Kenali Kanker Ovarium Dengan 10 Jari
13 January 2022 |
17:01 WIB
Kesadaran deteksi dini kanker ovarium penting dilakukan para perempuan, terutama jika memiliki riwayat keluarga. Hal ini dilakukan agar dapat penanganan tepat sehingga bisa meminimalisir risiko kekambuhan maupun kematian yang dihadapi karena penyakit tersebut.
Berdasarkan data terakhir dari Global Burden of Cancer Study (Globocan), pada 2020, Indonesia mencatat 14.896 kasus baru kanker ovarium. Hal tersebut membuat kanker ovarium menempati urutan lima teratas dari kanker yang khusus terjadi pada perempuan. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa satu dari 78 wanita berisiko menderita kanker ovarium dalam hidup mereka.
Ovarium yang berukuran sebesar biji kenari ini merupakan bagian dari sistem reproduksi wanita. Ovarium berfungsi menghasilkan sel telur tiap bulan (mulai dari masa pubertas hingga menopause), serta memproduksi hormon estrogen dan progesteron.
Ketua Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI) dr. Brahmana Askandar, mengatakan kanker ovarium merupakan salah satu kanker yang dikenal sebagai silent killer bagi kaum perempuan karena penyakit tersebut tidak menunjukkan gejala apapun di stadium awal.
“Karena tidak ada keluhan apa-apa, haid normal, indung telur tetap bereproduksi saat masih stadium awal,” ujarnya dalam diskusi virtual yang digelar AstraZeneca Indonesia bekerja sama dengan Cancer Information and Support Center (CISC), Kamis (13/1/2022).
Sayangnya, hanya 20 persen dari kanker ovarium yang terdeteksi pada stadium awal. Padahal jika ditemukan lebih dini, 94 persen pasien dapat hidup lebih dari 5 tahun setelah didiagnosis. “Harapan hidupnya besar jika terdeteksi dini,” tegasnya.
Oleh karena itu, Brahmana menegaskan penting bagi perempuan di Indonesia untuk mengetahui faktor risiko dan gejala kanker tersebut. Selain itu, mereka yang sudah terdiagnosis kanker ovarium, sebaiknya tetap mengontrol kondisi mereka dengan menemui dokter secara rutin dan menemukan terapi yang tepat untuk menghadapi penyakit tersebut agar kualitas hidup mereka semakin baik.
Dalam upaya mengedukasi atau mengenalkan kanker ovarium, AstraZeneca, CISC, dan POGI mengenalkan kampanye 10 jari. Angka 10 berarti terdapat enam faktor risiko dan empat tanda kanker ovarium.
Adapun enam faktor risiko kanker ovarium di antaranya memiliki riwayat kista endometrium, memiliki riwayat keluarga dengan kanker ovarium dan/atau kanker payudara, mutasi genetik (misalnya mutasi gen BRCA), paritas atau angka kelahiran rendah, gaya hidup yang buruk hingga menyebabkan obesitas, dan pertambahan usia.
Sedangkan empat tanda kanker ovarium adalah kembung, nafsu makan berkurang, sering buang air kecil, dan nyeri panggul atau perut. “Tanda ini muncul ketika kanker ovarium sudah stadium lanjut. Empat gejala ini harus dikontrol untuk memastikan apakah kanker ovarium atau tidak,” tegas Brahmana.
Editor: Indyah Sutriningrum
Berdasarkan data terakhir dari Global Burden of Cancer Study (Globocan), pada 2020, Indonesia mencatat 14.896 kasus baru kanker ovarium. Hal tersebut membuat kanker ovarium menempati urutan lima teratas dari kanker yang khusus terjadi pada perempuan. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa satu dari 78 wanita berisiko menderita kanker ovarium dalam hidup mereka.
Ovarium yang berukuran sebesar biji kenari ini merupakan bagian dari sistem reproduksi wanita. Ovarium berfungsi menghasilkan sel telur tiap bulan (mulai dari masa pubertas hingga menopause), serta memproduksi hormon estrogen dan progesteron.
Ketua Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI) dr. Brahmana Askandar, mengatakan kanker ovarium merupakan salah satu kanker yang dikenal sebagai silent killer bagi kaum perempuan karena penyakit tersebut tidak menunjukkan gejala apapun di stadium awal.
“Karena tidak ada keluhan apa-apa, haid normal, indung telur tetap bereproduksi saat masih stadium awal,” ujarnya dalam diskusi virtual yang digelar AstraZeneca Indonesia bekerja sama dengan Cancer Information and Support Center (CISC), Kamis (13/1/2022).
Sayangnya, hanya 20 persen dari kanker ovarium yang terdeteksi pada stadium awal. Padahal jika ditemukan lebih dini, 94 persen pasien dapat hidup lebih dari 5 tahun setelah didiagnosis. “Harapan hidupnya besar jika terdeteksi dini,” tegasnya.
Oleh karena itu, Brahmana menegaskan penting bagi perempuan di Indonesia untuk mengetahui faktor risiko dan gejala kanker tersebut. Selain itu, mereka yang sudah terdiagnosis kanker ovarium, sebaiknya tetap mengontrol kondisi mereka dengan menemui dokter secara rutin dan menemukan terapi yang tepat untuk menghadapi penyakit tersebut agar kualitas hidup mereka semakin baik.
Dalam upaya mengedukasi atau mengenalkan kanker ovarium, AstraZeneca, CISC, dan POGI mengenalkan kampanye 10 jari. Angka 10 berarti terdapat enam faktor risiko dan empat tanda kanker ovarium.
Adapun enam faktor risiko kanker ovarium di antaranya memiliki riwayat kista endometrium, memiliki riwayat keluarga dengan kanker ovarium dan/atau kanker payudara, mutasi genetik (misalnya mutasi gen BRCA), paritas atau angka kelahiran rendah, gaya hidup yang buruk hingga menyebabkan obesitas, dan pertambahan usia.
Sedangkan empat tanda kanker ovarium adalah kembung, nafsu makan berkurang, sering buang air kecil, dan nyeri panggul atau perut. “Tanda ini muncul ketika kanker ovarium sudah stadium lanjut. Empat gejala ini harus dikontrol untuk memastikan apakah kanker ovarium atau tidak,” tegas Brahmana.
Editor: Indyah Sutriningrum
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.