Konferensi pers Srawung Festival 2021. (Dok. Tangakapan Layar Zoom)

Festival Jadi Katalisator Ekonomi Kreatif di Masa Pandemi

25 August 2021   |   19:41 WIB
Image
Nirmala Aninda Asisten Manajer Konten Hypeabis.id

Melihat kebutuhan dan peluang dari kegiatan festival di penjuru Asia Tenggara, Jogja Festivals menginisiasi penelitian tentang pemetaan lanskap festival seni budaya yang dirilis pada Rabu (25/8), dalam kegiatan tahunan Srawung Festival.

Riset yang dilakukan oleh Jogja Festivals, British Council dan ARTJOG ini didasari keinginan untuk memetakan penyelenggaraan festival di Asia Tenggara.

Direktur Pelaksana Jogja Festivals Dinda Intan Pramesti mengutarakan bahwa festival adalah sebuah gerakan kebudayaan sipil yang memberikan kontribusi besar dalam praktik keanekaragaman budaya yang berperan dalam pembentukan masyarakat yang toleran, terbuka dan penuh solidaritas. 

Ada banyak sekali festival di Asia Tenggara yang diinisiasi oleh komunitas seni, berkembang dan menjadi ruang bersama yang penting dan signifikan dalam meleburkan seni dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. 

"Kami baru saja mendirikan Jogja Festivals Studies Center dengan fokus pada riset tentang festival khususnya festival mapping di Asia Tenggara. Dalam riset ini kami bekerja sama dengan peneliti dan koresponden dari Inggris, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina dan Malaysia," ujarnya dalam konferensi pers virtual.

Alia Swastika dan Felencia Hutabarat sebagai peneliti dari Jogja Festivals Studies Center memaparkan beberapa temuan dari penelitian yang telah dilaksanakan sepanjang April hingga Juli 2021.

Ada setidaknya 25 festival yang menjadi studi kasus dalam penelitian ini, untuk mendapatkan pandangan lebih mendalam tentang sejarah, perkembangan organisasi dan relasi seni dengan komunitasnya. 

Dari Indonesia sendiri, penelitian ini menjaring responden dari kawasan Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua.
 

FESTIVAL SEBAGAI PUSAT PERTUKARAN BUDAYA & INOVASI

Hasil penelitian Festival Sebagai Katalisator Kreatif Ekonomi menunjukkan kecenderungan yang sama di antara para pelaku festival di Asia Tenggara dalam keterikatan dan relasi yang kuat dengan komunitas lokal, sehingga festival berperan sebagai pengganti bagi minimnya infrastruktur dan institusi seni publik.

Dengan demikian, festival berperan besar sebagai ruang merayakan identitas dan keberagaman, ruang edukasi dan apresiasi seni, ruang saling bertukar dan membentuk pengetahuan, dan sebagainya.

"Festival kemudian bukan hanya diadakan sebagai bentuk selebrasi tradisi tapi juga produk inovasi kesenian baru, ajang kreasi serta melting pot dari berbagai kesenian yang berbeda," tutur Felensia.

Bukan hanya itu, belakangan ini pelaku festival telah menunjukkan kesadaran atas pentingnya fokus khusus pada isu gender, difabilitas dan inklusivitas sehingga seni menjadi lebih terbuka pada berbagai kelompok sosial. 

Lima tahun terakhir, tampak bahwa dukungan sektor swasta dan pemerintah terhadap keberadaan festival lokal di berbagai negara ini juga meningkat.

Pandemi yang mengubah lanskap festival di Asean turut memengaruhi pelaksanaan festival sepanjang 2020/2021 yang terkendala pembatasan dan sponsor. 

Meski demikian, Felensia menyampaikan adanya optimisme dari pelaku festival untuk tetap bertahan dan menyusun strategi untuk melanjutkan kegiatan setelah pandemi reda.

"Dukungan dari pihak berkepentingan, di sini pemerintah, sangat diperlukan. Terlebih untuk pelaksanaan festival di daerah mereka membutuhkan pendampingan dari segi pengelolaan yang lebih profesional. Kami ingin menunjukkan bahwa festival adalah bagian integral dari ekonomi kreatif," ujar Felensia.

Editor: Fajar Sidik

SEBELUMNYA

Huawei Rilis Matebook D14 & D15, Ini Perbedaan Spesifikasi & Harganya

BERIKUTNYA

Jakarta Film Week Diluncurkan, Catat Tanggalnya!

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: