Ilustrasi mobil otonom (Sumber gambar: Carter Baran/Unsplash)

Peluang, Hambatan dan Masa Depan Mobil Otonom di Indonesia

01 March 2025   |   14:09 WIB
Image
Indah Permata Hati Jurnalis Hypeabis.id

Kendaraan otonom tengah menjadi sorotan dunia termasuk Indonesia. Sebagai bagian dari transformasi teknologi, mobil tanpa pengemudi ini dianggap sebagai bagian besar dari kendaraan otonom yang diprediksi akan membantu mobilitas manusia di masa depan. pilar utama sistem transportasi masa depan.

Teknologi otonom yang sudah diuji coba di berbagai negara maju menawarkan berbagai keuntungan, antara lain pengurangan biaya operasional dan peningkatan keselamatan berkat minimnya intervensi manusia.

Baca juga: Kapan Mobil Swakemudi Mengaspal di Indonesia? Ini kata Produsen & Pengamat

Data riset McKinsey bahkan memperkirakan bahwa industri kendaraan otonom akan menghasilkan pendapatan global sebesar U$300 miliar hingga US$400 miliar pada 2035.
 
Namun, bagi Indonesia yang saat ini masih dalam tahap adopsi dan pengembangan, potensi tersebut menjadi tantangan sekaligus peluang besar. Regulasi mengenai kendaraan otonom sangat penting untuk memastikan keselamatan, keandalan, dan kepatuhan terhadap standar internasional.

Di negara maju, misalnya, telah ada regulasi yang jelas mengenai pengujian dan penggunaan kendaraan otonom baik di jalan raya maupun untuk transportasi massal.
 
Indonesia yang memiliki kondisi geografis dan demografis yang unik tentu memerlukan pendekatan yang berbeda dan disesuaikan dengan kebutuhan lokal. Indonesia menghadapi tantangan tersendiri dalam pengembangan kendaraan otonom.
 

Tantangan dan Kesiapan Regulasi

Pengamat transportasi Darmaningtyas menilai kendaraan otonom memiliki potensi besar secara teknis, tetapi Indonesia belum siap mengadopsinya secara massal. Tantangan utama terletak pada kondisi lalu lintas yang tidak teratur, kesiapan infrastruktur, serta budaya masyarakat yang belum mendukung teknologi ini.

Menurutnya, kendaraan otonom mungkin sulit beradaptasi dengan lalu lintas padat dan dinamis di Indonesia. Selain itu, masyarakat masih ragu terhadap keselamatan dan keandalan teknologi ini, sehingga adopsi luas masih jauh dari kenyataan.

Meski demikian, Darmaningtyas menekankan pentingnya regulasi sebagai langkah awal. Revisi Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) dapat mengakomodasi kendaraan otonom agar memiliki landasan hukum yang jelas ketika mulai diterapkan. Namun, regulasi saja tidak cukup untuk mendorong pengembangannya tanpa kesiapan infrastruktur dan minat pasar.

“Infrastruktur jalan itu masih sangat jauh. Budaya masyarakat juga belum mendukung,” ungkapnya.

Kondisi jalan di Indonesia, baik di kota besar maupun daerah lain, masih jauh dari standar yang diperlukan untuk kendaraan otonom. Jalan yang tidak teratur dan kurangnya disiplin berlalu lintas dapat menghambat performa teknologi ini, yang bergantung pada data dan pemetaan akurat.

"Alasan lain rendahnya minat masyarakat terhadap kendaraan otonom, selain harga yang tinggi, adalah biaya perawatan serta keandalan teknologi dalam jangka panjang," ujarnya.

Secara keseluruhan, meskipun kendaraan otonom menjanjikan efisiensi dan keamanan, tantangan besar masih harus diatasi sebelum teknologi ini dapat diterapkan secara luas di Indonesia.

 
Teknologi dan Infrastruktur

Pengamat otomotif Agus Purwadi menilai bahwa kondisi lalu lintas yang padat dan tidak teratur menjadi tantangan utama bagi mobil otonom di Indonesia. Banyak pengendara yang berpindah jalur tanpa isyarat, membuat penerapan teknologi ini di kota besar seperti Jakarta sangat sulit.

"Di Indonesia, kondisi lalu lintas sangat padat dan tidak teratur. Kendaraan sering berpindah jalur tanpa isyarat, sehingga mobil otonom akan sulit diterapkan," ujar Agus.

Meski demikian, ia menyebutkan bahwa mobil otonom lebih cocok diterapkan di kawasan dengan lalu lintas terkendali, seperti Ibu Kota Negara (IKN). "Di IKN, sensornya bisa memberikan data yang lebih akurat karena kondisi jalannya lebih terstruktur," jelasnya.

Sebelum kendaraan otonom penuh dapat diterapkan, Agus menilai bahwa teknologi Advanced Driver Assistance Systems (ADAS) lebih realistis untuk saat ini. "Teknologi seperti pengaturan jarak dan pengereman otomatis lebih memungkinkan dibandingkan mobil otonom penuh," tambahnya.

Regulasi juga menjadi faktor penting. Agus menyarankan agar pemerintah mulai menguji kendaraan otonom di jalur khusus seperti busway yang lebih terkontrol. "Di Jakarta, kita bisa mulai dengan jalur busway yang memiliki rute dan jadwal jelas," ujarnya.

Selain regulasi, kesiapan infrastruktur seperti jaringan 5G juga krusial. Mobil otonom memerlukan konektivitas data yang cepat dan stabil agar dapat beroperasi dengan optimal.

Agus melihat potensi besar dalam teknologi ini untuk meningkatkan keselamatan berkendara, tetapi ia juga mengingatkan soal keamanan data dan ancaman peretasan yang harus diantisipasi oleh produsen dan penyedia infrastruktur.

Baca juga: Kapan Mobil Otonom Jadi Kendaraan Mainstream di Indonesia?

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

5 Masalah Kulit yang Sering Dialami Milenial hingga Gen Z

BERIKUTNYA

Mengenal Kopi Excelsa dengan Cita Rasa Manis Alami yang Ada Asamnya

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: