Intip Peluang UKM di Pasar Global Menurut Studi Terbaru UOB
15 June 2025 |
07:46 WIB
Pelaku usaha kecil menengah (UKM) di Indonesia tetap memiliki ekspektasi besar untuk ekspansi di pasar internasional di tengah dinamika global kian menantang. Tren digitalisasi dan keberlanjutan telah mendorong peluang pertumbuhan UKM dan korporasi untuk terus mendiversifikasi bisnisnya ke luar negeri.
Berdasarkan temuan UOB Business Outlook Study 2025 (SMEs and Large Enterprises), separuh pelaku usaha di Indonesia masih optimistis meski menghadapi tekanan ekonomi global, seperti inflasi yang meningkat dan dampak dari tarif impor baru dari AS. Alasannya, fokus utama dunia usaha kini tertuju pada transformasi digital, keberlanjutan, dan ekspansi pasar internasional.
Baca juga: 7 Alasan Venture Debt Jadi Alternatif Pendanaan Bisnis UKM
Studi yang melibatkan lebih dari 535 responden pelaku UKM dan korporasi di Indonesia ini, memberikan gambaran komprehensif mengenai bagaimana para pemimpin bisnis menyikapi situasi yang terus berubah. Sentimen bisnis menunjukkan hasil yang beragam, terutama pascapengumuman tarif baru AS pada April 2025.
Hasil studi menunjukkan, satu dari dua pelaku usaha masih optimistis terhadap prospek bisnis 2025, meski turun drastis dari 90 persen pada tahun sebelumnya. Optimisme keseluruhan pun menurun, dengan sedikit lebih dari separuh perusahaan yang masih melihat prospek positif.
Faktor yang memengaruhinya antara lain biaya operasional yang meningkat, inflasi, dan suku bunga tinggi menjadi kekhawatiran utama. Diketahui pula sebesar 51 persen pelaku usaha memperkirakan inflasi akan terus naik, dan 52 persen memprediksi kenaikan signifikan pada harga bahan baku. Sebagai respons, banyak perusahaan kini meninjau kembali strategi bisnisnya dan mendiversifikasi sumber pendapatan.
Harapman Kasan, Direktur Wholesale Banking UOB Indonesia menyampaikan bahwa study ini menunjukkan ketahanan dan kemampuan adaptasi dunia usaha Indonesia di tengah perubahan global.
"Meski ada kehati-hatian akibat faktor eksternal seperti tarif AS, kami melihat komitmen kuat terhadap digitalisasi dan praktik berkelanjutan. Dalam situasi seperti ini, efisiensi, daya saing, dan investasi menjadi kunci," katanya dalam publikasi resmi UOB Indonesia.
Dalam riset tersebut, UOB memberikan sejumlah tinjauan utama yang dapat menjadi panduan dalam menjalankan strategi pertumbuhan menghadapi dinamika global yang kian menantang.
Digitalisasi terus menjadi prioritas utama bagi pelaku usaha dalam meningkatkan efisiensi operasional dan mendorong pertumbuhan. Studi menunjukkan dua dari tiga perusahaan berencana meningkatkan belanja digital sebesar 10–25 persen di 2025, bahkan satu dari lima perusahaan merencanakan kenaikan hingga 50 persen.
Fokus utama dari digitalisasi tahun ini adalah perlindungan dan keamanan data yang lebih baik, sementara performa bisnis tetap stabil. Adopsi teknologi finansial juga sangat tinggi, dengan 94 persen perusahaan telah atau berencana menggunakan teknologi finansial, terutama untuk keperluan investasi, keuangan, dan akuntansi.
Pascapengumuman tarif baru AS, lebih dari separuh pelaku usaha (baik skala kecil 56 persen, maupun skala menengah 64 persen) mulai mengimplementasikan inisiatif keberlanjutan. Sektor Barang Konsumen (67 persen) dan Manufaktur (59 persen) menjadi pelopor dalam adopsi ini.
Faktor pendorongnya meliputi reputasi brand, tuntutan konsumen, daya tarik investor, dan kesesuaian dengan standar ESG perusahaan multinasional. Namun, tantangan utama masih berupa tingginya biaya produk dan keterbatasan infrastruktur energi terbarukan.
Meskipun perdagangan global tengah menghadapi tantangan, mayoritas pelaku usaha memperkirakan perdagangan intra-Asean akan terus tumbuh sebagai dampak dari tarif baru AS. Lebih dari setengah perusahaan juga berencana mempercepat ekspansi internasional mereka untuk memanfaatkan peluang global.
Perusahaan menengah serta pelaku di sektor kesehatan dan perdagangan wholesale menunjukkan niat ekspansi paling tinggi. Langkah ini juga didorong oleh keinginan untuk mengurangi risiko usaha melalui diversifikasi pasar.
Masalah tenaga kerja masih menjadi tantangan bagi delapan dari 10 pelaku usaha. Sekitar sepertiga perusahaan memperkirakan tekanan ini akan meningkat signifikan setelah pemberlakuan tarif baru dari AS, terutama karena inflasi dan lonjakan biaya operasional.
Sebagai informasi, UOB Business Outlook Study 2025 (SMEs and Large Enterprises) bertujuan untuk memahami ekspektasi bisnis dari UKM hingga korporasi di tujuh pasar utama di Asean dan China – yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, China Daratan, dan Hong Kong SAR.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Berdasarkan temuan UOB Business Outlook Study 2025 (SMEs and Large Enterprises), separuh pelaku usaha di Indonesia masih optimistis meski menghadapi tekanan ekonomi global, seperti inflasi yang meningkat dan dampak dari tarif impor baru dari AS. Alasannya, fokus utama dunia usaha kini tertuju pada transformasi digital, keberlanjutan, dan ekspansi pasar internasional.
Baca juga: 7 Alasan Venture Debt Jadi Alternatif Pendanaan Bisnis UKM
Studi yang melibatkan lebih dari 535 responden pelaku UKM dan korporasi di Indonesia ini, memberikan gambaran komprehensif mengenai bagaimana para pemimpin bisnis menyikapi situasi yang terus berubah. Sentimen bisnis menunjukkan hasil yang beragam, terutama pascapengumuman tarif baru AS pada April 2025.
Hasil studi menunjukkan, satu dari dua pelaku usaha masih optimistis terhadap prospek bisnis 2025, meski turun drastis dari 90 persen pada tahun sebelumnya. Optimisme keseluruhan pun menurun, dengan sedikit lebih dari separuh perusahaan yang masih melihat prospek positif.
Faktor yang memengaruhinya antara lain biaya operasional yang meningkat, inflasi, dan suku bunga tinggi menjadi kekhawatiran utama. Diketahui pula sebesar 51 persen pelaku usaha memperkirakan inflasi akan terus naik, dan 52 persen memprediksi kenaikan signifikan pada harga bahan baku. Sebagai respons, banyak perusahaan kini meninjau kembali strategi bisnisnya dan mendiversifikasi sumber pendapatan.
Harapman Kasan, Direktur Wholesale Banking UOB Indonesia menyampaikan bahwa study ini menunjukkan ketahanan dan kemampuan adaptasi dunia usaha Indonesia di tengah perubahan global.
"Meski ada kehati-hatian akibat faktor eksternal seperti tarif AS, kami melihat komitmen kuat terhadap digitalisasi dan praktik berkelanjutan. Dalam situasi seperti ini, efisiensi, daya saing, dan investasi menjadi kunci," katanya dalam publikasi resmi UOB Indonesia.
Dalam riset tersebut, UOB memberikan sejumlah tinjauan utama yang dapat menjadi panduan dalam menjalankan strategi pertumbuhan menghadapi dinamika global yang kian menantang.
1. Digitalisasi jadi kunci efisiensi
Digitalisasi terus menjadi prioritas utama bagi pelaku usaha dalam meningkatkan efisiensi operasional dan mendorong pertumbuhan. Studi menunjukkan dua dari tiga perusahaan berencana meningkatkan belanja digital sebesar 10–25 persen di 2025, bahkan satu dari lima perusahaan merencanakan kenaikan hingga 50 persen. Fokus utama dari digitalisasi tahun ini adalah perlindungan dan keamanan data yang lebih baik, sementara performa bisnis tetap stabil. Adopsi teknologi finansial juga sangat tinggi, dengan 94 persen perusahaan telah atau berencana menggunakan teknologi finansial, terutama untuk keperluan investasi, keuangan, dan akuntansi.
2. Keberlanjutan menjadi strategi utama
Pascapengumuman tarif baru AS, lebih dari separuh pelaku usaha (baik skala kecil 56 persen, maupun skala menengah 64 persen) mulai mengimplementasikan inisiatif keberlanjutan. Sektor Barang Konsumen (67 persen) dan Manufaktur (59 persen) menjadi pelopor dalam adopsi ini. Faktor pendorongnya meliputi reputasi brand, tuntutan konsumen, daya tarik investor, dan kesesuaian dengan standar ESG perusahaan multinasional. Namun, tantangan utama masih berupa tingginya biaya produk dan keterbatasan infrastruktur energi terbarukan.
3. Ekspansi global sebagai strategi pertumbuhan
Meskipun perdagangan global tengah menghadapi tantangan, mayoritas pelaku usaha memperkirakan perdagangan intra-Asean akan terus tumbuh sebagai dampak dari tarif baru AS. Lebih dari setengah perusahaan juga berencana mempercepat ekspansi internasional mereka untuk memanfaatkan peluang global. Perusahaan menengah serta pelaku di sektor kesehatan dan perdagangan wholesale menunjukkan niat ekspansi paling tinggi. Langkah ini juga didorong oleh keinginan untuk mengurangi risiko usaha melalui diversifikasi pasar.
4. Tantangan ketenagakerjaan masih tinggi
Masalah tenaga kerja masih menjadi tantangan bagi delapan dari 10 pelaku usaha. Sekitar sepertiga perusahaan memperkirakan tekanan ini akan meningkat signifikan setelah pemberlakuan tarif baru dari AS, terutama karena inflasi dan lonjakan biaya operasional.Sebagai informasi, UOB Business Outlook Study 2025 (SMEs and Large Enterprises) bertujuan untuk memahami ekspektasi bisnis dari UKM hingga korporasi di tujuh pasar utama di Asean dan China – yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, China Daratan, dan Hong Kong SAR.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.