangat bergantung pada kecepatan internet untuk mengakses gim yang berada di server pemilik platform. Jika jaringannya tidak baik, pengalaman bermain pun akan terdampak.
Izzuddin Al Azzam, CEO Gameqoo - penyedia layanan gim berbasis awan lokal - menyatakan bahwa apa yang disampaikan terkait tantangan pengembangan layanan ini adalah valid. Sebagai sebuah medium baru, layanan ini masih mencari bentuk terbaiknya.
Ini termasuk bisnis model yang digunakan. Menurutnya, salah satu kelebihan dari platform gim berbasis awan adalah jumlah pengguna yang tinggi dengan sistem berlangganan yang lebih murah. Ini menjadi trade-off dari gim umum yang punya harga jual tinggi.
Sementara untuk urusan internet, dia mengatakan bahwa kebanyakan penyedia layanan ini berada di bawah naungan perusahaan telekomunikasi - Gameqoo merupakan bagian dari Telkom - untuk memaksimalkan jaringan dan koneksi internet.
Selain itu, ada juga hal-hal teknis lain seperti proses video decoding yang diminimalkan dan dihadirkannya dedicated bandwidth untuk dapat menciptakan pengalaman bermain yang lebih stabil dan memuaskan.
Azzam optimistis bahwa cloud gaming untuk saat ini bisa menjadi alternatif bagi penerbit dan pemain gim sebagai tempat bertemu baru. Bukan tidak mungkin, layanan ini juga ke depan akan semakin besar dan menjadi salah satu arus utama industri gim.
Editor : Dika Irawan
Stadia bukan produk layanan cloud gaming pertama yang diluncurkan di dunia, tapi perusahaan mesin pencari itu membawa inovasi tersebut kembali ke arus utama dan ke tingkatan yang lebih tinggi lagi.
Kita mungkin familiar dengan nama-nama seperti NVIDIA GeForce Now, PlayStation Now, Shadow, Vortex, Amazon Luna, dan yang lainnya sebagai platform layanan gim berbasis awan. Layanan ini juga terus tumbuh dan berkembang.
Firma riset Newzoo menyatakan bahwa pasar global layanan ini tumbuh dari US$669 juta pada 2020 menjadi US$1,57 miliar pada 2021. Angka ini juga diprediksi terus naik hingga US$6,5 miliar pada 2024 mendatang, yang saat itu akan menangkap sekitar 3% pasar gim global.
Layanan cloud gaming pada dasarnya menawarkan satu hal utama kepada para gamers, yakni memainkan gim apa pun di perangkat apa pun selama itu terhubung ke internet dan dilengkapi dengan layar. Misalnya, ponsel pintar, laptop komputer, atau televisi.
Cara kerjanya, alih-alih menjalankan gim di perangkat keras yang dimiliki, lananan ini menjalankannya di server platform yang didukung dengan memori grafis kelas atas.
Prediksi global soal penetrasi yang makin tinggi di masa depan, juga diyakini bakal terjadi di Indonesia. Adam Ardisasmita, Vice President Asosiasi Game Indonesia, yakin bahwa layanan gim berbasis awan akan menjadi bagian penting dari masa depan industri gim dalam negeri.
Menurutnya, ada berbagai keuntungan yang bisa didapatkan para pengembang dan penerbit serta pencinta gim dari layanan semacam ini. Bagi gamers, ini memungkinkan mereka untuk memainkan gim tanpa perlu perangkat yang andal.
Selain itu, pemain gim juga bisa merasakan pengalaman bermain di layar apa pun yang dimiliki. Ini memudahkan orang untuk berpindah dari smartphone ke laptop atau desktop dengan lebih mulus.
“Jadi ini bisa menghapus barrier orang yang tidak punya device. Ini akan membuka ruang baru bagi gamers,” katanya.
Sementara itu, bagi para pengembang dan penerbit gim, layanan cloud gaming bisa menjadi medium baru untuk mendistribusikan karya mereka. Ini menjadi penting mengingat upaya porting ke platform seperti perangkat seluler, komputer, atau konsol adalah pekerjaan yang tidak mudah.
Hanya saja, Adam menuturkan ada beberapa hal yang masih menjadi catatan. Pertama, model bisnis yang masih belum establish. Mengingat ini merupakan fenomena yang cukup baru, bahkan di tingkat global, isu ekonomi di dalamnya masih perlu diperhatikan.
Kedua, isu mengenai akses internet. Cloud gaming, sangat bergantung pada kecepatan internet untuk mengakses gim yang berada di server pemilik platform. Jika jaringannya tidak baik, pengalaman bermain pun akan terdampak.
Izzuddin Al Azzam, CEO Gameqoo - penyedia layanan gim berbasis awan lokal - menyatakan bahwa apa yang disampaikan terkait tantangan pengembangan layanan ini adalah valid. Sebagai sebuah medium baru, layanan ini masih mencari bentuk terbaiknya.
Ini termasuk bisnis model yang digunakan. Menurutnya, salah satu kelebihan dari platform gim berbasis awan adalah jumlah pengguna yang tinggi dengan sistem berlangganan yang lebih murah. Ini menjadi trade-off dari gim umum yang punya harga jual tinggi.
Sementara untuk urusan internet, dia mengatakan bahwa kebanyakan penyedia layanan ini berada di bawah naungan perusahaan telekomunikasi - Gameqoo merupakan bagian dari Telkom - untuk memaksimalkan jaringan dan koneksi internet.
Selain itu, ada juga hal-hal teknis lain seperti proses video decoding yang diminimalkan dan dihadirkannya dedicated bandwidth untuk dapat menciptakan pengalaman bermain yang lebih stabil dan memuaskan.
Azzam optimistis bahwa cloud gaming untuk saat ini bisa menjadi alternatif bagi penerbit dan pemain gim sebagai tempat bertemu baru. Bukan tidak mungkin, layanan ini juga ke depan akan semakin besar dan menjadi salah satu arus utama industri gim.
“Yakin, nantinya tech giant [company] akan masuk, kita inginnya [Indonesia] jangan hanya jadi pasar saja tapi pemainnya juga. Mumpung pemain luar belum banyak masuk, produk lokal harus punya posisi strategis,” katanya.
Editor : Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.