Gempa bumi (Sumber gambar: Unsplash/ Çağlar Oskay)

Ancaman Nyata Gempa Megathrust & Langkah Krusial Penguatan Sosialisasi Mitigasi

19 January 2025   |   21:11 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Sudah sejak lama, sejumlah ahli telah mengemukakan bahwa megathrust atau lindu besar di Indonesia tinggal menunggu waktu. Bahkan, Indonesia tidak hanya memiliki satu, tetapi beberapa segmen megathrust yang sewaktu-waktu bisa lepas.

Gempa megathrust merupakan istilah yang kerap digunakan untuk menyebut lindu besar atau gempa bumi besar yang berasal dari zona megathrust. Secara harafiah, mega memiliki arti besar, sedangkan thrust bermakna sesar sungkup.

Gempa kuat ini punya ciri yang khas, yakni berada di zona pertemuan lempeng tektonik yang mengalami dorongan atau tekanan. Efek besarnya ialah dapat memicu tsunami atau smong.

Baca Juga: Pastikan Hunian Tahan Gempa, Cek 7 Hal Penting Ini pada Struktur Rumah

Direktur Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan Indonesia memang menjadi negara yang dikelilingi oleh tidak hanya satu, tetapi beberapa segmen megathrust sekaligus. Hal ini tak lepas dari posisi Indonesia yang berada di wilayah tatanan tektonik yang kompleks.

Setidaknya ada dua penyebabnya. Pertama, wilayah negara ini berada di konvergensi lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia dengan laju pergeseran sekitar 50-70mm per tahun. Kemudian, wilayah ini juga menjadi zona subduksi yang secara aktif menghasilkan gempa besar dengan prediksi magnitudo lebih dari 7.

“Megathrust dapat dianalogikan sebagai sesar dengan dorongan naik yang sangat besar, karena mampu mengakumulasikan energi medan tegangan gempa besar. Ini kemudian memicu gempa kuat yang menimbulkan rekahan panjang dan bidang pergeseran luas,” ucapnya dalam diskusi daring Memahami Megathrust: Menghadapi Ancaman Membangun Ketangguhan, Minggu (19/1/2025).

Daryono mengatakan potensi megathrust di Indonesia cukup kompleks. Meski memiliki beberapa segmen megathrust, sebenarnya hampir sebagian besar telah melepaskan energi besar. Kendati demikian, ada beberapa yang masih berada di kondisi seismic grap.

Seismic grap adalah zona sumber gempa aktif, tetapi belum terjadi gempa besar dalam rentang puluhan hingga ratusan tahun terakhir. Diyakini, wilayah ini sedang dalam proses akumulasi energi gempa.

Menurut catatan sejarah gempa besar di Indonesia, Daryono menyebut wilayah Selatan Banten dan Selat Sunda jadi zona yang telah mengalami kekosongan gempa besar cukup lama. Gempa besar di wilayah ini tercatat pada 1757 atau 267 tahun yang lalu.

Kemudian, wilayah Mentawai-Siberut juga diketahui telah mengalami kekosongan gempa besar yang cukup lama, terakhir terjadi pada 1797 atau sekitar 227 tahun.

“Kedua zona seismic gap ini ke depan patut diwaspadai dengan upaya mitigasi konkret. Sebab, gempa besar di zona seismic gap ini dapat terjadi kapan saja dan belum dapat diprediksi kapan terjadinya,” imbuhnya.


Monitoring Secara Berkala


Meski belum dapat diprediksi kapan terjadinya, bukan berarti proses monitoring tidak dilakukan. Sebab, fenomena alam selalu menunjukkan tanda-tanda khusus sebelum muncul sebuah kejadian besar.

Begitu pula dengan megathrust. Daryono menyebut gempa megathrust dengan kekuatan di atas 8 magnitudo hampir pasti dapat diamati foreshock-nya

Foreshock adalah gempa pendahuluan yang terjadi sebelum gempa utama. Gempa ini memiliki magnitudo yang lebih kecil dibandingkan gempa utama. 

Dirinya lantas mencontohkan kejadian gempa besar dan tsunami di Tohoku, Jepang, dengan kekuatan sebesar 9 magnitudo pada 2011 lalu. Daryono menyebut kejadian gempa besar di Tohoku terjadi pada 11 Maret 2011.

Namun, sebenarnya aktivitas foreshock-nya sudah teramati sejak 18 Januari 2011. Kemudian, foreshock kembali muncul pada 15 Februari 2011, 22 Februari 2011, 1 Maret 2011, dan beberapa tanggal lain sebelum ke puncak gempa.

Total, terdapat 12 rangkaian gempa yang terjadi kala itu. Mendekati hari H puncak gempa, aktivitas foreshock makin meningkat. Menurutnya, gejala seperti ini dapat menjadi petunjuk penting.

Untuk meningkatkan pencatatan data, saat ini BMKG telah melengkapi sistem monitoring dan peringatan dini tsunami di Sumatera Barat. Total terdapat 33 sensor gempa, 6 sensor muka laut, 5 sirine tsunami, dan 22 alat penerima peringatan dini tsunami.
 


Prioritas Mitigasi


Sementara itu, Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid mengatakan ancaman gempa megathrust memang sangat nyata. Namun, kapan persis kejadiannya, masih sulit diprediksi.

Oleh karena itu, mitigasi mesti jadi prioritas dan diperkuat untuk mencegah jatuhnya korban jiwa maupun kerugian sosial ekonomi. Saat ini Badan Geologi mengambil peran penting menyediakan berbagai upaya mitigasi.

Hal itu misalnya terwujud melalui penyediaan data dasar berupa peta Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi (KRBG) dan peta Kawasan Rawan Bencana Tsunami (KRBT). Selain itu, diadakan pula kegiatan sosialisasi dan simulasi gempa bumi dan tsunami di daerah dekat sumber gempa.

Pihaknya juga selalu mendorong kepada pemerintah daerah untuk memanfaatkan data dari Badan Geologi, terutama dalam penataan ruang. “Sayangnya, pemanfaatan data yang ada sifatnya ini memang tidak mengikut, kami tengah mendorong UU Geologi agar lebih punya kekuatan,” imbuhnya.

Wafid bercerita dirinya ketika 2012 telah mengeluarkan data terkait dengan potensi likufaksi di Palu. Kala itu, ada beberapa zona merah di sana. Namun, karena informasi tidak mengikat, maka seolah itu menjadi berlalu begitu saja.

Padahal, jika data tersebut direspons dan dimasukkan ke dalam kebijakan penataan ruang, tentu hasilnya bisa mengurangi dampak yang ada. Oleh karena itu, dengan UU Geologi nanti, dirinya berharap data geologi benar-benar menjadi acuan kepala daerah dalam memandang wilayah kebencanaannya.

Sementara itu, Daryono menambahkan bahwa mitigasi penting untuk diketahui dan diterapkan melalui simulasi berkala. Dengan demikian, ketika terjadi ada reaksi yang cepat dan tepat dari masyarakat maupun pemangku kebijakan.

Ada beberapa hal penting yang perlu dipahami. Mulai dari memahami potensi ancaman gempa megathrust di daerahnya, memahami peringatan dini tsunami, memiliki sarana penerima peringatan dini, memiliki sirine perintah evakuasi, hingga pemahaman terhadap cara selamat dari evakuasi.

Selain itu, sebuah daerah juga mesti memahami jalur evakuasi, rambu evakuasi, titik kumpul tempat evakuasi, hingga komunitas siaga tsunami yang teredukasi.

“Sejauh ini, edukasi mitigasi telah dilakukan di Sekolah Lapang Gempa (SLG) di beberapa wilayah, seperti SLG Tanggamus pada 2016, SLG Lampung Selatan pada 2019, SLG Pandeglang pada 2016, dan masih banyak lagi,” imbuhnya.

Baca Juga: Daftar Zona Megathrust yang Jadi Sumber Gempa di Indonesia

Editor: M. Taufikul Basari

SEBELUMNYA

Museum Mandala di Jakarta Selatan Alami Kebakaran

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: