Wamendiktisaintek Stella Christie. (Sumber gambar: laman resmi Kemdiktisaintek)

Begini Respons Kemdiktisaintek Usai Pemerintah AS Setop Penerbitan Visa Mahasiswa Asing

29 May 2025   |   20:00 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemdiktisaintek) merespons kebijakan penghentian penerbitan visa mahasiswa asing oleh pemerintah Amerika Serikat. Hal tersebut disampaikan  Wamendiktisaintek Stella Christie dalam unggahan resmi di akun Instagram Kemdiksaintek, Rabu (28/5/2025) malam.

Dalam video pernyataan tersebut, Stella mengimbau kepada para mahasiswa Indonesia yang berada di Amerika Serikat dengan visa F, M, atau J, untuk tidak bepergian ke luar wilayah AS, hingga ada kepastian lebih lanjut.

Baca juga: Donald Trump Kenakan Tarif 100 Persen untuk Film yang Diproduksi di Luar Amerika Serikat

Stella juga menyebut bahwa Kemdiktisaintek tengah mengupayakan berbagai langkah strategis bagi mahasiswa yang telah menerima Letter of Acceptance (LoA) dan beasiswa dari Kemdiksaintek, untuk memastikan kelanjutan studi mereka.

Beberapa upaya yang sedang ditempuh antara lain menjajaki peluang studi di perguruan tinggi unggulan di negara-negara lain, serta membuka opsi studi di kampus-kampus terbaik dalam negeri. "Kemdiktisaintek terus bekerja keras dan bergerak cepat untuk mengutamakan kelanjutan studi kalian," tegasnya.
 

Sebelumnya, pemerintah Amerika Serikat (AS) menghentikan sementara proses penerbitan visa mahasiswa asing pada Selasa (27/5/2025). Dalam saluran diplomatik internal yang diperoleh media Politico, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Marco Rubio meminta seluruh kedutaan dan konsulat AS di dunia untuk tidak membuka jadwal baru wawancara visa pelajar hingga ada arahan lebih lanjut. 

Padahal, permohonan visa untuk belajar sudah mengalami penumpukan. Langkah tersebut merupakan bagian dari kebijakan pemerintahan Presiden Donald Trump yang tengah memperketat pemeriksaan media sosial para pemohon visa. 

Dalam kebijakan tersebut, AS akan melakukan penyaringan lebih luas terhadap aktivitas daring mahasiswa asing sebelum memberikan izin masuk ke AS. Pemerintah AS dalam waktu dekat akan mengeluarkan panduan baru terkait prosedur pemeriksaan akun media sosial bagi semua pemohon visa pelajar.

"Segera berlaku, sebagai persiapan untuk perluasan penyaringan dan pemeriksaan media sosial yang diwajibkan, bagian konsulat tidak boleh menambah kapasitas janji temu [wawancara] visa pelajar atau pertukaran mahasiswa [F, M, dan J] hingga panduan lebih lanjut dikeluarkan septel, yang akan datang dalam beberapa hari mendatang," demikian bunyi keterangan dari Departemen Luar Negeri AS.

Pemerintah AS juga sebelumnya telah memberlakukan beberapa persyaratan penyaringan media sosial, tetapi sebagian besar ditujukan kepada mahasiswa yang diduga berpartisipasi dalam protes terhadap tindakan Israel di Gaza. Meski demikian, tidak diketahui secara detail apa saja yang diperiksa dari media sosial para mahasiswa. Pemeriksaan ini diberlakukan untuk mengusir teroris dan memerangi antisemitisme.

Jika pemerintah AS resmi menjalankan rencana pengecekan media sosial sebagai syarat penerbitan visa untuk mahasiswa asing, pemrosesan visa pelajar pun dapat melambat drastis. Hal ini juga dapat merugikan banyak universitas yang sangat bergantung pada mahasiswa asing untuk meningkatkan keuangan mereka.

Diketahui, sebagian besar mahasiswa asing di AS mengantongi visa pelajar F-1. Sedangkan Visa J-1 diberikan kepada mahasiswa yang mengikuti program pertukaran atau beasiswa seperti beasiswa Fulbright; profesor yang berpartisipasi dalam program pertukaran; dan pekerja magang. Adapun, Visa M-1 diberikan kepada mahasiswa yang berpartisipasi dalam program pelatihan di AS.

Seorang pejabat AS yang tidak ingin disebut namanya mengatakan bahwa penghentian tersebut bersifat sementara dan tidak berlaku bagi mahasiswa yang telah menjadwalkan wawancara visa mereka, sebagaimana dilansir dari Al Jazeera. Meski begitu, dia tidak bisa memastikan berapa lama penghentian tersebut akan berlangsung.

Sementara itu, Tammy Bruce, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, menolak berkomentar mengenai pernyataan dari Departemen Luar Negeri AS tersebut, tetapi dia mengatakan kepada wartawan dalam momen jumpa pers rutin bahwa AS akan menggunakan “setiap alat” untuk menyaring siapa pun yang ingin memasuki negara tersebut.

"Kami akan terus menggunakan setiap alat yang kami punya untuk menilai siapa saja yang datang ke sini, apakah mereka mahasiswa atau bukan," kata Bruce.

Selama tahun ajaran 2023-2024, jumlah mahasiswa internasional di berbagai lembaga pendidikan AS meningkat ke angka tertinggi sepanjang masa, yakni 1,13 juta, menurut laporan tahunan Open Doors dari Institute of International Education (IIE) dan Departemen Luar Negeri AS.

Angka ini menandai peningkatan sebesar 6,6 persen dalam jumlah mahasiswa internasional yang terdaftar di berbagai perguruan tinggi dan universitas AS dibandingkan tahun sebelumnya.

Menurut laporan Open Doors, 71,5 persen mahasiswa internasional yang terdaftar di AS antara tahun 2023 dan 2024 berasal dari Asia. India menjadi negara dengan jumlah mahasiswa terbanyak yakni 331.602 mahasiswa. Disusul China dengan 277.398 mahasiswa, dan Korea Selatan sebanyak 43.149 mahasiswa. Adapun, dari Eropa, berjumlah 90.600 mahasiswa atau 8 persen dari populasi mahasiswa asing di AS.

Baca juga: Waspada Aturan Visa, Ini Imbauan KBRI untuk Mahasiswa Indonesia di AS

SEBELUMNYA

6 Musisi Beken yang Akan Tampil di BNI Java Jazz Festival 2025 Day 1

BERIKUTNYA

Ragam Koleksi Penuh Makna dalam The Daughters of Eve dari Abineri Ang Designer Workshop

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: