Halalbihalal (Sumber Foto: Freepik)

Sejarah dan Makna Halalbihalal setelah Lebaran sebagai Tradisi Masyarakat Indonesia

08 April 2025   |   18:00 WIB
Image
Kintan Nabila Jurnalis Hypeabis.id

Halalbihalal menjadi tradisi masyarakat Indonesia setelah merayakan Hari Raya Idulfitri. Pada momen tersebut, orang-orang pergi bersilaturahmi ke rumah tetangga, sanak saudara, dan kerabat, lalu bersalam-salaman untuk saling memaafkan 

Pada era modern, kini halalbihalal berkembang menjadi acara open house, di mana sebuah rumah atau instansi mengundang orang-orang untuk datang bersilaturahmi sambil menikmati jamuan makanan dan minuman yang dihidangkan.

Menilik maknanya, kata halalbihalal memang terdengar seperti berasal dari bahasa Arab. Akan tetapi, sebenarnya berasal dari kata serapan 'halal' dengan sisipan 'bi' yang artinya 'dengan' (dalam bahasa Arab) di antara 'halal'.  

Kata halal sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu halla, yang memiliki tiga makna yakni halal al-habi (benang kusut terurai kembali), halla al-maa (air keruh diendapkan), dan halla as-syai (halal sesuatu). 

Baca juga: 10 Tips Membersihkan Rumah Pasca Ditinggal Mudik Lebaran

Berdasarkan ketiga kata tersebut dapat ditarik kesimpulan makna halal bi halal adalah kekusutan, kekeruhan atau kesalahan yang selama ini dapat dihalalkan kembali. Artinya, semua kesalahan melebur, hilang, dan kembali sedia kala. 

Meski demikian, halalbihalal sebenarnya bukanlah tradisi orang Arab, melainkan tradisi yang lahir di Indonesia. Bahkan, kata halalbihalal sudah dibakukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Dalam KBBI, halalbihalal memiliki arti hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan, biasanya diadakan di sebuah tempat (auditorium, aula, dan sebagainya) oleh sekelompok orang.

Di sisi lain, ada sejumlah versi asal usul istilah halalbihalal. Dalam kamus Jawa-Belanda karya Pigeaud 1938, halalbihalal berasal dari kata 'alal behalal' dan 'halal behalal'

Halal behalal berarti dengan salam (datang, pergi) untuk (memohon maaf atas kesalahan kepada orang lebih tua atau orang lainnya setelah puasa (Lebaran, Tahun Baru Jawa). Sementara halal behalal diartikan sebagai dengan salam (datang, pergi) untuk (saling memaafkan di waktu Lebaran).
 

Sejarah Halalbihalal di Indonesia

Sejarah lahirnya istilah halalbihalal, bermula dari pedagang martabak asal India di Taman Sriwedari Solo sekitar 1935-1936. Kala itu, martabak tergolong makanan baru bagi masyarakat Indonesia. Belum banyak orang familiar dengan makanan ini.

Supaya laku, pedagang martabak dibantu oleh pembantu pribuminya untuk mempromosikan dagangannya dengan kata-kata ‘martabak Malabar, halal bin halal, halal bin halal’. Akhirnya sejak saat itu, istilah halalbehalal mulai populer di masyarakat Solo.

Masyarakat kemudian menggunakan istilah ini untuk sebutan seperti pergi ke Sriwedari di hari lebaran atau silaturahmi di hari lebaran. Kegiatan Halalbihalal kemudian berkembang menjadi acara silaturahmi saling bermaafan saat Lebaran.

Ada juga versi lain dari sejarah halalbihalal yang berasal dari KH Abdul Wahab Hasbullah pada 1948. KH Wahab merupakan seorang ulama pendiri Nahdlatul Ulama. Dia memperkenalkan istilah halalbihalal pada Bung Karno sebagai bentuk cara silaturahmi antar-pemimpin politik yang pada saat itu masih memiliki konflik.

Atas saran KH Wahab, pada Hari Raya Idul Fitri sekitar 1948, Bung Karno mengundang seluruh tokoh politik untuk datang ke Istana Negara untuk menghadiri silaturahim yang diberi judul 'Halalbihalal.' 

Para tokoh politik akhirnya duduk satu meja. Mereka mulai menyusun kekuatan dan persatuan bangsa ke depan. Sejak saat itu, berbagai instansi pemerintah di masa pemerintahan Bung Karno menyelenggarakan halalbihalal.

Halalbihalal kemudian diikuti oleh masyarakat Indonesia secara luas, terutama masyarakat muslim di Jawa sebagai pengikut para ulama. Sampai saat ini halalbihalal menjadi tradisi di Indonesia.

Tradisi serupa dengan halalbihalal juga diyakini sudah ada sejak masa Mangkunegara I atau yang dikenal dengan Pangeran Sambernyawa. Setelah salat Idulfitri, Pangeran Sambernyawa mengadakan pertemuan antara raja dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana.

Pada pertemuan ini diadakanlah tradisi sungkem atau saling memaafkan. Semua punggawa dan prajurit dengan tertib melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri. Apa yang dilakukan oleh Pangeran Sambernyawa itu kemudian ditiru oleh organisasi-organisasi Islam, dengan istilah halal bihalal. 

Baca juga: 3 Kreasi Resep Olahan Ketupat Sisa Lebaran, Bisa Jadi Ketoprak atau Pempek

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

SEBELUMNYA

Cek Jadwal dan Daftar Ponsel Samsung yang Dapat Pembaruan One UI 7

BERIKUTNYA

Tip Terhindar dari Pelecehan Seksual saat Menggunakan Commuter Line

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: